kasus yang paling sederhana display berfungsi untuk menyatukan kedua jenis kelamin, untuk mengaktifkan pengenalan dan pada tahap berikutnya sebagai
stimulus untuk kopulasi. Selain itu, display burung berfungsi sebagai bagian dari stimulus untuk ovulasi Young, 1981.
Selain mencari pasangan, salah satu perilaku harian yang terjadi pada musim berbiak adalah perilaku kontrol induk terhadap calon anakannya. Induk
betina akan lebih sering mengawasi telurnya agar tidak mudah dimangsa oleh pemangsa, selain itu induk betina akan lebih sering mendekap telurnya agar tidak
terjadi kegagalan sebelum menetas yang diakibatkan oleh banyak faktor lingkungan. Resiko predasi mungkin terbatas oleh clutch size jika, sebagai contoh
frekuensi induk memberi makan ke sarang akan menarik perhatian pemangsa atau jika cadangan nutrisi disimpan untuk membangun sarang lagi setelah sarang rusak
Wiebe et al, 2006. Untuk mencegah predasi biasanya selama musim berbiak, burung-burung
akan memiliki daerah kekuasaan yang akan dipertahankannya. Semua pengganggu yang datang akan dihalau kecuali pasangan dan anaknya. Bagi
burung-burung yang bersarang dalam satu koloni, daerah teritori tak lebih dari jangkauan paruh ketika duduk dalam sarangnya Pettingil Breckenridge, 1969
dalam Jumilawaty, 2002. Sebagian besar burung yang menempati teritori tipe C, teritori ini
berkaitan dengan lokasi berbiak. Lokasi berbiak yang kecil pada beberapa koloni burung laut mungkin bertentangan dalam kualitas mereka, baik dari segi inisial
karakteristik fisik mereka, atau posisi mereka berada di kelompok yang relatif dibandingkan burung lain, namun mereka masih dipertahankan dengan cara yang
sama dengan teritori yang lebih besar Perrins dan Birkhead, 1983.
2.4.3 Telur Dan Keberhasilan Tetasan
Produksi telur merupakan tahapan selanjutnya setelah proses berbiak berlangsung, betina akan menghasilkan telur ketika sperma dan ovum telah mengalami
koopulasi, biasanya dalam satu sarang burung betina akan menghasilkan telur sebanyak 3-4 butir tergantung oleh faktor nutrisi yang tersedia di alam. FSH yang
distimulasi oleh organ reproduksi burung betina akan menyebabkan folikel-folikel dewasa mengalami pematangan, sehingga ini akan mengawali proses
perkembangan telur selanjutnya. Produksi FSH dipengaruhi oleh periode penyinaran yang kemudian akan mendorong ovari untuk dapat memproduksi
hormon yang khusus dihasilkan oleh organ reproduksi betina seperti estrogen dan progesteron. Selanjutnya hormon progesteron akan merangsang produksi LH agar
folikel-folikel dewasa tersebut dapat masuk ke magnum dan isthmus untuk dibentuk albumin dan putih telur. Tahap akhir dari fase ini adalah folikel dewasa
masuk kedalam uterus yang kemudian akan dibungkus oleh cangkang dan segera dikeluaran melalui kloaka Jumilawaty, 2002.
Gambar klasifikasi bentuk telur menurut Hogeerwerf 1949, dalam Rukmi 2002 dapat dilihat pada Gambar 3.
Asimetris Simetris
Tipe I : Normal-oval
Tipe IV : Lebar-oval, hampir bulat
Tipe II : Panjang
–oval Tipe V
: Panjang-oval, ellips Tipe II
: Lebar-oval Tipe VI
: Normal-oval
Gambar 3. Klasifikasi bentuk telur Hogeerwerf 1949, dalam Rukmi 2002
Pada banyak spesies burung, betina muda cenderung menghasilkan letakan telur lebih sedikit dari yang lebih tua. Selain itu induk muda juga cenderung
kurang sukses dalam membesarkan anakannya, ukuran letakan telur yang lebih kecil mungkin merupakan adaptasi terhadap kemampuan individu untuk
membesarkan anakan Perrins Birkhead, 1983. Suhu telur selama mengeram biasanya dijaga dalam kisaran 33-37°C.
Induk burung sering memutar telur beberapa kali dalam satu jam selama inkubasi, dan masing-masing telur umumnya dibolak-balik untuk memastikan bahwa semua
bagian telur memiliki suhu rata-rata yang sama Pough et al, 1996.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 - Januari 2015 di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah camera digital, meteran kain, meteran tanah, tali rafia, karung plastik, jangka sorong, kantung kain, mistar,
timbangan digital, dan teropong binokuler. Sementara bahan yang digunakan adalah data sheet, penanda, kertas grafik, alat tulis, dan buku identifikasi
mangrove.
3.3. Rancangan Percobaan 3.3.1 Survey Lokasi Penelitian
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai lokasi penelitian, vegetasi tumbuhan yang ada, serta untuk menentukan lokasi
pengambilan sampel. Titik Koordinat yang didapatkan dari lokasi penelitian adalah N=03°4317.7 E=098°45126.02 Gambar. 4.
Gambar 4. Lokasi Penelitian di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang