BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam  menjalankan profesinya, seorang akuntan  diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu, norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para
klien,  antara  akuntan  dengan  sejawatnya,  dan  antara  profesi  dengan  masyarakat.  Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI sebagai  Asosiasi Profesi  Akuntan Publik  yang diakui oleh
Pemerintah,  mengamanatkan  kepada  para  Auditor  dalam  Kode  Etik  Profesi  Akuntan  Publik tahun  2008  seksi  100.4,  bahwa  setiap  praktisi  wajib  mematuhi  prinsip  dasar  etika  profesi
diantaranya  prinsip  integritas,  prinsip  obyektivitas.  Khomsiyah  dan  indriantoro  1998 mengungkapkan  bahwa  dengan  mempertahankan  integritas,  seorang  akuntan  akan  bertindak
jujur,  tegas  dan  tanpa  memihak.  Sedangkan  dengan  mempertahankan  obyektivitas,  ia  akan bertindak  adil,  tanpa  dipengaruhi  tekanan  atau  permintaan  pihak  tertentu  atau  kepentingan
pribadinya Sihwahjoeni dan Gudono, 2000. Skandal-skandal akuntansi yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron Corp yang
merupakan  perusahaan  pemimpin  pasar  di  Wall  Street  tiba-tiba  dinyatakan  ditutup  dan menjadi perhatian utama masyarakat didunia karena melakukan manipulasi laporan keuangan
selama  bertahun-tahun.  Kasus  Enron  merupakan  awal  mula  timbulnya  kasus-kasus  yang lainnya,  seperti  kasus  World  Com,  Xerox,  Merck,  PT  Kimia  Farma  dan  Lippobank  di
Indonesia,  serta  runtuhnya  Lehman  Brothers  sebagai  lembaga  keuangan  terbesar  dalam sejarah  Amerika  di  akhir  2008  adalah  contoh  kecil  “malpraktik  bisnis”  manipulasi  laporan
keuangan  yang  melibatkan  akuntan.  Bertolak  dari  kasus-kasus  di  atas,  dan  kemudian
dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan  seolah  menjadi profesi yang memiliki tanggung jawab besar.
Kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan kredibilitas profesi akuntan publik. Kepercayaan  masyarakat  perlu  dipulihkan  dan  hal  itu  sepenuhnya  tergantung  pada  praktek
profesional yang dijalankan para akuntan. Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi yaitu : keahlian, pengetahuan dan karakter. Karakter
menunjukkan  personality  kepribadian  seorang  profesional  yang  diantaranya  diwujudkan dalam  sikap  dan  tindakan  etis  Chrismastuti  dan  Purnamasari,  2004.  Purnamasari  2006
juga mengatakan sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat.
Analisis  terhadap  sikap  etis  dalam  profesi  akuntan  menunjukkan  bahwa  akuntan mempunyai  kesempatan  untuk  melakukan  tindakan  tidak  etis  dalam  profesi  mereka.
Kesadaran  etis  dan  sikap  professional  memegang  peran  yang  sangat  besar  bagi  seorang akuntan  Louwers  et  al.  dalam  Nugrahaningsih,  2005.  Dalam  menjalankan  profesinya
akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etik yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai  yang  bertentangan.  Auditor  akan  menjumpai  masalah  ketika  harus  melaporkan
temuan-temuan yang mungkin tidak menguntungkan dalam penilaian kinerja manajemen atau obyek audit yang dilakukannya. Tidak jarang dalam setiap terjadi  konflik kepentingan, etika
sering  tergolong  elemen  non  value  added  dimata  klien,  bahkan  sering  juga  berbenturan dengan  kepentingan  klien,  sehingga  etika  dapat  menjadi  luntur  pada  saat  harus  mengambil
keputusan.  Dalam  situasi  konflik  seperti  ini,  maka  pertimbangan  profesional    berlandaskan pada  nilai  dan  keyakinan  individu,  serta  kesadaran  moral  memainkan  peran  penting  dalam
pengambilan keputusan akhir Muawanah dan Indriantoro, 2001.
Variabel  personalitas  mengacu  pada  sikap  dan  keyakinan  individual,  sedangkan cognitive  styles
mengacu  pada  cara  atau  metode  dimana  individu  menerima,  menyimpan, memproses dan  mentransformasikan  informasi  ke dalam tindakannya. Variabel personalitas
yang dimaksud disini adalah locus of control yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Individu dengan  tipe  personalitas  yang  sama  bisa  memiliki  cognitive  styles  yang  berbeda,    sehingga
perilakunya  juga  berbeda.    Literatur  psikologi  memberikan  pemahaman  cara  seorang individu  memproses  aturan-aturan  tersebut  dalam  membuat  judgement.  Purnamasari  2006
menemukan bukti bahwa kepribadian individu mempengaruhi perilaku etis disamping faktor- faktor lain. Trevino 1986 dalam Muawanah dan Indriantoro 2001, menyatakan kesadaran
akan  benar  dan  salah  saja  tidak  cukup  untuk  memprediksi  perilaku  pengambilan  keputusan etis.  Diperlukan  variabel  yang  dapat  berinteraksi  dengan  cognitive  style  untuk  menentukan
bagaimana individu berperilaku dalam kondisi  dilema etis Gul et.al, 2003. Dalam  literatur  Behavioral  accounting  disebutkan  bahwa  variabel  personalitas  dapat
berinteraksi dengan cognitive styles untuk mempengaruhi pengambilan keputusan Siegel dan Marconi,  1989  dalam  Muawanah  dan  Indriantoro  2001.  Variabel  personalitas  mengacu
pada  sikap  dan  keyakinan  individual,  sedangkan  cognitive  style  mengacu  pada  cara  atau metode  dimana  individu  menerima,  menyimpan,  memproses  dan  mentransformasikan
informasi ke dalam tindakannya. Variabel personalitas  yang dimaksud disini adalah locus of control
yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Individu dengan tipe personalitas yang sama bisa memiliki cognitive style yang berbeda.
Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Muawanah  dan  Indriantoro  2001 diketahui  bahwa  pengaruh  locus  of  control  terhadap  respon  auditor  dalam  situasi  konflik
audit adalah nonmonotonic sepanjang kisaran kesadaran etik dan ada efeknya  yang simetris sebagaimana  diharapkan.  Artinya,  locus  of  control  memiliki  skor  respon  yang  lebih  rendah
dibandingkan  dengan  skor  respon  awal  kesadaran  etis  yang  rendah.  Hal  ini  menjelaskan bahwa  hubungan  antara  locus  of  control  dengan  respon  auditor  dalam  situasi  konflik  audit
akan berubah arah, sehingga semakin tinggi tingkat kesadaran etis maka locus of controlnya semakin  menurun atau  internal karena  memiliki  nilai dibawah means  score  sehinga auditor
cenderung  untuk  menolak  tekanan  klien  sedangkan  semakin  rendah  tingkat  kesadaran  etis maka  locus  of  controlnya  semakin  meningkat  atau  eksternal  karena  memiliki  nilai  diatas
means score sehingga auditor cenderung untuk menerima tekanan klien.
Oleh  karena  itu,  peneliti  termotivasi  untuk  melakukan  penelitian  ini  karena  cukup penting  untuk  mengetahui  faktor-faktor  apa  saja  yang  mempengaruhi  perilaku  auditor
eksternal.  Selain  itu  juga,  peneliti  ingin  mengetahui  seberapa  besar  pengaruh  variabel independen  mempengaruhi  variabel  dependen.  Berdasarkan  hal  tersebut,  maka  peneliti
melakukan  penelitian  yang  berjudul  ”Pengaruh  Locus  of  Control  Terhadap  Perilaku Auditor  Dalam  Situasi  Konflik  Audit  dengan  Kesadaran  Etis  Sebagai  Variabel
Moderating”.
B. Perumusan Masalah