Tujuan dan Sanksi Pidana

hukuman dan si pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

C. Tujuan dan Sanksi Pidana

Pada setiap aturan hukum yang dilanggar pasti ada ancaman hukuman yang mengiringinya. Pada hukum pidana Islam, hukuman dimaksudkan untuk memelihara, menciptakan kemaslahatan manusia dan ditetapkan untuk memperbaiki tiap-tiap orang agar dapat menjaga masyarakatnya. Tujuan pokok penjatuhan hukuman di dalam hukum pidana Islam ada tiga macam, yaitu sebagai berikut : 1. Pencegahan ﺮ ﺰ ا و عدﺮ ا artinya menahan pembuat agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya atau agar ia tidak terus menerus melakukannya karena dia mengetahui hukuman terhadap jarimah tersebut. 2. Pengajaran serta pendidikan ز او ﺻ ا artinya memberikan pelajaran bagi pelaku dan orang lain tentang suatu jarimah sehingga dapat menahan orang lain untuk tidak melakukannya. 15 Menurut Ahmad Hanafi dalam “Azas-Azas Hukum Pidana Islam” hukuman itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa penggolongan dilihat dari segi tinjauannya, yaitu : 1. Ditinjau dari segi hubungan antara satu hukuman dengan hukuman lain : 15 Ahmad Hanafi, M.A, op.cit , h. 191 a. hukuman pokok ‘uqubah asliyah, yaitu hukuman asal bagi satu jarimah. Seperti hukuman potong tangan untuk pencurian. b. hukuman pengganti ‘uqubah badaliyah, yaitu menggantikan hukuman pokok apabila hukuman pokoknya tidak dapat dilaksanakan karena alasan yang sah. Seperti hukuman diyat sebagai pengganti hukuman qisas. c. hukuman tambahan ‘uqubah taba’iyah, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri seperti larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya. d. hukuman pelengkap ‘uqubah takmiliyah, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim dan syarat inilah yang membedakan antara hukuman tambahan dan hukuman pelengkap. Seperti mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong di lehernya. 2. Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam penentuan berat ringannya hukuman : a. hukuman yang hanya mempunyai satu batas artinya tidak ada batas tertinggi atau terendahnya, seperti hukuman jilid sebaga hukuman had. b. hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan terendah, dimana hakim diberikan kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut. 3. Ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah ditentukan : a. hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya dan hakim harus melaksanakannya tanpa dikurangi ataupun ditambah atau bahkan diganti dengan hukuman yang lain. Hukuman ini dapat disebut dengan “hukuman keharusan” ‘uqubah lazimah. b. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih sekumpulan hukuman yang telah ditetapkan oleh syara’ agar bisa disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya atau dapat disebut dengan “hukuman pilihan” ‘uqubah mukhayyarah. 4. Ditinjau dari segi sasarantempat dilaksanakannya hukuman : a. hukuman badan artinya hukuman yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera, penjara dan lain-lain. b. hukuman jiwa, yaitu hukuman yang dikenakan atas jiwa seseorang bukan badannya seperti menegur, ancaman. c. Hukuman harta, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada harta seseorang seperti diyat, denda dan perampasan harta. 5. Ditinjau dari macamnya jarimah yang diancamkan hukuman : a. hukuman hudud yaitu hukuman yang telah ditetapkan untuk jarimah atau tindak pidana hudud. b. hukuman qisas-diyat, yaitu hukuman yang telah ditetapkan untuk jarimah qisas-diyat. c. hukuman kifarat yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qisas-diyat dan beberapa jarimah takzir. d. hukuman ta’zîr yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah atau tindak pidana ta’zîr. Hukuman takzir ini dapat berupa hukuman kurungan, mati atau denda dan lain-lain serta merupakan kewenangan dari hakim dalam menentukannya. Di dalam hukum pidana positif, terdapat beberapa fase yang terjadi sebelum munculnya teori mengenai tujuan hukuman. Fase-fase tersebut adalah : 1. Fase balasan perseorangan atau individu, pada fase ini penuntutan hukuman terletak pada keluarga korban atau walinya atas dasar naluri membalas terhadap orang yang telah menyerang mereka. Pada fase ini tidak terdapat batasan sehingga terkadang pembalasannya melebihi dari perbuatan yang telah dilakukan. 2. Fase balasan Tuhan, yang dimaksud adalah bahwa pelaku harus menebus kesalahannya dengan tujuan agar pelaku merasa kapok dan orang lain tidak meniru perbuatannya, akan tetapi fase ini menyebabkan terlalu mudahnya menetapkan hukuman mati atas orang lain sehingga unsur keadilannya tidak terjaga. 3. Fase kemanusiaan, pada fase ini sudah mulai diterapkan prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang dalam mendidik dan memperbaiki diri pelaku. Selain itu, juga muncul teori dari sarjana italia, Beccaria yang mengatakan bahwa suatu hukuman harus dibatasi dengan keadilan dan kepentingan dan merupakan suatu kedzaliman jika suatu hukuman memlebihi apa yang diperlukan untuk melindungi masyarakat. 4. Fase keilmuan, lahirnya tiga aliran Itali, yaitu : a. Hukuman mempunyai tugas dan tujuan ilmiah, yaitu melindungi masyarakat dari perbuatan jarimah dan mencegah seseorang untuk tidak mengulangi perbuatannya serta mencegah orang lain untuk meniru perbuatannya. b. Penjatuhan hukuman harus berdasarkan pengamatan ilmiah dan praktis serta kenyataan yang terjadi, seperti faktor-faktor yang membuat pelaku melakukan jarimah. c. Kegiatan masyarakat dalam menanggulangi jarimah selain kepada pelakunya juga kepada kondisi-kondisi yang menimbulkan jarimah tersebut. 5. Teori gabungan adalah teori yang muncul sesudah fase keilmuan dan teori inilah yang dipakai pada masa sekarang dalam penjatuhan hukuman. Teori gabungan ini adalah menyatukan teori tradisional yang berasaskan pikiran tentang keadilan dan kebebasan seseoarng dengan teori baru yang mendasarkan hukuman atas pembelaan masyarakat akibat jarimah-jarimah tersebut. Menurut teori tersebut, hukuman itu mempunyai dua tugas : a. Mewujudkan prinsip keadilan yang menghendaki agar dalam penjatuhan hukuman tidak boleh melebihi besar dan bahaya dari jarimah itu sendiri. b. Membela masyarakat dengan cara mendasarkan hukuman pada kecondongan pelaku melakukan jarimah serta keadaannya yang membahayakan. 16 Adanya sanksi merupakan wujud dari norma hukum. Keberadaan sanksi adalah sebagai alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku. 17 Tujuan dari adanya sanksi adalah : 1. Alat pemaksa, pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh semua orang. 2. Merupakan akibat hukum bagi orang yang melanggar norma hukum. 18 Keberadaan sanksi merupakan senjata pamungkas dalam menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Adanya suatu pelanggaran atau kejahatan maka penentuan sanksi akan disesuaikan dengan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Penentuan ini diserahkan kepada negara dan dalam hal ini adalah hakim. Sanksi dalam pidana menurut Pasal 10 KUHP dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pidana Pokok 1. pidana mati, pidana ini adalah pidana terberat diantara semua pidana. Pidana ini diancamkan atas kejahatan yang sangat berat, seperti pembunuhan berencana pasal 340 KUHP dan pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat 4. 16 Ahmad Hanafi, M.A, op.cit , h. 192 17 S.R Sianturi, Ibid , h. 28 18 S.R Sianturi, Ibid , h. 29 2. pidana penjara, adalah hukuman yang membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang. Hukuman penjara ini lebih berat daripada hukuman kurungan karena diancamkan atas berbagai kejahatan. Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum penjara seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : “1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu 2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. 3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan concursus, pengulangan residivie atau karena yang ditentukan dalam pasal 52 dan 52 a L.N. 1958 no. 127 4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun”. 3. pidana kurungan adalah hukuman yang lebih ringan daripada hukuman penjara karena merupakan ancaman untuk pelanggaran atau kejahatan karena kelalaian. Lamanya hukuman kurungan dibatasi paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. 4. denda, hukuman denda ini dapat diancamkan selain pada pelaku pelanggaran juga diancamkan pada pelaku kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan minimum dua puluh lima sen dan jumlah maksimumnya tidak ada ketentuannya. Hukuman denda ini dapat dilunasi oleh siapa pun, baik dari pihak keluarga ataupun kenalan. b. Pidana Tambahan Pidana tambahan adalah hukuman yang hanya dapat dijatuhkan bersamaan dengan hukuman pokok dan hakim tidak mempunyai kewajiban untuk menjatuhkannya. 1. pencabutan hak-hak tertentu, hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi : “1. Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah : 1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu 2. Hak memasuki angkatan bersenjata 3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. 4. Hak menjadi penasehat raadsman atau pengurus menurut hukum gerechetelijk bewindvoerder, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri; 5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; 6. Hak menjalankan pencaharian beroep yang tertentu. 2. Hakim tidak wenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu”. Lamanya pencabutan hak tersebut diserahkan kepada keputusan hakim. 2. perampasan barang-barang tertentu adalah perampasan barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP : “1. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas. 2. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran dapat juga dirampas seperti di atas, tetapi hanya dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang 3. Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada Pemerintah tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita”. 3. pengumuman putusan hakim, bertujuan untuk memberitahukan kepada seluruh masyarakat agar masyarakat dapat lebih berhati-hati terhadap si terhukum dan prosedurnya diatur di dalam KUHP pasal 43, yaitu : “Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan Kitab Undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana”.

BAB III TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM