Dari penelitian yang dilaksanakan pada Oktober 2014-Januari 2015 didapatkan data masa pengeraman telur Cangak Abu lebih lama dibandingkan
penelitian Rukmi 2002 yang hanya berkisar 26-27 hari, diduga karena faktor kelembaban yang tinggi. Didukung dari data BMKG tahun 2014 bahwa
kelembaban udara rata-rata yang paling tinggi berada pada bulan Oktober 2014 - Desember 2014 sebesar 87, sedangkan kelembaban terendah berada pada bulan
Juli yaitu berkisar 79. Dapat disimpulkan bahwa masa pengeraman telur Cangak Abu di lokasi penelitian lebih lama jika dibandingkan dengan pendapat Kushlan
1997 yang hanya berkisar 26 hari karena kelembaban udara yang tinggi pada lokasi penelitian, sehingga dibutuhkan hari pengeraman yang lebih lama.
Setiap jenis burung memiliki masa inkubasi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis, lokasi bertelur, dan faktor ekologi. Menurut Pough et al., 1996,
masa inkubasi tersingkat sekitar 10 sampai 12 hari untuk beberapa spesies, sedangkan masa inkubasi terlama sekitar 60 hingga 80 hari untuk spesies lain.
Pada umumnya, masa inkubasi jenis burung berukuran besar lebih lama dibandingkan jenis burung kecil, tetapi faktor ekologi juga memberikan kontribusi
dalam menentukan lama masa inkubasi. Kehadiran induk juga memberikan pengaruh terhadap masa inkubasi. Periode inkubasi burung yang membangun
sarang dekat dasar tanah lebih pendek dibandingkan dengan burung yang bersarang dilokasi yang lebih tinggi.
4.2.4 Keberhasilan Tetas
Dari Data yang diperoleh, keberhasilan telur Cangak Abu 81,94 lebih rendah dibandingkan dengan telur Kuntul Besar 100. Dari 17 butir telur Cangak Abu,
hanya 14 butir yang menetas sedangkan 3 lagi gagal menetas. 2 butir telur gagal menetas akibat busuk, dan 1 butir telur hilang. Diduga 1 dari 2 telur yang gagal
menetas akibat busuk adalah karena kurang hati-hati saat meurunkan telur Human error, sementara 1 telur lagi akibat hujan dan kurangnya pengeraman
oleh induk.
Gambar 10. Keberhasilan Tetas Berdasarkan Urutan Telur Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara, Oktober 2014-Januari 2015
Dari 17 telur Cangak Abu hanya 14 telur yang berhasil menetas, sedangkan 3 lagi gagal menetas akibat hujan yang deras, human error dan juga
disebabkan oleh kecepatan angin. Jika dilihat dari Gambar. 10, maka keberhasilan tetas telur Cangak Abu lebih baik pada telur urutan ke-1 29,41 dan telur urutan
ke-2 29,41. Sedangkan untuk telur Kuntul Besar, dari 12 telur yang diamati kesemuanya berhasil menetas 100. Menurut Jakubas 2004, angin kencang
yang terjadi terutama di wilayah pesisir, menyebabkan kerugian pada telur, anak burung kecil, dan seluruh sarang.
Selama masa penelitian dari Oktober 2014-Januari 2015 diamati bahwa sarang 1 Cangak Abu merupakan sarang yang paling baik diantara sarang lain, hal
ini diseabkan karena hanya terlihat induk betina yang menjaga sarang, sementara tugas induk jantan mencari ranting. Menurut Koenig 1982, telur yang dierami
oleh induk betina lebih tinggi keberhasilan tetasnya jika dibandingkan dengan telur yang dierami oleh induk jantan dan betina secara bergantian. Sedangkan
kelompok dengan hanya satu betina yang berbiak memiliki tingkat keberhasilan tetas yang lebih baik dibandingkan kelompok yang memiliki dua atau lebih betina
yang berbiak. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan tetas adalah 1 musim. 2 usia induk, penetasan lebih tinggi pada induk yang lebih tua,
29.41 29.41
17.64 5.88
50 33.33
16.67 10
20 30
40 50
60
I II
II IV
K eb
er h
as il
an T
et as
Telur
Cangak Abu Kuntul Besar
dipengaruhi oleh pengalaman individual. 3 Clutch size, penetasan bervariasi berdasarkan jumlah telur. 4 kepadatan populasi burung yang bersarang pada
kepadatan populasi yang rendah menunjukan tingkat penetasan yang rendah. 5 reperoduksi yang serentak, kesamaan berbiak antar jenis kelamin adalah yang
terpenting dalam produksi gamet dan respon perilaku yang tepat. Keberhasilan tetas sangat dipengaruhi oleh masa inkubasi. Jika suhu
terlalu rendah maka inkubasi akan lama, berakibat pada busuknya telur dan kegagalan tetas. Menurut Hopkins et al., 2013, pengeraman merupakan
komponen dari reproduksi burung yang paling berharga bagi induk, tetapi akan sangat mempengaruhi perkembangan dan penetasan telur. Pada tahap pengeraman
menghabiskan waktu lebih lama di sarang dapat memberikan keuntungan bagi induk dalam meningkatkan keberhasilan tetas telur, dan pengalaman dalam
meningkatkan temperatur embrio. Temperatur inkubasi yang lebih tinggi diketahui dapat mempercepat pertumbuhan embrionik dan mempersingkat periode
pengeraman, serta menghilangkan resiko kerusakan sarang dari predasi. Suhu optimal dalam perkembangan embrio pada jenis Passerine berkisar antara 36-40°
C, sementara pada jenis Megapode suhu optimal sarang berkisar 25°C dan meningkat sampai 40°C. Temperatur sarang pada banyak jenis burung berkisar
antara 32°C dan 38°C.
4.3 Perkembangan Anakan