Bentuk-bentuk Tindak Pidana KONSEP TINDAK PIDANA

atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”. 10 3. Prof. Moeljatno mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sangsi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 11 Dilihat dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sarjana hukum maka dapat disimpulkan bahwa Strafbaar feit atau tindak pidana adalah perbuatan yang bertentangan atau melawan hukum dan diancam dengan pidana yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya.

B. Bentuk-bentuk Tindak Pidana

Menurut Ahmad Hanafi, M.A, di dalam hukum pidana Islam, bentuk- bentuk tindak pidana atau jarimahnya jinayah dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : 1. Dilihat dari berat atau ringannya hukuman dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Jarimah Hudud adalah jarimah yang diancamkan dengan hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya serta merupakan hak Tuhan. Jarimah hudud ini ada tujuh macam, yaitu zina, qadzaf tuduhan palsu zina, mengkonsumsi minuman keras syurb al- 10 Ibid, h. 181 11 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, P.T Rineka Cipta, 2002, h. 54. khamr, mencuri, pembegalan perampokkan hirabah, murtad dan pemberontakkan. b. Jarimah Qisas-Diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman- hukuman yang telah ditentukan batasnya dan tidak mempunyai batas terendah atau tertinggi tapi telah menjadi hak perseorangan. Jarimah qisas-diyat ini ada lima macam, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja. c. Jarimah Ta’zîr adalah jarimah yang ancaman hukumannya bertujuan untuk memberikan pengajaran dan yang berwenang menetapkan dan menjatuhkan hukuman tersebut adalah para penguasa. 2. Dilihat dari niat si pelaku, dibagi menjadi dua, yaitu : a. Jarimah Sengaja adalah si pelaku dengan sengaja melakukan perbuatannya sedangkan dia tahu bahwa perbuatannya itu di larang salah. b. Jarimah Tidak Sengaja adalah si pelaku tidak sengaja melakukan perbuatan yang dilarang tetapi perbuatan itu terjadi sebagai akibat dari kekeliruan. 3. Dilihat dari cara mengerjakannya, dibagi menjadi dua : a. Jarimah Positif adalah jarimah yang terjadi karena mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang seperti mencuri, zina dan sebagainya. b. Jarimah Negatif adalah jarimah yang terjadi karena tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan, seperti tidak mengeluarkan zakat. 4. Dilihat dari orang yang menjadi korban, dibagi menjadi : a. Jarimah Perseorangan adalah jarimah yang penjatuhan hukumannya bertujuan untuk melindungi kepentingan perseorangan. Seperti pencurian. b. Jarimah Masyarakat adalah jarimah yang penjatuhan hukumannya bertujuan untuk menjaga ketentraman masyarakat. Seperti pembegalan atau perampokkan. 5. Dilihat dari sifat kekhususannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu jarimah biasa dan jarimah politik. Pembedaan dari kedua jarimah ini terletak pada motif yang mengikuti perbuatan tersebut. Pembedaan jarimah ini pun di latar belakangi dari peristiwa sejarah, tentang adanya jarimah-jarimah yang dilakukan dengan motif politis. 12 Di dalam hukum pidana positif, pada hakekatnya, tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu kejahatan dan pelanggaran. Pembagian ini muncul di dalam KUHP Belanda pada tahun 1886 yang kemudian tetap ada pada KUHP Indonesia pada tahun 1918. Dasar pembedaan ini, menurut para sarjana karena sejak semula dapat dirasakan mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum sebelum para pembuat undang-undang menyatakannya di dalam undang-undang atau disebut dengan delik hukum dan mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum setelah dinyatakan di dalam undang-undang atau disebut juga dengan delik undang-undang. Pembeda lainnya adalah pada berat atau ringannya pidana yang diancamkan. 12 Ahmad Hanafi, M.A, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta, P.T Bulan Bintang, 2005, h. 7. Dalam tindak kejahatan, diancamkan pidana yang berat seperti mati sedangkan untuk tindak pelanggaran maka diancam dengan sanksi yang ringan. Namun, dalam perkembangannya telah terjadi kesulitan dalam pembedaannya antara kejahatan dan pelanggaran karena baik kejahatan maupun pelanggaran dapat diancam dengan pidana penjara atau pun denda. 13 Kriteria pembagian tindak pidana yaitu kejahatan dan pelanggaran pada akhirnya tidak menghasilkan kesepakatan diantara para ahli sarjana hukum sehingga muncullah pembagian-pembagian tindak pidana berdasarkan jenis-jenis tertentu, yaitu : a. Cara perumusannya Yaitu delik formal dan delik materiil. Delik formal adalah tindakan yang dilarang tanpa mempersoalkan akibat dari tindakan itu. Contohnya dalam tindakan pencurian, selama unsur-unsur pada pasal 362 KUHP sudah terpenuhi maka tidak dipersoalkan lagi apakah tindakannya sudah selesai atau belum atau apakah korban merasa rugi atau tidak. Delik materiil adalah tindakan yang selain dilarang juga harus ada akibat yang timbul dari tindakan tersebut sehingga dapat dikatakn telah terjadi tindak pidana sepenuhnya. Contohnya dalam hal pembunuhan. b. Cara melakukan tindak pidana 13 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, Alumni Ahaem- Petehaem,1996, h. 226. Dibagi menjadi tiga, yaitu delik komisi delicta commissionis, delik omisi delicta ommissionis dan delik campuran delicta commissionis per ommissionem commissa. Delik komisi adalah tindakan aktif active handeling yang dilarang dan untuk pelanggarannya diancam pidana. Contoh : dilarang membunuh Pasal 338, dilarang mencuri Pasal 362 dan lain-lain. Delik omisi adalah tindakan yang pasif passive handeling. Tindakan yang diharuskan untuk dilakukan dan jika tidak dilakukan akan diancam dengan pidana. Contoh : Wajib melaporkan kejahatan tertentu Pasal 164, memberikan pertolongan kepada orang yang berada dalam bahaya Pasal 531. Delik campuran adalah tindakan yang terdiri dari tindakan komisi dan omisi sekaligus. Contoh : membiarkan orang yang masih wajib ada di dalam pemeliharaannya sehingga mengakibatkan kematian orang tersebut Pasal 306. c. Dilihat dari ada atau tidaknya pengulangan atau kelanjutannya Delik Mandiri adalah jika tindakannya hanya dilakukan satu kali saja sedangkan delik berlanjut atau sama yang berulang adalah jika tindakan yang sama dilakukan berulang seperti pemegang kas yang tiap hari menggelapkan uang sedikit demi sedikit sampai akhirnya dia tertangkap. d. Dilihat dari berakhir atau berkesinambungan suatu delik Delik berakhir atau selesai adalah delik dengan melakukan sesuatu perbuatan seperti merampas kemerdekaan orang lain sedangkan delik berkesinambungan adalah delik yang terjadi karena meneruskan sesuatu yang dilarang. e. Dilihat dari tindakan itu merupakan kebiasaan atau tidak Delik yang merupakan kebiasaan adalah delik yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan sedangkan yang dimaksud dengan delik yang bukan kebiasaan adalah delik sebagai pekerjaan artinya satu perbuatan saja sudah cukup. Contoh : seorang dokter yang membuka praktek tanpa izin. f. Dilihat dari hal-hal yang dapat memberatkan atau meringankan pidana Hal-hal yang dapat memberatkan pidana seperti pencurian dengan penganiayaan sehingga ancaman hukumannya dapat diperberat sedangkan hal-hal yang meringankan seperti pelaku langsung menyerahkan diri dan mengakui kesalahannya. Hal-hal seperti ini dapat dijadikan pertimbangan bagi seorang hakim dalam memutuskan perkara. g. Dilihat dari bentuk kesalahan dari pelaku. Dibagi sebagai delik sengaja dan delik alpa. h. Dilihat dari tindakan tersebut mengenai hak hidup negara, ketatanegaraan atau pemerintahan. Yang dimaksud dalam delik ini adalah adanya pembedaan antara delik umum dengan delik yang berkaitan dengan politik atau pemerintahan. i. Dilhat dari perbedaan subjek. Dibagi menjadi delik khusus delict propria dan delik umum commune delicten . Delik khusus delict propria adalah delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu seprti delik jabatan, delik militer dan lain-lain sedangkan delik umum commune delicten adalah delik yang dapat dilakukan oleh semua orang tanpa mensyaratkan adanya kualitas tertentu. j. Dilihat dari cara penuntutan. Dibagi menjadi dua, yaitu delik aduan klacht delicten dan delik tanpa aduan gewone delicten. Yang dimaksud dengan delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut jika adanya pengaduan dari orang yang merasa dirugikan. Misalnya delik pers tentang pencemaran nama baik sedangkan delik tanpa aduan adalah delik yang dapat dituntut tanpa perlu menunggu adanya aduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik pembunuhan. Dengan melihat penjabaran dari bentuk-bentuk tindak pidana ditinjau dari hukum pidana islam dan hukum pidana positif, dapat disimpulkan bahwa pembagian bentuk tindak pidana pada tinjauan kedua hukum tersebut mempunyai persamaan, akan tetapi pembagian bentuk tindak pidana pada hukum pidana islam terlihat lebih ringkas dan lebih jelas dalam memahaminya dibandingkan pada hukum pidana positif. Di dalam suatu tindakan ataupun perbuatan pasti ada unsur-unsur yang menyertainya. Keberadaan unsur-unsur ini sangat penting agar kita dapat menentukan apakah suatu perbuatan itu dapat disebut sebagai tindak pidana atau tidak. Menurut Ahmad hanafi dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana” menjelaskan bahwa unsur-unsur umum pada tindak pidana di dalam hukum pidana Islam ada tiga, yaitu : 1. Adanya nash yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman terhadapnya atau disebut dengan unsur formal atau “Rukun Syar’i”. 2. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan- perbuatan nyata atau pun sikap tidak berbuat dan unsur ini disebut dengan unsur materiil atau “Rukun Maddi”. 3. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya dan unsur ini disebut dengan unsur moril atau “Rukun Adabi”. Ketiga unsur di atas harus ada di dalam suatu jarimah, akan tetapi akan ada juga penambahan unsur-unsur dalam tiap jarimah secara khusus sehingga unsur-unsur khusus ini berbeda-beda pada bilangan dan macamnya. Menurut Simmons, unsur-unsur dari tindak pidana di dalam hukum pidana positif itu adalah : 1. diancam dengan pidana oleh hukum 2. bertentangan dengan hukum 3. dilakukan oleh orang yang bersalah 4. orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya. 14 Sedangkan menurut Prof. Moljatno unsur-unsur yang lahir dari suatu perbuatan adalah : a. Kelakuan dan akibat 14 Andi Hamzah, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, P.T Rineka Cipta, 2004, h. 88. b. Hal ikhwal keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Contohnya dalam kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara. Kalau tidak ada pejabat negara maka tidak ada pula kejahatan pejabat negara. c. Unsur-unsur yang memberatkan pidana. Contohnya seperti penganiayaan. Menurut Pasal 351 ayat 2 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan tapi jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka-luka berat maka akan diancam pidana penjara lima tahun. d. Sifat melawan hukum dilihat dari perbuatannya atau objektif artinya perbuataannya sendiri sudah mencerminkan perbuatan melawan hukum tanpa harus dijelaskan lagi atau dibuat unsur-unsur lagi. Contohnya dalan hal pemberontakan. Dalam hal ini, pemberontakkan sendiri sudah sangat jelas melawan hukum sehingga tidak perlu dijelaskan lagi dengan kata- kata bahwa perbuatan ini melawan hukum. e. Sifat melawan hukum dilihat dari pelakunya atau subjektif. Dalam hal ini yang dimaksud adalah niat atau maksud dari si pelaku. Misalnya pada tindak pidana pencurian, di dalam rumusan Pasal 362 KUHP unsur-unsur yang merujuk kepada niat dari si pelaku yang mencuri untuk bisa menguasai sebagian atau seluruhnya dari harta milik orang lain. Jadi, dengan demikian bahwa unsur-unsur yang harus terdapat dalam suatu tindak pidana antara hukum pidana Islam dan hukum pidana positif, pada dasarnya memiliki persamaan, yaitu ada aturan yang dilanggar, ada ancaman hukuman dan si pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

C. Tujuan dan Sanksi Pidana