d. adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dan akibat kematian
orang lain.
24
Sedangkan atas dasar objeknya, dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : 1.
kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat pada pasal 338- 340 dan pasal 344-345.
2. kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dimuat pada pasal 341-343. 3.
kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada di dalam kandungan Ibu atau janin, dimuat pada pasal 346-349.
C. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan
Sanksi dari tindak pidana pembunuhan di dalam hukum pidana islam ada beberapa jenis. Garis besarnya adalah hukuman itu terdiri dari hukuman
pokok, hukuman pengganti dan hukuman tambahan. Hukuman pokok pada tindak pidana pembunuhan adalah qisas. Apabila dimaafkan oleh keluarga
korban, maka hukuman penggantinya adalah diyat dan jika sanksi qishash atau diyat itu dimaafkan maka akan ada hukuman takzir dan hukuman
tambahan yang dimaksud adalah seperti pencabutan hak waris. Hukuman yang dijatuhkan untuk masing-masing jenis pembunuhan
juga berbeda, yaitu sebagai berikut : 1. Hukuman Pembunuhan Sengaja
24
Adami Chazawi, Ibid , h. 56-126
Hukuman pokoknya adalah qisas atau balasan setimpal. Yang dimaksud dengan balasan setimpal adalah perbuatan yang mengakibatkan
kematian maka balasannya juga kematian. Hal ini berdasarkan firman Allah S.W.T pada Q.S Al-Baqarah ayat 178-179 :
☺ ⌦
⌧ ☺
☺ ☺
⌧ ﺮ ا
: −
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman ditetapkan atasmu qishash dalam pembunuhan, orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba dan perempuan dengan perempuan. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah yang diberi maaf membayar
diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih.178. Dan dalam
qishash itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hari orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.179”.
Q.S Al-Baqarah : 178-179
Apabila qisas tidak dilaksanakan baik karena tidak memenuhi syarat- syarat pelaksanaannya maupun mendapatkan maaf dari keluarga korban
maka hukuman penggantinya adalah dengan membayar diyat berupa 100
seratus ekor unta kepada keluarga korban. hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad S.A.W kepada penduduk Yaman :
ﻰ ناو لﻮ ا ءﺎ وا ﻰ ﺮ نا ا دﻮ ﺎ ﺔ ﺎ ﺆ ﻂ ْ ا ﱠنأ ا
ﺔ ﺪ ا ا ﺔﺋ ﺎ
… .
دودﻮ ا ارو ,
ئ ﺎ ا ,
ﺰﺧ ا ,
ﺪ ا و ن ﺎ ا
Artinya : “Sesungguhnya barangsiapa yang membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang sah dan ada saksi, ia harus diqishash kecuali
apabila keluarga korban merelakan memaafkannya dan sesungguhnya dalam menghilangkan nyawa harus membayar diyat
berupa seratus ekor unta”.
H.R Abu Daud, Al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Ahmad
Walaupun sudah ada hukuman pengganti yang berbentuk diyat namun dalam pelaksanaannya diserahkan kembali kepada keluarga korban,
apakah akan menuntut hukuman diyat itu atau tidak namun pelaku akan tetap dikenai hukuman tambahan atau kifarat yang merupakan hak dari
Allah. Bentuk pertama dari hukuman kifarat ini adalah memerdekakan hamba
sahaya dan bila tidak melakukannya maka wajib menggantinya dengan puasa dua bulan berturut-turut dan hukuman kedua dari kifarat ini adalah
kehilangan hak mewarisi dari yang dibunuhnya. Sesuai dengan hadits Nabi :
ءْ ثاﺮ ا ﺎ
ﻰ ﻄ راﺪ ا و ئ ﺎ ا ارو
Artinya : “Si pembunuh tidak boleh mewarisi harta orang yang dibunuhnya”. H.R An-Nasa’I dan Daruquthni
2. Hukuman Pembunuhan Semi Sengaja
Hukuman pokoknya adalah diyat mughalladzah artinya diyat yang diperberat. Dasar dari hukuman diyat mughalladzah ini adalah :
ﺎهد وأ ﺎﻬ ﻮﻄ ﻰ نْﻮ ْرأ ﺎﻬ ﻹا ﺔﺋ ﺎ ﺪ ا و ﺈﻄ ا ﺔ د نإ أ ن ﺎ ا
و ﺎ اﻮىﺋ ﺎ اودوادﻮ أ ﺮ أ
Artinya :”Ingatlah, sesungguhnya diyat kekeliruan dan menyerupai sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah
seratus ekor unta, diantaranya empat puluh ekor yang di dalam perutnya ada anaknya sedang bunting”.
