Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian ini antara lain : Kerangka Konseptual Prosedur Pemeriksaan

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. b. Perusahaan tidak mencantumkan nilai faktur pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam SPT masa PPN c. Perusahaan mengkreditkan faktur pajak masukan atas transaksi yang dilakukan yang seharusnya tidak terutang PPN. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul “Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan ’’

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan pemeriksaan pajak perusahaan PT. Perdoni Cab. Medan dalam menghitung PPN sesuai peraturan yang berlaku.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pemeriksaan pajak untuk menghitung PPN sesuai peraturan yang berlaku.

D. Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi penulis, dapat mengetahui penerapan pemeriksaan pajak dalam kaitannya dengan PPN didunia usaha. 2. Bagi perusahaan, dapat mengantisipasi adanya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. 3. Bagi pembaca, menjadi referensi tambahan dalam penulisan skripsi selanjutnya yang ada hubunganya dengan pemeriksaan pajak terutama dalam kaitannya dengan pemeriksaan PPN.

E. Kerangka Konseptual

Surat Edaran Dirjen Pajak No. 01PJ.72002 merupakan surat edaran yang khusus memberikan penjelasan dan pedoman kepada fiskus dalam melakukan pemeriksaan pajak. Dalam skripsi ini penulis meneliti tentang bagaimana prosedur pemeriksaan pajak pertambahan nilai sesuai dengan Surat Edaran No. 01PJ.72002, untuk mengetahui dan mengevaluasi tingkat kepatuhan PT. Perdoni dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Surat Edaran Dirjen Pajak No.01PJ.72002 Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Evaluasi Kepatuhan Perpajakan PT. Perdoni Cab. Medan Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemeriksaan Pajak 1. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelolah data danatau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut ketentuan, yang berhak mengadakan pemeriksaan pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Tujuan Pemeriksaan

Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, kecuali ditemukan bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan akan dilanjutkan dengan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. Tujuan lainnya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan diantaranya: a. Menetapkan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penghasilan Pasal 21 b. Pengukuhkan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. c. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak d. Penetapan wajib pajak berlokasi didaerah terpencil Pemeriksaan pajak dapat juga dilakukan sendiri oleh wajib pajak yang disebut pemeriksaan intern dibidang perpajakan internal tax audit, yang ditujukan dalam rangka: a. Pengisian SPT Masa maupun Tahunan b. Membetulkan SPT Masa maupun Tahunan yang sudah disampaikan ke KPP c. Menyusun surat keberatan atas ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak Dari tujuan diatas dapat diketahui bahwa ruang lingkup pemeriksaan pajak berbeda dengan pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk menentukan kewajaran penyusunan laporan keuangan. Sedangkan pemeriksaan pajak dimaksudkan untuk menguji kebenaran transaksi bisnis bukan kewajaran. Seperti akuntan publik dalam tugasnya, petugas pemeriksa pajak juga melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usaha. Wajib Pajak harus memperlihatkan atau meminjamkan dokumen yang diperlukan. Bilamana pembukuan, catatan dan dokumen yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak dengan dalih untuk menghindarkan diri, berdasarkan undang-undang petugas pemeriksa berwenang memasuki tempat atau ruangan yang menurut dugaannya digunakan Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. sebagai tempat penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen tersebut. Dalam pemeriksaan keuangan, akuntan publik tidak mendapatkan wewenang sebanyak yang diperoleh pemeriksa pajak. Apabila ternyata perusahaan yang diperiksa gagal memberikan buku, dokumen dan catatan yang diperlukan dalam pemeriksaan, akuntan publik tidak dapat memaksa perusahaan untuk menyerahkannya. Yang dapat dilakukan oleh akuntan publik hanyalah memberikan pendapat yang menolak. Hal ini sangat berlainan dengan wewenang yang didapat oleh pemeriksa pajak, dan dapat dimaklumi karena sifat pembayaran pajak adalah wajib berdasarkan undang-undang. Apabila perusahaan tidak bersedia atau mengulur-ulur waktu untuk tidak diperiksa, petugas pemeriksa pajak diperkenankan oleh peraturan perundang-undang perpajakan untuk menyegel perusahaan.

3. Jenis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Ada dua jenis pelaksanaan pemeriksaan pajak yaitu: 1. Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, meliputi seluruh jenis pajak baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang ditetapkan. Pada pemeriksaan lapangan petugas pemeriksa pajak datang memeriksa diperusahaan Wajib Pajak. 2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana. Pada pemeriksaan kantor ada dua cara pemeriksaan yaitu penelaahan berkas-berkas dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak tanpa perlu memanggil Wajib Pajak yang bersangkutan, atau Wajib Pajak diminta datang dengan membawa berkas-berkasnya.

4. Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak

Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak adalah sebagai berkut : a. Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa untuk memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa. b. Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. c. Dalam hal pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksan sesuai dengan waktu yang ditentukan d. Wajib Pajak berhak menerima Surat Pemberitahuan Hasil pemeriksaan dan berhak menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. e. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

5. Hak Dan Kewajiban Pemeriksa Pajak

Dalam rangka memperlancar pemeriksaan pajak dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah melalui keputusan menteri keuangan mengatur wewenang pemeriksa pajak. a. Pemeriksa pajak berhak memeriksa dan juga meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya dan juga wajib mengembalikan dokumen-dokumen yang dipinjam. b. Pemeriksa pajak berhak meminta keterangan lisan danatau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa maupun pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa. c. Pemeriksa pajak berhak memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak danatau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan ditempat-tempat tersebut. d. Pemeriksa pajak berhak melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ditempat pada saat pemeriksaan dilakukan e. Pemeriksa pajak wajib menunjukkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa dan menjelaskan maksud pemeriksaan. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

B. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pengertian umum PPN adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa dalam daerah pabean oleh Pengusaha Kena Pajak PKP. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor - faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen Dasar hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang No.11 Tahun 1994, kemudian diubah lagi dengan Undang - Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah . PPN merupakan golongan pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang atau badan yang harus menanggungnya, tetapi dapat memindahkan beban pajaknya dan diharapkan pihak lain untuk membayarnya. PPN termasuk dalam kelompok ini, karena PPN yang dikenakan terhadap penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak BKP atau Jasa Kena Pajak JKP dapat dialihkan beban pajaknya kepada pembeli BKP atau penerima JKP untuk membayarnya. Berdasarkan sifatnya PPN termasuk bersifat pajak objektif. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-pertama oleh objek pajak. PPN dikenakan atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP tanpa memandang subjeknya berpenghasilan atau tidak. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Berdasarkan lembaga pemungutnya PPN termasuk pajak pusat. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut berdasarkan undang-undang yang penerimaan pajaknya merupakan sumber penerimaan bagi anggaran pendapatan dan anggaran belanja negara APBN. Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN diatur khusus dalam UU PPN 1984 pasal 6. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap pengusaha kena pajak diwajibkan mencatat semua harga perolehan dan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam pembukuan perusahaan. Terselenggaranya pencatatan tersebut merupakan pencerminan teraturnya pembukuan sehingga dasar pengenaan PPN dapat ditentukan dengan mudah. Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas antara lain: a. Jumlah harga perolehan atau nilai impor b. Jumlah harga jual atau nilai pengganti c. Nama barang dan satuannya d. Jumlah harga jual dari bukan barang kena pajak hasil agraria, perikanan, kehutanan dan sebagainya e. Jumlah nilai ekspor f. Jumlah harga jual yang dikenakan Pajak penjualan atas barang mewah. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

2. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai

a. Subyek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000, yang merupakan subyek Pajak Pertambahan Nilai adalah : 1. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 3. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean . b. Obyek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 dalam pasal 4 yang merupakan objek PPN adalah sebagai berikut : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 2. Impor Barang Kena Pajak 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Adapun penjelasan atas objek PPN tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat – syaratnya adalah : a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean atau dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 2. Impor Barang Kena Pajak Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai. 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Syarat – syaratnya adalah : a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean c. Penyerahan dilakukan di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar pabean di dalam daerah pabean. Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean juga dikenakan pajak. Contoh: Pengusaha Adi yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merk yang dimiliki pengusaha Budi yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merk tersebut pengusaha Adi di dalam Daerah Pabean terutang PPN. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar pabean di dalam daerah pabean Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun dalam Daerah Pabean dikenakan PPN. Contoh : Pengusaha Kena Pajak Adi di Surabaya memanfaatkan jasa auditor pengusaha Tommy yang berkedudukan di Singapura, dimana atas pemanfaatan jasa tersebut terutang PPN. 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Ekspor adalah setiap kegiatan yang mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

3. Tarif Dan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai berupa uang yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Menurut Undang – Undang Pajak Tahun 2000 2000 : 169, jenis – jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terdiri atas “ Harga jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor dan Nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan”. Adapun pengertian masing – masing Dasar Pengenaan PPN tersebut adalah : • Harga Jual Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000, pengertian harga jual adalah : “nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang – Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak”. Apabila PKP selain menerbitkan faktur pajak juga menerbitkan faktur penjualan, maka potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak tersebut juga potongan harga yang tercantum dalam faktur penjualan. Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga adalah bonus, premi, komisi atau balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka penjualan BKP. • Penggantian Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000, pengertian penggantian adalah : “nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak”. • Nilai Ekspor Menurut Undang – Undang Pajak Tahun 2000 2000 : 170, Nilai ekspor merupakan “nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang PEB”. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. • Nilai Impor Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000 2000 : 170, pengertian nilai impor adalah : “nilai berupa uang, yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan pabean tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang -undang PPN dan PPnBM”.

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Pengenaan PPN ditentukan dengan tarif yang berlaku untuk umum. Tarif yang berlaku untuk PPN atas penyerahan BKP dan JKP adalah tarif tunggal yaitu 10 sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda. Sedangkan untuk ekspor BKP adalah 0. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor ke luar negeri khususnya ekspor non migas sehingga meningkatkan laju perekonomian dalam negeri. Tarif 0 berlaku untuk konsumsi BKP di luar Daerah Pabean. Pengenaan tarif 0 bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, sehingga pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang di ekspor tetap dapat dikreditkan.

b. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak. Contoh : a. PKP Adi menjual tunai Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp.25.000.000,-. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. PPN yang terutang : 10 x Rp.25.000.000,- = Rp.2.500.000,- b. PKP Budi melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh penggantian Rp.20.000.000. PPN yang terutang : 10 x Rp.20.000.000,- = Rp.2.000.000,- c. Adi mengimpor Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean dengan nilai impor Rp.15.000.000,-. PPN yang dipungut melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai: 10 x Rp.15.000.000,- = Rp.1.500.000,-

4. Saat Pajak Pertambahan Nilai Terutang

Pemungutan PPN menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP atau pada saat penyerahan JKP, meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima sepenuhnya, atau pada saat impor BKP, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya.

5. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP wajib melaporkan perhitungan yang telah dilakukan dan PPN yang telah disetorkan. Pelaporan harus disertai bukti yaitu faktur pajak.

a. Faktur Pajak

Faktur pajak merupakan bukti yang harus dilampirkan PKP dalam melaporkan perhitungan PPN dalam SPT Masa. Menurut Undang - Undang Pajak Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Tahun 2000 2000 : 170 pengertian Faktur Pajak adalah : “bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai”. Apabila pembayaran yang diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, faktur pajak dibuat pada saat pembayaran. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur pajak ini harus diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk PKP. Faktur pajak hanya dapat dibuat oleh PKP. Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang membuat faktur pajak. Larangan membuat faktur pajak oleh bukan PKP dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pungutan pajak yang tidak semestinya. Dalam mekanisme pelaporan PPN ada 3 macam faktur pajak, yaitu : 1. Faktur Pajak Standar Faktur pajak yang biasa dipakai adalah Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP menurut Undang – Undang No.18 tahun 2000 pasal 13 ayat 5. Faktur pajak standar paling sedikit harus memuat hal – hal sebagai berikut : a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP dan JKP. b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP dan penerima JKP. c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur Pajak Standar dibuat paling lama : a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran. b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal ini penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP. c. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap penyerahan. d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN. Selain Faktur Pajak Standar dengan bentuk yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, ada dokumen – dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar Oleh Direktur Jenderal Pajak. Meskipun bentuknya tidak standar dokumen – dokumen tersebut yang disamakan dengan Faktur Pajak Standar. Menurut Erly Suandy 2002 : 297-298, dokumen – dokumen tersebut meliputi : a. Pemberitahuan Impor Barang PIB yang dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai atas impor Barang Kena Pajak. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. b. Pemberitahuan Ekspor Barang PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri invoice yang merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan PEB tersebut. c. Surat Perintah Penyerahan Barang SPPB yang dibuat atau dikeluarkan oleh Bulog atau Dolog untuk penyaluran tepung terigu atau gula pasir. d. Faktur Nota Bon Penyerahan PNBP yang dibuat atau dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM. e. Tanda pembayaran atau kwitansi atas penyerahan jasa telekomunikasi. f. Tiket dan surat muatan udara Airway Bill atau Delivery Bill yang dikeluarkan atau dibuat untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri. g. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean. h. Nota penjualan yang dikeluarkan atau dibuat untuk penyerahan jasa pelabuhan. i. Tanda pembayaran dan kwitansi listrik. 2. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP dan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat : a. Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP dan JKP. b. Jenis dan kuantum BKP dan atau JKP yang diserahkan. c. Jumlah harga jual atau Penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN yang dicantumkan secara terpisah. d. Tanggal pembuatan faktur pajak. Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP sepanjang memenuhi persyaratan diberlakukan sebagai Faktur Pajak Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Sederhana, yaitu : bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kwitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan atau JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan atau JKP. Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit rangkap 2. Faktur Pajak Sederhana tidak digunakan oleh pembeli BKP dan atau penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan. 3. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan menurut Wirawan B.Ilyas 2007:121 yaitu : “Faktur Pajak Standar yang meliputi seluruh penyerahan BKP atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim untuk pembeli BKP atau Penerima JKP yang sama”. Artinya, PKP diperkenankan untuk membuat satu faktur pajak yang meliputi semua penyerahan BKP JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama.

b. Pengkreditan Pajak Masukan

Sistem PPN yang dianut Indonesia adalah sistem atau metode pengkreditan. Artinya, besarnya PPN yang harus dibayar atau yang lebih bayar dihitung dengan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. Pajak Keluaran adalah PPN yang terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP atau ekspor BKP. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau JKP dan atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP. PPN yang seharusnya sudah dibayarkan tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP atau pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai PKP. Menurut Erly Suandy 2002 : 306-309 pengkreditan Pajak Masukan harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama. 2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. 3. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh PKP. 4. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. 5. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Keluaran yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan terutang pajak. 6. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. 7. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang ditatapkan Menteri Keuangan. 8. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat – lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Menurut Undang – Undang Tahun 2000 2000 : 175 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu : 1. Perolehan BKP dan JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. 4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana. 6. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No.17 tahun 2000 pasal 13 ayat 5. 7. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan, maka PPN yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. 9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang diketemukan pada waktu pemeriksaan. Adapun penjelasan mengenai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut : 1. Perolehan BKP dan JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. Contoh : Pengusaha Adi melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 3 Januari 2008. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 5 Januari 2008 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 2008. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2008 tidak dapat dikreditkan. 2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan – kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon,van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. Semua jenis kendaraan yang disebutkan diatas jika dipakai untuk kepentingan sendiri tidak akan dikenakan PPN, kecuali jika terjadi jual beli atau penyewaan terhadap kendaraan tersebut. 4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Contoh : Pengusaha Adi melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 5 Maret 2008. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 7 Maret 2008 dan berlaku sejak tanggal 5 Maret 2008. Pajak Masukan atas Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean yang diperoleh sebelum tanggal 5 Maret 2008 tidak dapat dikreditkan. 5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana. Oleh karena Faktur Pajak Sederhana merupakan faktur pajak yang isinya tidak mencantumkan secara lengkap hal – hal yang diatur dalam Undang – Undang No.18 tahun 2000 pasal 13 ayat 5, maka Faktur Pajak Sederhana hanya merupakan bukti pungutan PPN dan tidak dapat dipakai sebagai dasar pengkreditan Pajak Masukan. 6. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No.18 tahun 2000 pasal 13 ayat 5. Faktur Pajak yang isinya tidak sesuai dengan Undang – Undang No.18 tahun 2000 pasal 13 ayat 5 dapat mengakibatkan PPN yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. 7. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan, maka PPN yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. Dapat terjadi PKP baru membayar PPN yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan BKP atau JKP setelah diterbitkan ketetapan pajak. PPN yang Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. dibayar atas ketetapan pajak tersebut bukan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang diketemukan pada waktu pemeriksaan. Sesuai dengan sistem self assessment, PKP wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam SPT Masa PPN. Disamping itu, kepada PKP juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan SPT Masa PPN, sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN tidak dapat dikreditkan Pajak masukan yang dibayarkan untuk perolehan BKP dan atau JKP dikreditkan dengan Pajak Keluaran ditempat PKP dikukuhkan. Meskipun demikian Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP, baik atas permohonan tertulis dari PKP ataupun secara jabatan.

