Kajian Teori PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

memecahkan masalah dan siswa lain mendengarkan sehingga siswa menjadi pembelajar mandiri yang handal.

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem

Solving TAPPS Menurut Whimbey dan Lochhead metode ini menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai Problem Solver dan Listener untuk memecahkan suatu permasalahan setelah selesai bertukar peran. 12 Setiap siswa memiliki tugas masing-masing, dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur yang telah ditentukan. Satu orang siswa menjadi Problem Solver. Hal yang pertama harus dia lakukan adalah membaca soal dan kemudian dilanjutkan dengan mengungkapkan semua hal yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut. Satu orang lagi sebagai Listener. Seorang Listener harus membuat Problem Solver tetap berbicara. Tugas utama seorang Listener adalah memahami setiap langkah maupun kesalahan yang dibuat Problem Solver. Seorang Listener yang bagus tidak hanya mengetahui langkah yang diambil Problem Solver tetapi juga memahami alasan yang digunakan untuk memilih langkah tersebut. Listener harus berusaha untuk tidak menyelesaikan masalah Problem Solver. Listener sebaiknya dianjurkan untuk menunjukkan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebutkan letak kesalahannya. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi Problem Solver dan Listener. Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa belajar. Strategi dalam memecahkan masalah merupakan suatu rangkaian langkah pemecahan yang digunakan oleh problem solver untuk mencapai suatu solusi. Banyak strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun strategi pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini 12 Arthur Whimbey and J. Lochhead, Problem Solving Comprehension, 2012, http:books.google.co.id. untuk menyelesaikan soal-soal matematika selama proses belajar mengajar adalah strategi pemecahan masalah menurut Polya. Menurut Polya langkah pemecahan masalah terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut : 13 1. Memahami Masalah Memahami masalah merupakan langkah yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah karena dalam penyelesaian suatu masalah akan sangat bergantung pada pemahaman terhadap masalah itu sendiri. Polya mengungkapkan bahwa untuk memahami masalah perlu menjawab pertanyaan sebagai berikut: Data apa yang diberikan? Apa yang ditanyakan? Bagaimana kondisi soal? Apa yang tidak diketahui? Mungkinkah kondisi dinyatakan alam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? Apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan? Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi itu berlebihan, atau kondisi itu saling bertentangan? Selain menjawab pertanyaan, untuk memahami masalah disarankan untuk membuat gambar jika memungkinkan, dan menuliskan notasi yang sesuai. 2. Merencanakan Suatu Penyelesaian Pada langkah ini ditentukan hubungan antara hal yang diketahui dengan hal yang ditanyakan. Selanjutnya disusun rencana pemecahan masalahnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Apakah pernah ada soal ini sebelumnya? Atau pernahkah ada soal yang sama atau serupa dalam bentuk lain? Tahukah soal yang mirip dengan soal ini? Teori mana yang dapat dipakai dalam masalah ini? 3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian Melaksanakan penyelesaian yang menekankan pada pelaksanaan prosedur yang ditempuh meliputi: Melaksanakan rencana penyelesaian, Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar? Bagaimana membuktikan langkah yang dipilih sudah benar? 13 Sri Wardhani dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, Yogyakarta: PPPPTK MATEMATIKA, 2010, h. 34-37 4. Memeriksa Kembali Proses dan Hasil Secara Keseluruhan Memeriksa kembali proses dan hasil yang meliputi: Bagaimana memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain? Dapatkah jawaban itu dibuktikan? Dan Dapatkah cara atau jawaban tersebut digunakan untuk soal-soal lain? Gambar 2.1 Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya Dalam penelitian ini strategi empat tahap menurut Polya diterapkan pada saat penggunaan metode TAPPS untuk memecahkan permasalahansoal. Metode ini melibatkan siswa bekerja secara berpasangan dengan tugas yang berbeda untuk setiap siswa. Seorang siswa bertugas memecahkan masalah bersama temannya yang secara tidak langsung membantu proses pemecahan masalah dengan cara meminta penjelasan seluruh langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa tersebut. Hal ini membuat siswa untuk terus menggunakan komunikasi lisan dan tulisan matematik siswa. Satu orang siswa berperan sebagai problem solver. Tugas problem solver adalah membaca soal dan kemudian menganalisa soal tersebut sesuai dengan fakta dan konsep yang telah dipahami. Hasil analisanya tersebut disampaikan kepada listener. Satu orang lagi sebagai listener. Seorang Memahami Mengkaji Ulang Menggunakan Strategi Menyelesaikan Masalah listener bertugas untuk mendengarkan dan menganalisa pendapat yang diberikan oleh problem solver. Listener harus membuat problem solver tetap berbicara. Listener harus memahami setiap langkah, jawaban, analisa, yang diberikan oleh problem solver. Sebaiknya, listener jangan menyelesaikan masalah problem solver, tetapi dianjurkan untuk menunjukkan bila terjadi kesalahan. 14 Secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut: 1 Menjadi seorang problem solver a Menyiapkan buku catatan, alat tulis, kalkulator, dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. b Membacakan masalah dengan suara keras. c Mulai untuk memecahkan masalah sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan, mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah tersebut diambil agar listener mengerti penjelasan yang dilakukan problem solver. d Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi. e Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun problem solver menganggap masalah tersebut mudah. 2 Menjadi seorang listener a Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver. b Menuntun problem solver untuk terus berbicara, tetapi tidak mengganggu problem solver ketika berpikir. c Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem solver tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang. 14 Elizabeth F Barkley. Student Engagement Techniques: A Handbook For College Faculty. 2010. USA: PB Printing, h. 259-260 d Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi dari permasalahannya. e Memastikan diri bahwa listener mengerti setiap langkah dari solusi tersebut. f Jangan biarkan problem solver melanjutkan pemaparannya jika listener tidak mengerti apa yang dipaparkan problem solver dan jika listener berpikir ada suatu kekeliruan. g Memberikan isyarat pada problem solver, jika problem solver melakukan kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan jawaban yang benar. Dilihat dari kedua peran tersebut proses pembelajaran metode TAPPS siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi problem solver dan satu orang lagi menjadi listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu. Pasangan-pasangan siswa bekerja menyelesaikan masalah. Salah satu siswa memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan. Siswa diminta untuk berganti peran untuk setiap masalah yang berbeda. Kegiatan dihentikan apabila siswa telah berhasil menyelesaikan seluruh masalah yang di berikan oleh guru. Guru dapat berkeliling memonitor aktivitas seluruh tim dan melatih listener mengajukan pertanyaan. Hal ini diperlukan karena keberhasilan model ini akan tercapai bila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah. Seorang listener harus membuat problem solver tetap berbicara. Seorang listener harus memahami setiap langkah maupun kesalahan yang dibuat problem solver. Seorang listener yang baik tidak hanya mengetahui langkah yang diambil problem solver tetapi juga memahami alasan yang digunakan problem solver untuk memilih langkah tersebut. Listener dianjurkan untuk menunjukan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebutkan letak kesalahannya dan listener berusaha untuk tidak menyelesaikan masalah problem solver. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi problem solver dan listener.

c. Keunggulan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS

Dalam metode TAPPS ada beberapa keunggulan yang dipaparkan oleh para ahli, seperti Elizabeth F. Barkley dalam bukunya menyatakan TAPPS meningkatkan kemampuan menganalisa dengan cara membantu siswa untuk merumuskan pendapat, melatih konsep, mengerti tahapan-tahapan berpikir mereka, dan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan dalam penalaran seseorang. TAPPS juga dapat membantu mengembangkan kesadaran metakognitif sebagaimana disediakan satu struktur agar siswa mengobservasi dengan baik pelajarannya sendiri. 15 Demikian juga dengan Slavin yang mengatakan bahwa: “TAPPS permits student to rehearse the concepts, relate them to existing frameworks, and produce a deeper understanding of the material”. 16 Yang berarti bahwa TAPPS memungkinkan siswa untuk berlatih konsep, mengaitkannya dengan kerangka kerja yang ada, dan menghasilkan pemahaman yang lebih di dalam materi. Metode ini melibatkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi, metode ini juga dapat memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh kearah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik. Metode TAPPS merupakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Satu siswa memecahkan masalah dengan memperdengarkannya dan yang lain mendengar, akan meningkatkan vokalisasi dan akurasi serta kemampuan komunikasi lisan 15 Ibid, h. 259 16 Slavin, Thinking Aloud Pair Problem Solving, 2012, http:www.wcer.wisc.edu. siswa. TAPPS membantu siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan pasangannya. 17 Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa metode TAPPS memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 2. Meningkatkan pemahaman konsep. 3. Mengurangi pemikiran impulsif. 4. Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif. 5. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik. Melalui metode TAPPS siswa belajar untuk bertangggung jawab dam kegiatan belajar, tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Dalam metode TAPPS siswa dituntut bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapai ketika proses pembelajaran berlangsung. Metode TAPPS mengharuskan siswa untuk mengartikulasikan pikiran mereka kepada seorang listener ketika mereka memecahkan masalah yang diajukan. Dalam proses tersebut, siswa belajar untuk mengorganisasikan dan menilai kualitas pemikiran mereka sendiri. Sebagai listener, siswa belajar untuk menghargai berbagai cara logis yang digunakan oleh problem solver dalam memecahkan suatu masalah. 17 David H. Jonassen, Learning to Solve Problem An Instructional Design Guide, San Francisco: Pfeiffer,2004, h. 139.