H.R Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
Perbedaan antara diyat pembunuhan sengaja dengan pembunuhan semi
sengaja terletak pada pembebanan dan waktu pembayaran. Pada pembunuhan sengaja, diyat dipikul oleh pelaku sendiri dan
pembayarannya tunai sedangkan pada pembunuhan semi sengaja, diyat dibebankan kepada keluarga pelaku atau aqilah dan pembayarannya dapat
diangsur selama tiga tahun. Hukuman kifarat terhadap pembunuhan semi sengaja adalah
memerdekakan hamba sahaya dan dapat diganti dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika hukuman diyat gugur karena adanya
pengampunan maka pelaku akan dikenakan hukuman takzir yang diserahkan kepada hakim yang berwenang sesuai dengan perbuatan si
pelaku. Hukuman tambahan pada pembunuhan semi sengaja sama dengan hukuman tambahan pada pembunuhan sengaja, yaitu tidak dapat mewarisi
dari orang yang telah dibunuhnya. 3.
Hukuman Pembunuhan karena Kesalahan
Hukuman pokok yang dijatuhkan adalah diyat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan. Keringanan tersebut dapat dilihat dari tiga aspek,
yaitu : a.
Kewajiban pembayaran dibebankan kepada aqilah keluarga. b.
Pembayaran dapat diangsur selama tiga tahun c.
Komposisi diyat dibagi menjadi lima kelompok : -
20 ekor anak sapi betina, berusia 1-2 tahun -
20 ekor sapi betina yang sudah besar -
20 ekor sapi jantan yang sudah besar -
20 ekor unta yang masih kecil, berusia 3-4 tahun -
20 ekor unta yang sudah besar, berusia 4-5 tahun Hukuman pokok lainnya adalah dengan memerdekakan hamba sahaya
atau diganti dengan berpuasa dua bulan berturut-turut dan hukuman tambahan adalah tidak dapat mewarisi harta dari orang yang telah
dibunuhnya walaupun pembunuhannya karena kesalahan. Sanksi dalam pembunuhan pada hukum pidana positif adalah sebagai berikut :
1. Pembunuhan Sengaja, dalam bentuk umum atau pokok diatur dalam
pasal 338 KUHP : “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
2. Pembunuhan Berencana, diatur dalam pasal 340 KUHP :
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana
moord, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
3. Pembunuhan Tidak dengan Sengaja. Diatur dalam pasal 359 KUHP:
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun”.
Di dalam hukum pidana positif, tindak pidana pembunuhan juga merupakan suatu bentuk kejahatan yang serius. Hal ini dapat dilihat dari ancaman
hukuman dari ketiga bentuk tindak pidana tersebut. Pembunuhan sengaja merupakan bentuk umum, pokok atau biasa dari
suatu tindak pidana pembunuhan sedangkan pembunuhan berencana, sangat terkait dengan batin dari si pelaku. Pada dasarnya, istilah direncanakan
terlebih dahulu adalah suatu pengertian yang harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pengambilan keputusan untuk berbuat atas sesuatu dilakukan pada suasana
hati yang tenang. b. Dari sejak adanya keputusan atau kehendak akan berbuat sesuatu sampai
pada pelaksanaan ada tenggang waktu yang cukup yang dapat dipergunakan untuk berpikir kembali.
c. Dalam melaksanakan perbuatannya, dilakukan dalam suasana hati yang
tenang. Artinya ketika melakukan perbuatan dalam kondisi yang tidak dipengaruhi oleh emosi dan tidak tergesa-gesa.
25
Pada pembunuhan berencana ini, ancaman hukumannya lebih berat karena kembali pada niat dan kesiapan pelaku dalam melakuakan semuanya.
25
Adami Chazawi, Ibid , h. 27
Tenggang waktu yang ada merupakan suatu kesempatan bagi pelaku untuk meneruskan atau tidak dan ketika pelaku memilih untuk tetap
melanjutkan maka ancaman hukumannya pun lebih berat, sedangkan pada pembunuhan tidak disengaja, terdapat unsur-unsur sebagai berikut : adanya
kelalaian, adanya wujud perbuatan tertentu, mengakibatkan kematian orang lain dan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan kematian
orang lain tersebut. Hal yang paling membedakan antara pembunuhan tidak sengaja dengan dua bentuk pembunuhan lainnya adalah tidak adanya niat dari
si pelaku untuk mengakibatkan matinya seseorang dan juga adanya unsur kelalaian sehingga menyebabkan ancaman hukumannya pun jauh lebih ringan
daripada dua bentuk pembunuhan lainnya. Melihat penjabaran di atas maka dapat dikatakan bahwa penerapan
sanksi pada hukum pidana islam bertujuan untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban dan juga ketenangan baik untuk keluarga korban maupun
masyarakat lainnya. Oleh karena itu, penjatuhan hukuman kepada pelaku pembunuhan berada di tangan keluarga atau wali korban, sebagai pihak yang
paling dirugikan yang ketentuannya sudah diatur di dalam Al-Qur’an dan Hadits sedangkan walaupun tujuan umum dari sanksi di dalam hukum pidana
positif adalah sebagai alat untuk membalas akan tetapi dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun membuat tujuan tersebut tidak
tercapai karena penjatuhan hukuman tersebut berada di tangan hakim yang justru, kadang keputusannya membuat keluarga korban tidak mendapatkan
keadilan sebagaimana mestinya dan kehidupan masyarakat pun menjadi terganggu.
BAB IV TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA