sumber daya Indonesia. Selain itu, penulis juga akan membahasnya dari perspektif hukum Islam.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri atas 5 lima bab dengan perincian sebagai berikut: Bab I
: Berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, pendekatan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Berisi landasan teori yang memuat; 1 Hukum dan Kepentingan dan 2 Negara Hukum Konstitusional dan Rasio-Legis-Falsafi Kenegaraan
Indonesia. Bab III : Membahas perspektif Konstistui RI terhadap Hukum dan Kepentingn
dengan studi kasus Modal Asing dan Kepemilikan Negara dalam Undang- Undang Penanaman Modal di Indonesia, yang memuat; 1 Pasal 33 UUD
1945 dan Rasio Legis Falsafi Perekonomian Indonesia, 2 Modal dan Kepemilikan dalam UU Penanaman Modal di Indonesia, dan 3 Modal
Asing dan Kepemilikan Negara; sebuah Konflik Kepentingan. Bab IV : Membahas perspektif Islam terhadap Hukum dan Kepentingan dengan
Studi Kasus Modal Asing dan Kepemilikan Negara dalam Undang- Undang Penanaman Modal di Indoensia, yang memuat; 1 Islam dan
Negara Hukum Republik Indonesia, dan 2 Tinjauan Islam Atas Hukum dan Kepentingan; Studi Atas Modal Asing dan Kepemilikan dalam UU
Penanaman Modal di Indonesia. Bab V : Pada bab terakhir, penulis mengakhiri tulisan ini dengan Kata Penutup
yang berisi kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.
19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hukum dan Kepentingan
Secara etimologis, k ata hukum berasal dari bahasa Arab “al-hukm”, dengan
bentuk jamak “al-ahkâm” yang berarti “al-qadlâ’”, yakni keputusan. Bisa juga berarti “idârah, qiyâdah, sulthah, saitharah yang berarti hukum, peraturan dan kekuasaan.
1
Hukum al-hukm bisa juga berarti “mencegah” al-man’.
2
Selain kata hukum, dikenal pula berbagai macam kata yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi hukum, yaitu: recht,
3
ius,
4
dan Lex.
5
1
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, cet. VIII, h. 24; Selengkapnya, lihat Atabik Ali dan Ah mad Zuhdi Muhdlor, Al-
’Ashry; Kamus Kontemporer Arab- Indonesia
, Yogyakarta: Penerb it Multi Karya Grafika, tth, cet. ke-4, h. 785; al-Munjid fi al-Lughoh wa al-
A’lam, Beirut-Lebanon: Dar el-Machreq sarl Publishers, 2000, cet. ke-86, h. 146.
2
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Wajîz fî Ushûl al-Fiqh, Beirut; Dar Al-Fikr Al- Mu‟ashir, 1994, cet.
ke-1, h. 119.
3
“Recht” berasal dari bahasa Latin “Rechtum” yang berarti bimbingantuntunanpemerintahan. Berhubungan dengan kata Rechtum
, ada kata “Rex” yang berarti orang yang pekerjaannya memberikan bimbingan. Rex
juga diartikan sebagai “Raja” yang berarti kerajaan regimen. Kata Rechtum juga dihubungkan dengan kata “Directum” yang berarti pekerjaan membimbingmengarahkan. “Directur”
maupun “rector” mempunyai arti yang sama. Dari kata “recht” timbul istilah “gerechtigdheid” dalam bahasa Belanda yang jika dalam bahasa Jerman dikenal dengan kata “gerechtigkeit” yang berarti
keadilan. Jadi, huku m berhubungan erat dengan keadilan. Maka, recht dapat diartikan huku m yang mempunyai dua unsur penting, yaitu “kewibawaan” dan “keadilan”. Lihat, R. Soeroso, Pengantar..., h.
24-25.
4
Kata “ius” berasal dari bahasa Latin “iubere” yang berarti mengaturmemerintah. Kata ini bertalian dengan
“iustitia” keadilan. Bagi orang Yunani dulu, Iustitia adalah dewi keadilan yang dilambangkan sebagai seorang wanita dengan kedua mata tertutup, tangan kirinya memegang neraca
dan tangan kanannya memegang sebuah pedang. Kedua mata tertutup berarti bahwa dalam mencari keadilan tidak boleh pandang bulu, neraca melambangkan kead ilan dan pedang adalah lambang
keadilan yang mengejar kejahatan dengan suatu hukum dan di mana perlu dengan hukuman mati.
Dapat disimpulkan bahwa secara etimologi “ius” berarti hukum bertalian dengan keadilan iustitia yang mempunyai tiga usur; wibawa, keadilan dan tata kedamaian. Lihat, R. Soeroso, Ibid, h. 25-26.
5
Kata “lex” berasal dari bahasa Latin “lesere”. “Lesere” berarti mengumpulkan, yaitu mengu mpulkan o rang-orang untuk diperintah. Dari sini terkandung pengertian adanya wibawa atau
otoritas, sehingga kata “lex” yang berarti hukum berhubungan erat dengan perintah dan wibawa. Dapat
Terkait dengan kepentingan, apakah produk hukum yang mempengaruhi politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum? Menurut Moh. Mahfudz MD,
setidaknya ada tiga jawaban untuk menjelaskannya. Pertama, hukum determinan atas politik. Kedua, sebaliknya, politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem antara yang satu
dengan yang lain, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-
aturan hukum. adanya perbedaan jawaban atas pertanyaan di atas, terutama perbedaan antara alternatif jawaban pertama dan kedua, disebabkan oleh perbedaan cara
pandang para ahli terhadap kedua subsistem kemasyarakatan tersebut. Mereka yang hanya memandang hukum dari sudut das sollen keharusan atau para idealis
berpegang teguh pada pandangan, bahwa hukum harus merupakan pedoman dalam segala tingkat hubungan antar anggota masyarakat termasuk dalam segala kegiatan
politik. Sedangkan mereka yang memandang hukum dari sudut das sein kenyataan atau para penganut paham empiris melihat secara realistis, bahwa produk hukum
sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam pembuatannya tetapi juga dalam kenyataan-kenyataan empirisnya. Faktanya, kegiatan legislatif memang lebih banyak
membuat keputusan-keputusan politik dari pada menjalankan pekerjaan hukum.
disimpulkan bahwa pengertian hukum itu bertalian erat dengan: 1 keadilan, 2 kewibawaan, 3 ketaatanorde yang selanjutnya menimbu lkan kedamaian; dan 4 peraturan dalam arti peraturan yang
berisi norma. Lihat, R. Soeroso, Ibid, h. 26.