Pandangan Ulama Terhadap al-Marâghi

aspek petunjuk ayat-ayat al-Qur’an bagi kehidupan masyarakat dan merelevansikan pengertian ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. 30

D. Pandangan Ulama Terhadap al-Marâghi

Sebagai seorang ilmuan muslim atau seorang mufasir al-Qur`an, al-Marâghî tidak terlepas dari penilaian para ilmuan lainnya. Hal ini biasa terjadi dalam lingkungan akademis. Fakhr al-Din al-Râzi dan Tantawi al-Jawhari dinilai para ulama sebagai seorang mufasir yang semuanya ada dalam kitabnya kecuali tafsir. Padahal, kedua mufasir ini berada dalam interval masa yang sangat jauh. Demikian pula halnya dengan sosok al-Marâghî, apakah ia termasuk pada penilaian seperti yang diitujukan pada kedua mufasir tersebut atau tidak. Berikut ini dikemukakan penilaian para pakar terhadap al-Marâghî. Muhammad Hasan Abdul Malik, dosen tafsir pada Fakultas Syariah Ummul Qura Mekkah menilai bahwa al-Marâghî seorang yang dapat mengambil sesuatu yang bermanfaat dalam tafsir dari orang-orang sebelumnya dan menyumbangkannya. Pemikirannya dalam bidang tafsir sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Ia adalah seorang pembaharu dalam bidang tafsir, baik dari segi sistematika maupun dari segi bahasa. Hal ini dapat dimaklumi, karena al-Marâgî 30 Ali Hasan al-‘Ardl, Tarikh ‘Ilm al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin, diterj. Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir Jakarta: Rajawali Perss, 1992, Cet. I. hlm. 72. dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat-ayat Kalam¸ hlm. 26. banyak mengutip pendapat gurunya Muhammad ‘Abduh dalam Tafsîr al-Manâr, terutama yang ada kaitannya dengan filsafat, kemasyarakatan dan politik. Tetapi ia memiliki perspektif yang berbeda, bukan hanya sekedar meringkas dari Tafsîr al- Manâr. 31 Abdurrahman Hasan Habbanaka, dosen tafsir dan Ulum al-Qur`an pada Dirâsah Ulya Pascasarjana Universitas Ummul Qura Mekkah menilai bahwa, al-Marâgî adalah termasuk ulama Azhar yang modern, yang memaparkan pendapat- pendapatnya sesuai dengan masanya. Ia mempunyai pemikiran-pemikiran baru di bidang tafsir, yang berbeda dengan pendapat ulama-ulama terdahulu, karena itu ia telah memenuhi syarat sebagai seorang mufasir. 32 Muhammad Tantawi, Ketua Jurusan Tafsir dan dosen TafsirUlum Al-Qur`an pada Pascasarjana Universitas Islam Madinah memberi penilaian terhadap al-Marâghî dengan mengatakan: Al-Marâghî adalah seorang yang ahli dan menguasai ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab, serta mempunyai banyak karya tulis dalam bidang ilmu agama, terutama bahasa Arab dan Tafsir. Ia mempunyai pemikiran-pemikiran baru dan bebas, namun tidak menyimpang dari syariat. Kami tidak mengetahui secara 31 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 128-129, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 21. 32 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 129-130¸ dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 21. pasti mazhab fiqh yang dianutnya, namun ia termasuk penyempurna dari pendapat ulama-ulama terdahulu. 33 Muhammad Jumah, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas al-Qur`an al-Karim Universitas Islam Madinah menjelaskan: Ahmad Mustafa al-Marâghî, adalah seorang yang ahli dan menguasai bahasa Arab, balagah, nahw, saraf, tafsir al-Qur`an, hadis, hukum-hukum syariat, dan ilmu-ilmu lain yang diperlukan untuk menafsirkan al-Qur`an. Karena itu ia telah memenuhi syarat sebagai seorang mufasir. Ia mengikuti cara-cara yang ditempuh oleh Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida, yang menggabung metode bi al-ma śûr dan bi al-rayî. Ia banyak membaca kitab-kitab tafsir terdahulu, kemudian menyimpulkan dan mengambil intisarinya. Dalam merangkai antara ayat dengan ayat ia banyak mengikuti Tafsîr al-Râzi. Namun ia tidak banyak mengikuti pemikiran al-Râzi dalam bidang tafsir. al-Marâgî termasuk pembaharureformis dalam bidang tafsir, yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat. Ia tidak menganut suatu mazhab tertentu, sebab ia mengikuti aliran baru yang dibawa Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida. 34 Abdul Munim M. Hasanin, Guru Besar Tafsir dan Ulum al-Qur`an pada Fakultas Ushuluddin Universitas Azhar, menyatakan: Ahmad Mustafa al-Marâghî adalah seorang ulama yang ahli dan banyak menulis dalam berbagai bidang ilmu agama, seperti tafsir, nahw, saraf, balâgah, akhlak, dan lain-lain. Ia tidak mempunyai 33 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 130-132, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 21. 34 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 132-134, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 22. keahlian khusus sebagaimana yang terjadi zaman sekarang. Tetapi sebaliknya ia ahli dan menguasai berbagai bidang ilmu agama. Ia berasal dari lingkungan keluarga ulama, karena keluarga dan saudara-saudaranya banyak menjadi ulama. Ia seorang yang mengadakan pembaharuan, namun pemikiran pembaharuan tidak ada yang bertentangan dengan syariat, sebagai yang termaktub dalam al-Qur`an dan hadis- hadis yang qati. Ia telah memenuhi syarat menjadi mufasir. Namun bukan berarti ia manusia yang paling sempurna, sebab yang namanya manusia mesti ada kekurangannya. 35 Syeikh Zaki Ismail al-Marâghî, Inspektur Maâhid al-Diniyah Al-Azhar, menilai: Al-Marâghî telah memenuhi syarat sebagai mufasir, karena ia telah menelaah semua kitab-kitab tafsir dan pendapat-pendapat para mufasir. Ia seorang pembaharu yang berfikiran bebas dan tidak memeluk mazhab tertentu. Ia bukan penyempurna pendapat mufasir terdahulu, tetapi ia menempuh jalannya sendiri. Karena setiap mufasir berbiicara sesuai dengan pendapatnya atau apa yang telah ditelaahnya. Namun beliau memang banyak terpengaruh oleh Tafsîr al-Manâr, sebab Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida adalah gurunya. 36 Ahmad Yusuf Sulaiman Syahin, dosen Tafsir dan Ulum Al-Quran pada Fakultas Dâr al-Ulûm Universitas Kairo, menyebutkan: Ahmad Mustafa al-Marâghî telah memenuhi syarat-syarat mufasir, sebab kalau tidak, tentu ia tidak berani 35 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 135-136, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 23 36 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 138-139, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 23. menafsirkan al-Qur`an. Ilmu-ilmu yang perlu dimiliki oleh seorang mufasir, seperti ilmu naiskh dan mansukh, ilmu asbâb al-nuzûl, bahasa Arab, usul fiqh, dan lain-lain telah dikuasainya. Pemikirannya dalam bidang pembaharuan banyak dipengaruhi oleh gurunya Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Rida. Bahkan perkembangan politik dan masyarakat Mesir di zamannya ikut mewarnai pemikirannya, terutama untuk memecahkan problema-problema yang timbul akibat penjajahan di negaranya, Mesir. 37 Abdullah Syahâtah, Ketua Jurusan Tafsir al-Qur`an pada Fakultas Dâr al-Ulum Universitas Kairo, menjelaskan: Ahmad Mustafa al-Marâghî adalah seorang mufasir yang menafsirkan al-Qur`an secara lengkap dari awal sampai akhirnya. Ia banyak mengutip pendapat Muhammad Abduh dan Rasyid Rida dalam Tafsîr al-Manâr. Ia telah memenuhi syarat-syarat seorang mufasir. 38 Penilaian-penilaian yang diberikan kepada al-Marâgî tampak hampir sama redaksinya, bahwa kedalaman ilmunya menempatkannya sebagai orang yang sudah memiliki kualifikasi sebagai mufasir al-Qur`an. Di samping itu, profil al-Marâghî dikenal sebagai orang yang rendah hati dan tawaduk sebagai salah satu aspek moralitas yang harus dimiliki oleh mufasir al-Qur`an, sehingga terjadi saling hormat menghormati antara ilmuan baik yang sezaman atau pun yang hidup di zaman yang 37 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 139-140, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 23. 38 Jalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nur, h. 140-141, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat- ayat Kalam¸ hlm. 23. berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kitab tafsir al-Marâghî ini adalah sebuah kitab tafsir yang baik dan perlu dipelajari isi kandungannya. 49

BAB IV FUNGSI DAN URGENSI ZIKIR MENURUT AL-MARÂGI