menjadi lebih pendek serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak nyaman dan nyeri selama aktifitas seksual. Atropi vagina terjadi 3-6 bulan setelah menopause dan
gejalanya dirasakan dalam 5 tahun menopause.
2.1.7. Tidak Dapat Menahan Air Seni
Atropi juga dapat terjadi pada saluran kemih bagian bawah, sehingga otot penyangga uretra dan kandung kemih menjadi lemah. Hilangnya onus otot utetra
karena menurunnya kadar estrogen, akibat terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urine menjadi tidak normal sehingga fungsi kandung kemih
tidak dapat dikendalikan inkontinensia urine dan mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah Shimp Smith, 2000.
2.1.8. Perubahan Kulit
Selain itu turunnya kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen
menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut terbelah-belah, rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit
dan ngilu pada persendiaan Kasdu, 2004.
2.1.9. Berat Badan
Dengan bertambahnya usia, aktifitas tubuh juga berkurang. Hal ini menyebabkan gerak tubuh berkurang, sehingga lemak semakin banyak tersimpan.
Berdasarkan penelitian yang di kutip oleh Kasdu ditemukan bahwa setiap kurun waktu 10 tahun berat badan akan bertambah atau melebar ke samping, ditemukan
29 wanita pada masa menopause memperlihatkan kenaikan berat badan dan 205
Universitas Sumatera Utara
diantaranya memperlihatkan kenaikan yang mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan turunnya estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar
metabolisme lemak Kasdu, 2004.
2.1.10. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan menurunnya massa tulang dan mikroarsitektur dari jaringan tulang akibat
berkurangnya hormon estrogen Proverawati, 2009 Estrogen juga membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang, sehingga
wanita yang telah mengalami menopause mempunyai resiko lebih mudah terkena osteoporosisi. Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang dimulai
sekitar usia 40 tahun, dan meningkat pada wanita postmenopause, yaitu rata-rata kehilangan massa tulang 2 tiap tahun. Pada tahun-tahun awal setelah menopause,
kehilangan massa tulang berlangsung sangat cepat dan resiko jangka panjang untuk terjadinya patah tulang meningkat Kasdu, 2004.
Lebih dari 90 pasien pasien osteoporosis adalah wanita postmenopause. Diperkirakan antara 25 dan 44 wanita postmenopause mengalami fraktur karena
osteoporosis, terlebih pada tulang belakang, sendi paha, dan lengan bawah. Pada wanita kulit putih, kira-kira 8 dari 1000 mengalami fraktur oeteoporosis, dan pada
wanita kulit hitam 3 dari 1000. Walaupun wanita kulit putih dan wanita Asia mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi fraktur tulang karena
osteoporosisi, wanita kulit hitam mempunyai angka kematian lebih tinggi pada 6
Universitas Sumatera Utara
bulan pertama setelah fraktur tulang paha dibanding wanita kulit putih, yaitu 20 dan 11 Shimp dan Smith, 2000.
Pramono dalam Kasdu 2004 , mengatakan bahwa, pada lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosisi, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih
banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita akan mengalami kehilangan 40-50 massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan
sebanyak 20-30. Dengan demikian, wanita lebih beresiko menderita osteoporosis dan patah tulang pada masa postmenopause.
American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita di atas 50 tahun, terdapat 13-18 yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya
kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai
tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang memerlukan pengobatan, 80 adalah wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami
osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang tenderita osteoporosis kurang
lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat komplikasinya Proverawati, 2009.
2.1.11. Penyakit Jantung Koroner