Modal Asing dan Kepemilikan dalam UU Penanaman Modal di Indonesia
Hanya Fraksi Kebangkitan Bangsa FKB dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan FPDIP yang meminta pengesahan RUU ini ditunda. Bahkan FPDIP
meninggalkan ruangan walk out ketika pengambilan keputusan.
20
Dengan disahkannya UU ini, maka UU No. 11967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU
No. 61968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tidak berlaku.
21
Tidak lama setelah disahkan menjadi UU, banyak pihak yang merasa dirugikan oleh UU ini, mengajukan permohonan Yudicial Review atas UU tersebut
terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Sidang Uji Materi atas UU PM ini merupakan “sidang pertarungan dua kutub pemikiran
ekonomi Indonesia”.
22
Pasal-pasal yang terkait dengan Modal Asing dan Kepemilikan dalam UU Penanaman Modal yang dianggap bertentangan dengan Pasal
33 UUD 1945 dan sarat akan kepentingan asing adalah; Pasal 1 Ayat 1, Penjelasan Pasal 3 ayat 1 huruf d, Pasal 4 Ayat 2 huruf a, Pasal 12 ayat 1, 3 dan 4 huruf
a, Pasal 21 dan 22 Ayat 1 huruf a, b dan c dan Ayat 2 UU PM. Bagi penggugat, keseluruhan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Berikut
uraiannya.
Bintang Pelopor Demokrasi FBPD, dan Fraksi Partai Bintang Reformasi FPBR. “Semata-mata
untuk Menarik
Investor”, Berita
diakses pada
16 Maret
2008 dari:
http:hukumonline.co mdetail.asp?id=16432cl=Berita
20
“Semata-mata Untuk Menarik Investor”, berita diakses pada 16 Maret 2008 dari: http:hukumonline.co mdetail.asp?id=16432cl=Berita
21
”Inilah UU yang Paling Ideal”, berita diakses pada 16 Maret 2008 dari: http:hukumonline.co mdetail.asp?id=16400cl=Berita
22
Dani Setiawan, “Mengadili Konstitusi”, artikel diakses pada 7 Januari 2008 dari: http:web.bisnis.comedisi-cetakedisi-harianopini1id 36832.html
1. Penjelasan Pasal 3 ayat 1 huruf d
Penjelasan Pasal 3 Ayat 1 huruf d UU PM berbunyi: Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas
perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya
. Menurut Pemohon I, Penjelasan Pasal 3 Ayat 1 huruf d UU PM akan
mendorong liberalisasi ekonomi di Indonesia. Oleh karenanya bertentangan dengan Pasal 33 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Mengutip Ahli, pemohon mengatakan bahwa
”cabang-cabang produksi yang penting bagi negara” akhir-akhir ini disebut dengan the strategical economic sector on economic government
. Di negara-negara lain, seperti Malaysia, minyak adalah suatu cabang produksi yang strategis sehingga tidak
ada kepemilikan terhadap cabang produksi ini oleh swasta.
23
Pemerintah mengatakan bahwa “asas perlakuan sama yang tidak membedakan asal negara
” dalam UU PM berasal dari prinsip Most-Favoured Nations
24
dan National Treatment
25
dalam General Agreement on Trade and Tarriff GATTWorld Trade Organization WTO di mana Indonesia telah meratifikasinya
dengan UU No. 71994 tentang Ratifikasi Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
23
Alasan Pemohon, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 28-33.
24
Yaitu prinsip tidak membedakan asal negara dari mana datangnya modal tersebut.
25
Yaitu prinsip perlaku kan yang sama antara penanam modal dalam negeri dan pemodal luar negeri yang telah masuk ke dalam suatu negara.
Dunia.
