Pengertian Pembunuhan Anak oleh Orang Tuanya

kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. Q.S Al-An’aam : 151-152

B. Pengertian Pembunuhan Anak oleh Orang Tuanya

Menurut Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam buku “Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia”, pembunuhan anak adalah pembunuhan oleh ibunya sendiri dari seorang anak pada waktu atau tidak lama setelah dilahirkan dan yang didorong oleh ketakutan si ibu akan diketahui bahwa ia telah melahirkan anak. Menurut Ny. Nayla Widharma S.H dalam “Kuliah Delik-delik khusus dalam KUHP” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tanggal 01 Februari 1983 mengatakan bahwa pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan si ibu atas pertimbangan bahwa si ibu takut diketahui bahwa ia melahirkan anak yang dilakukan pada saat atau tidak berapa lama setelah melahirkan anaknya. Pada dasarnya pembunuhan ini dilakukan sebagai berikut : a. Pada saat dilahirkan b. Tidak lama setelah dilahirkan Dilihat dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh ibunya sendiri dengan motif takut keberadaan anaknya diketahui orang lain yang dilakukan pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan. Pembunuhan anak untuk selanjutnya dibahas pada pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan pada bahwa pembunuhan terhadap anak itu adalah hilangnya nyawa anak yang sebelumnya disertai dengan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan. Hal yang sama juga dicantumkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan di Dalam Rumah Tangga KDRT. Ketika kematian seorang anak itu disebabkan oleh orang tuanya sendiri maka ancaman hukumannya pun diperberat pada pasal 80 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu : “Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya”. Di dalam hukum pidana islam, pembunuhan terhadap anak tercantum pada sebuah hadits sebagai berikut : ﺪه ﺎ ﺬ ل ﺎ ﺎ ا ر ف ل ﺎ ﺮ ﻰ إ ﺮ ﻮ أ ل ﻮ ر ل ﻮ و ﷲ ا ﻰ ﷲ ا ﻮ ا د ﺎ ا ح ﺮ نأ ﻚ ﺪ و ﺪ ﺪ أ ارو Artinya : “Dari Mujahid berkata : “ada seseorang yang membunuh anaknya dengan pedang, maka hal itu dilaporkan kepada Umar bin Khattab, lalu beliau berkata : “seandainya aku tidak pernah mendengar Rasulullah S.A.W bersabda bahwa seorang ayah tidak boleh dihukum qisas dengan sebab membunuh anaknya, sungguh aku akan membunuh kamu sebelum kamu pergi dari sini”. H.R Ahmad Kata ﺪ ﻮ ا diartikan sebagai seseorang yang ada karena keberadaan orang tuanya atau terlahir dari orang tuanya atau anak kandung. Maksudnya adalah dari awal keberadaannya walaupun masih dalam bentuk gumpalan daging di dalam rahim ibunya akan tetap disebut anak karena keberadaan dia yang disebabkan oleh orang tuanya. Dari mulai dia ada di dalam rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya maka dia akan disebut ﺪ ﻮ ا dan kata ini berlaku bagi perempuan dan laki-laki. Kata ﺪ اﻮ ا , walaupun merujuk kepada bapak tapi dapat juga diartikan sebagai ibu. Pemakaian kata bapak di dalam hadits dikarenakan pada zaman Rasulullah, para bapaklah yang paling banyak membunuh anaknya. 29 Melihat penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembunuhan anak di dalam islam adalah hilangnya nyawa seorang anak baik laki-laki ataupun perempuan dan tanpa batasan umur yang dilakukan oleh orang tuanya baik bapak ataupun ibu. Hadits di atas ini tidak hanya diriwayatkan oleh Ahmad tetapi juga oleh Ibnu Majah dan juga At- Tirmidzi. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi memiliki penjelasan dari Al-Munawi dan juga Imam Syafi’i mengenai kenapa orang tua tidak dikenai qisas. Menurut Al-Munawi, orang tua adalah sebab dari adanya anak maka tidak mungkin anak menjadi sebab tidak adanya orang tua sedangkan menurut Imam Syafi’i adalah bahwa dia mengetahui hadits tersebut dari 29 Manzur, Ibnu, Lisan al-Arab, Al-Qahirah : Dar al-Hadits, 2003, Jilid 9, h. 397. banyak ulama bahwa seorang ayah tidak boleh diqisas karena membunuh anaknya. Maka, dia juga sependapat dengan hal itu 30 . Keberadaan hadits ini juga diperkuat dengan adanya hadits yang menyatakan bahwa,”kamu dan hartamu adalah milik ayahmu”. Hal ini makin memperkuat posisi orang tua dalam kehidupan anaknya. Menurut beberapa ulama, alasan tentang hadits ini adalah bahwa orang tua sangat mencintai anaknya, apa pun yang dia lakukan pasti dilakukan untuk kebaikan anaknya sedangkan anaknya mencintai orang tuanya karena untuk dirinya sendiri. Namun Imam Malik tidak sependapat. Menurutnya orang tua dapat dikenai qisas karena hadits di atas ditafsirkan hanya untuk tindak pidana pembunuhan anak yang tidak disengaja. Tindakan tersebut pada awalnya yang dilakukan untuk mendidik anaknya tapi malah menyebabkan kematian. Perbedaan diantara para ulama ini terjadi dilatarbelakangi oleh salah satunya adalah kondisi sosial yang ada pada saat itu terutama perbedaan kondisi sosial antara Imam Malik dan Imam Syafi’i. Kondisi sosial pada masa Imam Syafi’i dapat dikatakan tidak separah dengan kondisi sosial pada masa Imam Malik sehingga Imam Syafi’i berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin orang tua dapat membunuh anaknya sendiri karena anak tersebut merupakan darah dagingnya yang amt dia dambakan dan sayangi. Tindakan pembunuhan anak oleh orang tuanya tersebut dianggap sebagai tindakan yang tidak dapat terbayangkan dan tidak mungkin terjadi. 30 CD Maktabah Syamilla Amat berbeda dengan kondisi sosial sebelum masa Imam Syafi’i, yaitu pada masa Imam Malik. Pada masa itu, kondisinya amat parah sehingga pembunuhan anak bukn menjadi suatu hal yang langka tapi sering terjadi. Atas dasar itulah, Imam Malik berpendapat bahwa pembunuhan anak oleh orang tuanya dikenakan qisas untuk memberikan pelajaran dan efek jera kepada para orang tua agar jangan memperlakukan nyawa anaknya dengan semena-mena.

C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pembunuhan Anak oleh Orang Tuanya