3. Desain Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS Dalam

Proses Pembelajaran Dalam menerapkan metode TAPPS di kelas, yang perlu diperhatikan adalah prosedur pelaksanaan metode tersebut agar terlaksana dengan baik. Yang patut dikembangkan dan diterapkan kepada siswa adalah bagaimana siswa bekerja sama agar termotivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir dalam menyelesaiakan masalah pada pembelajaran matematika. Adapun langkah-langkah atau prosedur pembelajaran matematika dengan menggunakan etode TAPPS secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS Tahapan Kegiatan Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan - Guru dan siswa berdoa bersama. - Guru mengabsen siswa. - Guru menyampaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai tujuan pembelajaran. - Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa. - Menginformasikan kepada siswa bahwa metode yang akan digunakan pada setiap pertemuan yaitu metode TAPPS dan menyampaikan prosedur pelaksanaannya. Kegiatan Inti Eksplorasi: - Guru memberikan lembar kerja kepada masing-masing siswa dan memberikan sedikit penjelasan mengenai lembar kerja siswa LKS tersebut. - Siswa menggali pengetahuan awal melalui lembar kerja siswa LKS yang telah diberikan guru. - Guru membagi siswa secara berpasangan menjadi kelompok-kelompok kecil 2 orang setiap kelompok. - Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran, guru memberikan Lembar Kerja Siswa LKS yang terdiri dari dua permasalahan. - Guru menugaskan siswa untuk mulai mengerjakan LKS sesuai pengetahuan mereka dengan dibantu bahan ajar dari buku paket. Diharapkan siswa mampu mengeksplor dan mengkomunikasikan permasalahan pada LKS dengan meluapkan ide matematiknya. - Permasalahan I dikerjakan oleh siswa yang menjadi problem solver pertama. Dan permasalahan II dikerjakan oleh siswa yang menajdi problem solver kedua listener pertama. - Guru mengamati dan mengawasi siswa dalam mengerjakan LKS. Elaborasi: - Setelah siswa selesai mengerjakan LKS, mereka mulai menjalankan tugasnya masing-masing sebagai problem solver dan listener. - Siswa yang bertugas sebagai problem solver pertama mendapat bagian tentang permasalahan I. Dimulai dari membacakan soal sampai kepada penyelesaian dan kesimpulannya yang dikomunikasikan kepada listener. - Listener bertugas untuk menyimak dan menganalisa jawaban dari problem solver. Listener berhak mengajukan pertanyaan dan interupsi jika terjadi kesalahan dalam penyampaian oleh problem solver. Tetapi tidak diperkenankan untuk membantu problem solver dalam memberi jawaban. - Guru mengarahkan setiap pemasangan untuk secara bergantian menjadi problem solver dan listener. - Lalu menyelesaikan permasalahan II seperti pada saat membacakan soal sampai kepada penyelesaian dan kesimpulannya yang dikomunikasikan kepada listener pada permasalahan I. - Guru membimbing kelompok siswa dalam melakukan keterampilan metode TAPPS dan memberikan bantuan kepada siswa yang kurang terampil dalam melakukan perannya, terutama untuk peran seorang listener. Konfirmasi: - Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar kesulitan yang siswa hadapi ketika mengerjakan soal. Dan guru bersama siswa membahas soal-soal tersebut. - Guru memberikan evaluasi akhir dengan meminta siswa secara individu mengerjakan sebuah soal yang diberikan guru, dan mengumpulkan kembali lembar kerja siswa untuk diberikan penilaian oleh guru. Penutup - Guru bersama siswa membuat rangkuman dan memberikan kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. - Guru meminta siswa mempelajari materi selanjutnya. - Guru menginformasikan kepada siswa bahwa untuk pertemuan-pertemuan berikutnya metode pembelajaran yang akan digunakan adalah metode TAPPS. - Guru bersama siswa menutup pelajaran dengan salam. Pembelajaran dengan menggunakan metode TAPPS selain tertuju kepada aspek dan keterampilan kognitif untuk memahami konsep dalam memecahkan masalah yang menghindari jawaban yang sederhana, tetapi juga bertujuan untuk melatih verbalisasi siswa dalam menyampaikan permasalahan sekaligus memecahkannya kepada siswa lain. Pembelajaran akan terasa lebih bermakna untuk siswa karena mengkolaborasikan aspek berpikir dan interaksi sosial, sehingga memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk permasalahan yang dihadapi.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Yuniawatika pada tahun 2008 terhadap siswa kelas VIII SMPN 1 Bandung, dengan judul Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa SMP melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS Thinking Aloud Pair Problem Solving secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode non-TAPPS pembelajaran biasa. 18 Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian Heti Nurhayati pada tahun 2012, dengan judul Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa SMP melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS Thinking Aloud Pair Problem Solving secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode non-TAPPS metode pembelajaran diskusi. 19

C. Kerangka Berpikir

Di dalam proses pembelajaran matematika merupakan proses yang sengaja dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika, serta harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Jadi dalam proses belajar matematika, salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar matematika siswa adalah metode pembelajaran yang tepat oleh guru. 18 Yuniawatika, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS Untuk Meiningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, Skripsi pada Pendidikan Matematika UPI Bandung, Bandung, 2008, h. 97, tidak dipublikasikan. 19 Heti Nurhayati, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS Untuk Meiningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Si swa SMP”, Skripsi pada Pendidikan Matematika UPI Bandung, Bandung, 2012, h. 70, tidak dipublikasikan. Proses belajar matematika merupakan hal yang kontinu. Jadi siswa dituntut dalam penguasaan konsep yang telah dipelajari agar dapat ditransfer ke konsep selanjutnya atau ilmu pengetahuan lain. Peran guru dalam pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Peran guru yang dimaksud adalah dengan memberikan interaksi kepada siswa melalui metode pembelajaran yang baik. Metode pembelajaran tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. Metode pembelajaran yang tepat dapat secara efektif menggiring proses berpikir siswa kearah yang benar serta perubahan dalam aktivitas dan representasi yang dibuat siswa dapat secara lebih efektif. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS merupakan model pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Dalam metode TAPPS didapatkan adanya proses kebersamaan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Interaksi antara listener dan problem solver ini akan berjalan dengan baik jika setiap pasangan baik listener maupun problem solver mempunyai kemampuan yang heterogen, serta komunikasi matematik yang mendukung. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dalam menyatakan ide-ide matematikanya adalah dengan memberikan interaksi antar siswa yang terbimbing serta relevan dengan materi yang sedang dibahas melalui metode pembelajaran yang tepat. Sebuah tuntutan yang mengharuskan para siswa belajar lebih serius terlebih dalam memuat aspek pengetahuan matematika. Salah satu poin dalam bidang matematika yakni komunikasi. Munculnya pola pikir dikalangan siswa bahwa matematika bukanlah suatu bidang untuk mengembangkan tingkat kemampuan berkomunikasi juga merupakan suatu indikasi bahwa masih terdapat pendapat siswa akan ketidakmengertiannya terhadap matematika. Padahal, pada hakikatnya matematika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang memuat berbagai macam aspek termasuk didalamnya adalah komunikasi. Dalam komunikasi matematik, lain halnya dengan pengetahuan ilmu bahasa yang lebih menekankan pada kaidah dan telaah bahasa itu sendiri. Komunikasi matematik lebih menekankan penyampaian ide-ide matematik baik secara tulis maupun lisan. Untuk memudahkan dalam memahami kerangka berpikir ini, perhatikan bagan dibawah ini : Gambar 2.2 Diagram Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika Keaktifan Siswa Peran Guru Penguasaan Konsep yang Dimiliki Siswa Memberikan Interaksi Antar Siswa Melalui Metode TAPPS Mengkomunikasikan Ide-ide Matematik Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan uraian dan diagram di atas, diduga bahwa dengan pembelajaran matematika melalui metode pembelajaran yang tepat yaitu metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS dapat dijadikan suatu langkah penyesuaian untuk menghadapi kondisi perkembangan tuntutan pendidikan terutama dalam peningkatan kualitas pembelajaran matematika berupa kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara matematik.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran ekspositori ”. 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di SMPN 178 Jakarta Jl. Mawar 6A, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada kelas VIII dengan waktu penelitian dimulai dari bulan Januari – Februari 2014 semester genap tahun ajaran 2013-2014. Adapun agenda pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai berikut : Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan 2013 2014 Okt Nov Des Jan Feb Mar Persiapan dan Perencanaan Observasi Kegiatan Penelitian Pengolahan Data Laporan Penelitian

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu quasi experimental, 1 yaitu metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap kondisi kelas dan lingkungan belajar kelas eksperimen. Peneliti akan menguji pengaruh metode TAPPS terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa dengan cara membandingkan kemampuan komunikasi matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran TAPPS kelompok 1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012, h. 59. eksperimen dengan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode ekspositori kelompok kontrol. Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah Randomized Posttest-Only Comparison Group Design. Dalam desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki karakteristik yang sama atau homogen karena diambil atau dibentuk secara acak random dari populasi yang homogen pula. 2 Artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama. Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yang pembelajarannya menggunakan metode TAPPS, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan seperti biasanya menggunakan pembelajaran ekspositori, pembelajaran pada kedua kelompok tersebut dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut : Tabel 3.2 Rancangan Desain Penelitian Kelompok Pengambilan Perlakuan Post tes Eksperimen R X 1 O Kontrol R X 2 O Keterangan : X 1 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran TAPPS X 2 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran ekspositori R = Pemilihan sampel secara randomacak O = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol 2 Ruseffendi, Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan Bidang Non-Eksakta Lainnya,Bandung:PT Tarsito,2005,h.51

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya 3 . Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 178 Jakarta kelas VIII pada semester Genap tahun 20132014 yang terbagi dalam 7 kelas. Penempatan siswa pada kelas VIII SMPN 178 Jakarta dilakukan secara acak oleh pihak sekolah tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Siswa tidak dikelompokkan dengan beberapa kriteria dan kurikulum yang diberikan pun sama. Dengan demikian, diasumsikan bahwa setiap kelas pada kelas VIII SMPN 178 Jakarta ini merupakan kelas yang relatif homogen dengan karakteristik siswa dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sempel adalah contoh yang dianggap mewakili populasi, atau cermin dari keseluruhan objek yang diteliti 4 . Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Cluster Sampling. Cluster Sampling merupakan bentuk sampling random dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa cluster dengan aturan-aturan tertentu. 5 Setelah dilakukan sampling terhadap 7 kelas yang ada, diperoleh sampel kelas VIII 2 yang terdiri dari 36 siswa dan kelas VIII 3 yang terdiri dari 36 siswa. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh kelas VIII 2 sebagai kelas kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan ekspositori, dan kelas VIII 3 sebagai kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan metode TAPPS. 3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 215. 4 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011 h. 155 5 Ibid, h. 163 Gambar 3.1 Teknik Pengambilan Sampel

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan pemberian tes kemampuan komunikasi matematik yang sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes kemampuan komunikasi matematik. Tes kemampuan komunikasi matematik yang diberikan terdiri dari 6 soal dengan pokok pembahasan Lingkaran. Adapun tes kemampuan komunikasi matematik diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII 3 yang dalam pembelajarannya diterapkan metode TAPPS dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII 2 yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan ekspositori.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi matematik. Soal tes untuk mengukur komunikasi matematik disusun dalam bentuk uraian yang terdiri dari 6 buah tes berbentuk tes objektif dengan instrumen soal pada lampiran. Pemberian tes dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan komunikasi matematik siswa. Kelas VIII 1 2 3 4 5 DIUNDI DIPEROLEH 2 3 EKS KRL 3 2 DIUNDI DIPEROLEH 6 7