26
Sedangkan menurut DPR, ”asas perlakuan yang sama” dalam UU PM
mengacu kepada UU No. 291999 tentang Pengesahan International Convention on Elimination of All forms of Racial Discrimination 1965
dengan tetap ada pembatasan tertentu sesuai dengan UU 51999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
27
2. Pasal 4 Ayat 2 huruf a dan Pasal 1 Ayat 1 UU PM
Penanaman Modal, menurut Pasal 1 Ayat 1, adalah ” …segala bentuk
kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia
.” Selanjutnya, dalam Pasal 4 Ayat 2 huruf a, dikatakan bahwa Pemerintah “memberi
perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional
.” Pemohon mengatakan bahwa pasal ini menegaskan semangat untuk
memberikan privilege bagi investor asing dengan adanya jaminan perlakukan yang
26
Pendapat Pemerintah, lihat selengkapnya Putusan MKRI, h. 130-131. Dalam sidang sebelumnya Menteri Perdagangan RI, Marie E. Pangestu mengatakan bahwa salah satu latar belakang
lahirnya UU Penanaman Modal adalah dalam rangka menghadapi p erubahan perekonomian global dalam berbagai kerjasama internasional, perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif,
promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisiensi, dan dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Lihat Jawaban Pemerintah c.q. Marie Pangestu point ke-4 dalam
Risalah Sidang Perkara No mo r 21PUU-V2007 dan No mor 22PUU-V2007, h. 15
27
Keterangan DPR, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 176; lihat juga Putusan MKRI
, h. 196.
sama kepada penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri. Pasal ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 tentang sistem perekonomian Indonesia.
28
Menanggapi pernyatan Pemohon, Pemerintah mengatakan bahwa Pemohon ”terlalu tergesa-gesa” menyimpulkan Pasal 1 UU PM. Sedangkan terhadap Pasal 4
Ayat 2, Pemerintah mengajukan argumen ”asas non-diskriminasi” sesuai mandat WTO sebagaimana argumen Pemerintah terhadap permohonan Pemohon berkaitan
dengan Penjelasan Pasal 3 ayat 1 huruf d.
29
Sedangkan menurut DPR, Pasal 1 Ayat 1 dan Pasal 4 Ayat 2 UU PM, sehubungan dengan hak penguasaan oleh Negara,
dalam praktiknya negara memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga tidak mampu menguasai sendiri cabang-cabang produksi yang penting bagi masyarakat, bahkan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat akibat tidak efisien, transparan, dan profesional jika dikuasai negara sendiri oleh negara. Penguasaan oleh negara tidaklah
sama dengan memiliki. Dengan kewenangan yang dimilikinya, hak penguasaan oleh negara itu tidaklah hilang.
30
3. Pasal 12 ayat 1, 3 dan 4 huruf a
Pemohon I memohonkan Pasal 12 Ayat 4, sedangkan Pemohon II memohonkan Ayat 1 dan 3 untuk dibatalkan. Pemohon I mengatakan bahwa Pasal
28
Meskipun terdapat klausul “memperhatikan kepentingan nasional”, menurut Pemohon II, namun prinsip persamaan dan tidak membedakan antara pemodal asing dan pemodal dalam negeri
telah melanggar amanat konstitusi mengenai pengelolaan perekonomian Nasional. Bah kan semangat dalam Pasal 4 Ayat 2 UU PM adalah untuk mengundang investor asing dengan memberikan
beberapa kemudahan. Alasan Pemohon, lihat Selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 81-84.
29
Lihat h. 46 skripsi ini. Selengkapnya lihat Putusan MKRI, h. 134-136.
30
Keterangam DPR, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 195.
12 Ayat 4 bertentangan dengan Pasal 33 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Pasal 4 Ayat 2 huruf a mengatakan bahwa
“kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan
yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden
.” Menurut Pemohon I, logika dalam Pasal ini terbalik, sehingga mengakibatkan terancamnya bidang-bidang yang seharusnya dilindungi undang-
undang dari modal asing.
31
Pemohon II mengatakan bahwa Pasal 12 Ayat 1 dan 3 bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 33 Ayat 2, 3 dan 5 UUD 1945. Pasal 12
Ayat 1 mengatakan bahwa “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan
tertutup dan terbuka dengan persyaratan ”, sedangkan Ayat 3 mengatakan bahwa
“Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal..
.” Menurut Pemohon II, pengaturan bidang terbuka dan tertutup harus melalui undang-undang sebagaimana semangat dalam mandat
konstitusi, bukan peraturan setingkat Perpres.
32
Terhadap anggapan Pemohon, Pemerintah mengatakan bahwa UU PM sudah memberikan batasan yaitu dalam Pasal 12 Ayat 3 yang meliputi kriteria kesehatan,
moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional serta
31
Alasan Pemohon, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 33-35.
32
Alasan Pemohon, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 87-90. Leb ih jauh, Pemohon II menganggap seluruh ayat dalam Pasal in i bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 karena pada
dasarnya seluruh ayat tersebut adalah saling terkait. Putusan MKRI, h. 90.
kepentingan nasional lainnya, dan Ayat 5 yang mengatakan kriteria kepentingan nasional adalah perlindungan sumber daya alam, pengembangan usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang
ditunjuk Pemerintah. Sedangkan berkaitan dengan pengaturan melalui Perpres sebagaimana dalam Ayat 4, adalah menyangkut masalah teknis yang bisa ditambah
atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan ekonomi.
33
Adapun DPR mengatakan bahwa ketentuan bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka adalah berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia KBLI
danatau International Standard for Industrial Classification sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 12 Ayat 1. Selain itu, mengenai bidang usaha atau jenis usaha
yang tertutup dan yang terbuka yang diatur melalui Perpres adalah sesuai dengan hierarki perundang-undangan Republik Indonesia berdasarkan UU No. 102004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
34
4. Pasal 21 dan 22 Ayat 1 huruf a, b dan c dan Ayat 2 UU PM
Pasal 21 mengatakan bahwa “…Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan danatau perizinan kepada perusahaan penanam modal untuk
memperoleh: hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian dan fasilitas perizinan impor
.” Selanjutnya Pasal 22 Ayat 1 huruf a, b dan c UU PM memberikan
33
Keterangan Pemerintah, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 143-144.
34
Keterangan DPR, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 177-178; lihat juga Putusan MKRI
, h. 196-197.
kemudahan hak atas tanah bagi investor berupa Hak Guna Usaha HGU selama 95 tahun dengan cara ”dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60
tahun dan dapat diperbarui selama 35 tahun ”, Hak Guna Bangunan HGB selama
80 tahun dengan cara “dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbarui selama 30 tahun
”, dan Hak Pakai selama 70 tahun dengan cara “dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun
dan dapat diperbarui 25 tahun .” Pemohon menilai pemberian hak atas tanah tersebut
terlalu berlebihan dan lebih lama dari ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria PA dan bahkan dari Agrarische Wet produk pemerintah
kolonial Belanda yang memberikan penguasaan tanah paling lama 75 tahun. Padahal, hal inilah yang menyebabkan ketimpangan penguasaan atas tanah sebagai cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan menyebabkan petani pribumi tersingkir dari pekerjaannya serta berbagai konflik agraria.
35
Oleh karenanya bertentangan dengan Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 33 UUD 1945.
36
Berkaitan dengan Pasal 21, Pemerintah mengatakan bahwa UU ini tidak hanya memberikan kemudahan kepada penanam modal asing, tapi juga kepada
35
Hasil Sensus Pertanian 2003 menyebutkan, jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar milik sendiri maupun menyewa mening kat 2,6 persen per
tahun dari 10,8 juta ru mah tangga 1993 menjad i 13,7 juta ru mah tangga 2003. Persentase rumah tangga petani gurem terhadap ru mah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat ari 52,7 persen
1993 menjad i 56,5 persen 2003. Dari 24,3 juta ru mah tangga petani berbasis lahan ,20,1 juta 82,7 persen diantaranya dapat dikategorikan miskin. Hasil sensus tersebut membuktikan adanya
ketimpangan dalam pemilikan tanah yang juga menjadi penyebab konflik agraria di Indonesia sebagaimana dilaporkan oleh KOMNAS HAM RI, KPA dan Badan Pertanahan Nasional. Lihat
Putusan MKRI
, h. 38.
36
Alasan Pemohon I, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 35-38; Alasan Pemohon II, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 90-97.
penanam modal dalam negeri. Selain itu, juga tetap diberikan perlindungan kepada pedagang tradisional sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU PM.
37
Adapun terhadap Pasal 22 UU PM, Pemerintah mengatakan bahwa perpanjangan yang diberikan di
muka adalah berupa jaminan dari Negara bagi penanam modal untuk mendapatkan jangka waktu yang cukup guna pengembalian modalnya.
38
Sedangkan DPR dapat memahami dan sepakat terhadap Pemohon bahwa UU PM memberikan penguasaan hak atas tanah yang lebih lama dari pada UU PA.
Namun, lanjut DPR, masih ada batasan tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 Ayat 3
39
dan 4
40
UU PM.
41
Me nurut DPR, pengertian ”dikuasai” dalam 33
UUD 1945, tidak berarti harus memiliki, tapi suatu kewenangan mengusahakan baik secara langsung maupun tidak melalui pengaturan kegiatan usaha.
42
Menanggapi gugatan atas Undang-Undang Penanama Modal Tahun 2007, Hakim Konstitusi Maruarar dalam dissenting opinion-nya mengatakan bahwa bangsa
Indonesia harus belajar dari segala pengalaman yang lalu dan harus memperhatikan pandangan-pandangan yang berbeda dari kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh
lembaga-lembaga Internasional untuk diikuti Indonesia sebagai kondisionalitas
37
Keterangan Pemerintah, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 146-147.
38
Keterangan Pemerintah, lihat selengkapnya dalam Putusan MKRI, h. 155-157.
39
Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilaku kan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
40
Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 dapat dihentikan atau dibatalkan
oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umu m, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak
atas tanahnya,serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
41
Keterangan DPR, lihat selengkapnya Putusan MKRI, h. 178-179.
42
Keterangan DPR, lihat selengkapnya Putusan, h. 180; lihat juga Putusan MKRI, h. 197.
penyelamatan ekonomi yang justru membawa petaka dengan doktrin liberalisme dan free-market economy
. UU No. 252007 tentang Penanaman Modal menggambarkan kebijakan baru, yang amat reseptif terhadap kekuatan global investor asing. Lebih
lanjut, Hakim Konstitusi ini mengatakan bahwa penilaian norma-norma yang diuji di depan Mahkamah tidak boleh melupakan konteks kesejarahan Pasal 33 UUD 1945
yang hanya bernilai jika konkordan dengan jawaban atas pertanyaan untuk apa kemerdekaan kebangsaan disusun sebagaimana ditegaskan dalam alenia keempat
Pembukaan UUD 1945, yang menjadi kerangka berpikir perekonomian nasional berupa usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan untuk memajukan kesejahteraan
umum. Sehingga makna “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dipahami bukan semata-mata pada bentuk.. Sejarah kebangsaan pra-proklamasi yang ingin
melepaskan diri dari penjajahan secara politik dan ekonomi mencatat bahwa para founding fathers
Indonesia menyusun UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia merdeka, berpijak pada semangat, jiwa dan cita-cita untuk melepaskan diri dari
dominasi dan pemerasan kapitalisme yang mengabadikan kemiskinan rakyat. Hal ini bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia agar mampu
berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain dan sanggup menjadi tuan di negeri sendiri. Oleh karenanya mengundang penanaman modal secara besar-besaran adalah tepat,
tapi jika dalam semangat keterbukaan dan persaingan dalam doktrin ekonomi pasar sempurna yang tidak membedakan lagi penanam modal asing, yang pada hakikatnya
merupakan modal besar dan memiliki jaringan global, dengan penanam modal dalam negeri yang secara umum masih lemah, baik modal, skill, pengalaman dan jaringan,
adalah hal yang tidak adil dan tidak sesuai dengan semangat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33 UUD 1945.
43