c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Waluyo 2000 : 293, yang dimaksud dengan Surat pemberitahuan Masa adalah : “surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat”. Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan lengkap, jelas dan benar. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. SPT Masa PPN harus disampaikan dalam keadaan lengkap, artinya disertai lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan sudah dibubuhkan tanda tangan serta nama jelas baik pada SPT induk maupun pada setiap lampiran yang telah dibakukan. Apabila SPT Masa PPN yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan ini, maka dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan. SPT Masa harus jelas maksudnya dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf latin, menggunakan angka Arab, dan dalam mata uang rupiah. SPT Masa harus benar maksudnya bahwa setiap bagian harus diisi berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Apabila SPT dikirim melalui kantor Pos dan Giro, tanda bukti serta tanggal pengiriman surat tercatat dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT oleh PKP. SPT Masa PPN wajib disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak selambat – lambatnya tanggal 20 setelah akhir Masa Pajak. Dalam hal tanggal 20 jatuh pada hari libur, SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Apabila terlambat menyampaikan SPT Masa PPN, akan dikenakan sanksi administrasi. PPN paling lambat disetor tanggal 15 setelah akhir masa pajak. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur maka PPN dapat disetor pada hari kerja berikutnya. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

C. Prosedur Pemeriksaan

Prosedur pemeriksaaan disini hanya terbatas pada hal-hal yang ada kaitanya dengan identifikasi masalah yang telah ditentukan, sehingga isi program pemeriksaan diharapkan tidak terlalu panjang, hal ini diatur dalam pedoman dan tata cara pemeriksaaan pajak. Program pemeriksaan pajak untuk memeriksa PPN terdiri dari tujuan pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan sebagai berikut: a. Tujuan Pemeriksaan Untuk menentukan bahwa: • Pembelian yang akan menghasilkan pajak masukan tidak dilaporkan lebih besar dari yang sebenarnya. • Penjualan yang akan menghasilkan pajak keluaran tidak dilaporkan lebih kecil dari yang sebenarnya • Penghitungan PPN sudah dilakukan dengan benar • Pengisian SPT masa PPN sudah dilakukan dengan benar • Penyetoran dan pelaporan SPT masa PPN sudah dilakukan dengan benar b. Prosedur Pemeriksaan Prosedur dibawah ini adalah prosedur pemeriksaan yang perlu dilaksanakan dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan sederhana PPN dan PPnBm yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan masing-masing. Tujuan yang pertama yaitu untuk menentukan bahwa pajak masukan tidak dilaporkan lebih besar dari yang sebenarnya. Prosedur untuk memeriksananya: 1. Prosedur Pemeriksaan Pembelian Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. a. Lakukan analisis mengenai arus barang, arus uang dan arus utang dagang b. Lakukan pengecekan atas kebenaran transaksi pembelian • Pelajari kebijaksanaan dan prosedur mengenai pembelian, retur pembelian dan sebaginya • Dalam hal transaksi pembelian dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang PPN periksa dasar penetapan harga belinya dan volume transaksi selama masa pajak yang diperiksa. c. Lakukan pengujian atas transaksi pembelian • Bandingkan faktur pembelian mengenai kuantumnya, harga satuan, dengan dokumen pendukungnya antara lain laporan penerimaan barang, bukti pengiriman untuk pengembalian barang yang diretur, faktur pajak yang bersangkutan, nota retur yang bersangkutan. • Teliti syarat-syarat pembelian yang mengikat dengan pembebanan biaya- biaya dan pembayaran yang terkait • Teliti kebenaran jumlah pada faktur pembelian dan debet nota, termasuk penghitungan PPN-nya serta cocokan dengan faktur pajaknya. • Trasir pencatatan untuk transaksi pembelian dan retur pembelian ke buku kasbank, pemebelian, retur pembelian dan buku atau kartu utang dagang d. Teliti pembelian yang sudah dibukukan dalam buku pembelian, buku kasbank tetapi barangnya belum diterima Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. e. Dalam hal transaksi impor teliti dokumen impor misalnya PIB, LC, BL, price List, SSP PPN Impor, PPh Pasal 22 dan Debet Nota dari Bank, Invoice, biaya-biaya bongkar muat dan atau dokumen-dokumen jasa EMKLEMKU untuk menguji kebenaran pengkreditan Pajak Masukan dari transaksi Impor Tujuan yang kedua adalah untuk menentukan bahwa pajak keluaran tidak dilaporkan lebih kecil dari yang sebenarnya. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksanya: 1. Prosedur Pemeriksaan Penjualan a. Lakukan pengujian kaitan antara dasar pengenaan pajak DPP PPN yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan buku penjualan, buku retur penjualan, nota retur, buku piutang dagang, buku kasbank. b. Dalam hal transaksi penjualan dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang PPN, periksa dasar penetapan harga jualnya dan tentukan kewajarannya. c. Yakinkan bahwa peredaran usaha selama masa yang diperiksa telah dicatat secara lengkap dan benar berdasarkan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dengan mempelajari kontrak-kontrak atau perjanjian-perjanjian. d. Periksa retur penjualan ke bukti pengembalian barang, tanda terima barang, nota retur dan pencatatannya kedalam buku piutang Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. e. Periksa potongan penjualan dengan bukti-bukti pendukungnya dan catatan pemberian potongan yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan pemberian potongan yang telah ditentukan f. Jika dipandang perlu, untuk transaksi penjualan yang signifikan lakukan konfirmasi dengan pihak pembeli. Tujuan yang ketiga adalah untuk menentukan bahwa perhitungan PPN sudah dilakukan dengan benar. Prosedur pemeriksan yang dilakukan : a. Melakukan perhitungan kembali pengurangan pajak keluaran dan pajak masukan dari hasil pemeriksaan yang didapat sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan yang keempat adalah untuk menentukan bahwa pengisian SPT masa PPN sudah dilakukan dengan benar. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan: a. Memeriksa kembali apakah SPT masa PPN sudah diisi dengan menggunakan lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktoran Jenderal Pajak dan dibubuhi tanda tangan dan nama jelas direktur perusahaan pada SPT induk maupun lampirannya. b. Memeriksa kembali apakah SPT masa PPN sudah diisi dengan jelas, maksudnya SPT diisi dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf latin, menggunakan angka Arab, dan dalam mata uang Rupiah Tujuan yang kelima adalah untuk menentukan bahwa penyetoran dan pelaporan SPT masa PPN sudah dilakukan dengan benar. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan: Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. a. Memeriksa kembali tanggal yang tercantum pada SPT dan SSP. Untuk pelaporan, tanggal yang seharusnya tercantum dalam SPT adalah tanggal 20 setelah akhir masa pajak. Sedangkan untuk penyetoran, tanggal yang seharusnya tercantum dalam SSP adalah tanggal 15 setelah akhir masa pajak. Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010. BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian