jenis tumbuhan lain selain mangrove. Hal ini berkaitan dengan lokasi bersarang, dimana lokasi bersarang kedua jenis burung tersebut merupakan kawasan tambak
yang mayoritas tanamannya merupakan tumbuhan mangrove. Selain itu juga disebabkan karena ketersediaan bahan penyusun sarang yang memadai di lokasi
penelitian, sehingga burung tidak perlu mencari ke lokasi lain. Menurut Collias Collias 1984 dalam Rukmi 2002, pertimbangan material diambil disekitar
lokasi berhubungan dengan efisensi penggunaan energi energetic cost selama pembentukan sarang. Menurut Sulistiani 1991, pemilihan jenis bahan sarang
dipengaruhi oleh ketersediaan dan kelimpahan, berat dan ukuran, dan fungsi ranting. Menurut Ayas 2008, lokasi bersarang yang baik umumnya memberikan
perlindungan terhadap predator, menawarkan stabilitas yang memadai dan menyediakan bahan pendukung untuk membangun sarang, serta adanya akses ke
lokasi mencari makan yang dapat dijangkau. Keamanan sarang bergantung dari pemilihan lokasi dan material yang
digunakan, semakin besar ukuran tubuh maka semakin besar ranting yang digunaka. Menurut Collias dan Collias 1994 dalam Rukmi 2002, kemananan
penempatan dan keamanan sarang pada sebuah pohon sangat bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh burung dan kekuatan pohon untuk mendukung sarang
tersebut. Burung dengan tubuh yang besar menggunakan ranting dan dahan yang tidak mudah diterpa oleh angin. Sedangkan burung yang berukuran sedang akan
menggunakan ranting yang kecil atau semak atau keduanya. Menurut Sulistiani 1991, sementara untuk jumlah dan ukuran ranting sendiri dipengaruhi oleh
posisi sarang, penginjakan oleh anakan dan induknya, dan umur pengalaman pembuat sarang.
4.1.5 Profil Vegetasi Lokasi Penelitian
Hasil analisis terhadap vegetasi di temukan 6 jenis pohon mangrove yang dipilih sebagai tempat meletakkan sarang oleh kedua jenis burung tersebut. Dua pohon
dengan ketinggian 0-5 meter ditempati oleh jenis Kuntul Besar, sementara satu pohon pada ketinggian diatas 5 meter ditempati oleh Cangak Abu. Sedikitnya
jenis pohon yang ditemukan dilokasi penelitian karena wilayah ini termasuk wilayah mangrove sekunder dan sebagian besar telah dibangun menjadi tambak.
Kerapatan pohon yang rendah menyebabkan banyak dijumpai sarang dalam satu pohon sehingga timbul stratifikasi dalam memanfaatkan pohon sarang Gambar.
7, menurut Burger 1978, interaksi menimbulkan stratifikasi baik horisontal dan vertikal, dimana tipe vegetasi dan struktur yang ditemukan sangat penting dalam
pemilihan lokasi bersarang. Seleksi dalam menentukan lokasi bersarang dan waktu yang tepat untuk inisiasi telur bagi spesies Cangak dan Kuntul dapat
mempengaruhi keberhasilan berbiak.
Gambar. 7 Profil Vegetasi Vertikal Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Oktober 2014-
Januari 2015. Keterangan: KB: Kuntul Besar, CA: Cangak Abu.
Hasil analisis profil vegetasi menunjukkan bahwa burung Cangak Abu lebih memilih strata atas dibandingkan Kuntul Besar yang memilih strata bawah
Gambar 8.
Gambar. 8 Profil vegetasi horizontal Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Oktober 2014-
Januari 2015. Keterangan: KB: Kuntul Besar, CA: Cangak Abu.
Pada gambar profil vegetasi vertikal terlihat perbedaan pemanfaatan lokasi bersarang antara Cangak Abu dengan Kuntul Besar. Hal ini menunjukkan adanya
stratifikasi penggunaan habitat oleh kedua jenis burung tersebut untuk menghindari adanya kompetisi dalam pemakaian habitat, walaupun jika dilihat
dari stratumnya kedua jenis burung tersebut masih menempati stratum yang sama yaitu stratum C dengan ketingian 4-18 m. Sementara pada profil vegetasi
horizontal, Cangak Abu cenderung meletakkan sarang dekat dengan titik tengah kanopi, sementara Kuntul Besar meletakkan sarang ke bagian kanan dari titik
pusat kanopi, ini dimaksudkan agar sarang dapat terhindar dari angin kencang. Bersadarkan strata pemanfaatan vegetasi maupun penyebaran secara
horizontal pada berbagai tipe habitat, terdapat kaitan antara burung dengan pola adaptasinya misalnya dalam mencari makan. Penyebaran burung secara horizontal
erat kaitannya antara burung dengan lingkungannya terutama pola adaptasi dan strategi untuk memperoleh sumber pakan. Penyebaran burung secara vertikal
lebih digunakan untuk mengetahui komposisi berbagai burung dalam memanfaatkan suatu pohon secara utuh Hughes et al 2002, dalam Trisnawati et.,
al 2010. Dalam kelompok Kuntul keberadaan stratifikasi sarang secara vertikal
suatu spesies dalam sebuah koloni berkaitan dengan ukuran tubuh, spesies yang lebih besar akan bersarang pada level yang lebih tinggi. Spesies yang bersarang
pada level yang lebih tinggi pada suatu pohon dianggap memperoleh teritori mereka yang dikaitkan dengan ukuran tubuh atau awal kedatangan kelompok
burung Fasola Alieri 1992, dalam Ayas, 2008. Sedangkan menurut Burger 1978, Setelah tiba biasanya burung-burung mendirikan tempat bersarang yang
dapat melindungi mereka dari predator. Spesies burung yang hadir tidak membangun sarang dalam area yang luas, tetapi hanya mendiami habitat tertentu
yang dipilih saja.
4.2 Telur 4.2.1 Dimensi Telur