mahasiswanya yang berasal dari Indonesia adalah: H. Bustami Abdul Gani Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mukhtar Yahya Guru Besar IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, H. Mastur Djahri, IAIN Antasari Banjar Masin, H. Ibrahim Abdul Halim IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, H. Abdul Razaq al-Amudy IAIN
Sunan Ampel Surabaya.
15
Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil gambaran umum bahwa al- Marâgî terinspirasi dan banyak mendapat pengaruh dari segi penafsiran al-Qur`an
maupun metodologinya dari gurunya Muhammad Abduh. Dan selanjutnya, pemikiran-pemikirannya juga banyak pula mempengaruhi para ilmuwan sesudahnya
baik yang berada di Mesir atau pun yang berada di Indonesia.
B. Sketsa Tafsir al-Marâghi
Al-Marâgî menulis dan menyusun Tafsir al-Marâghi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, di antaranya, adanya respon positif dan antusiasme dari umat Islam
yang begitu besar terhadap tafsir al-Qur’an. Keinginan al-Marâghi untuk menulis dan menyusun tafsirnya tersebut semenjak lulus dan menyelesaikan studinya dan ketika ia
mengajar di madrasah dan juga ketika mengajar di al-Azhar dan Dar al-Ulum. Dengan pengalaman yang didapat dari mengajar dan mengamalkan ilmunya di kedua
lembaga tersebut terbukalah wawasan dan pikirannya untuk memberikan sumbangan yang positif untuk masyarakat Muslim yang mana sangat merespon dan menaruh
15
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, Jilid 2, Jakarta: t.tp., 1993, hal. 696
perhatian dan minat untuk memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasan mereka tentang tafsir al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
16
Sementara itu, al-Marâghi juga ingin menampilkan suatu tafsir yang ditulis dengan memakai gaya bahasa yang praktis dan mudah dipahami. Karena ketika masa
al-Marâghi, kitab-kitab tafsir yang ada dinilai terlalu banyak menggunakan bahasa dan istilah yang terasa sulit dicerna dan dipahami masyarakat awam, karena telah
dicampuri dengan istilah-istilah tertentu dengan berbagai corak disiplin ilmu, seperti ilmu balagah, nahwu, sharf, dan lain sebagainya yang terkadang malah membuat
bingung yang membacanya.
17
Penulisan tafsir al-Marâghi juga dilatarbelakangi dengan keprihatinan al- Marâghi dengan isi kandungan tafsir yang seringkali banyak memuat cerita-cerita
yang tidak rasional. Dalam perspektifnya, bahwa berbagai kitab yang tersebar selama ini kerapkali diselipkan dengan cerita-cerita yang dinilai bertentangan dengan akal
dan fakta-fakta ilmu pengetahuan, bahkan seringkali bertentangan dengan kebenaran itu sendiri.
18
Begitu juga al-Marâghi mengkritisi penulisan tafsir yang memuat khilafiyah dan pertikaian dalam berbagai mazhab dan aliran yang bertendensi menjauhkan
hidayah al-Qur’an itu sendiri. Bahkan ada penafsir yang bertikai dalam bidang-bidang fikih maupun persoalan teologis, akhirnya semangat dan tujuan diturunkannya
16
Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3.
17
Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3.
18
Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3.
al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat, hilang dan hamper dapat dikatakan terlepas dari akar kehidupan kemasyarkatan. Oleh karenanya nilai-nilai Islam yang
terkandung dalam al-Qur’an tidak bisa dipahami secara sempurna dan utuh terlebih lagi untuk dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sosial.
19
Itulah beberapa
sebab yang
mendorong al-Marâghi
berusaha untuk
menampilkan dan menyusun metode dan corak penafsiran tersendiri yang dapat dikatakan baru pada masa itu. Al-Marâghi merasa bahwa masyarakat sudah saatnya
membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka dan hal tersebut hanya bisa melalui tafsir yang disajikan secara sistematis, dengan bahasa
yang lugas, mudah dicerna serta dipahami, di samping itu permasalahan yang dibahas di dukung dengan argumentasi yang kuat serta relevan dengan perkembangan zaman
dan kebutuhan masyarakat. Bila dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir yang lain, baik sebelum maupun
sesudah Tafsir al-Marâghî, termasuk Tafsir al-Manâr, yang dipandang modern, ternyata
Tafsir al-Marâghî
mempunyai metode
penulisan tersendiri,
yang membuatnya berbeda dengan tafsir-tafsir lain tersebut. Sedang coraknya sama dengan
corak Tafsir al-Manâr karya Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, Tafsir al-Qur`ân al-Karîm karya Mahmûd Syaltut, dan Tafsîr al-Wâdih karya Muhammad Mahmûd
Hijâziy. Semuanya itu mengambil adab al-Ijtimâ’iy.
19
Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3
C. Metode dan Corak Penafsirannya