47
BAB III HAK ISTRI UNTUK MENOLAK TALAK
A. Pengertian
Hak
Sudah maklum bahwa dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangan. Pemenuhan hak oleh suami dan istri
setara dan sebanding dengan beban kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami dan istri. Masing-masing dari pasangan tersebut tidak ada yang lebih dan yang kurang
dalam kadar pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajibannya. Keseimbangan ini adalah sebagai langkah awal dalam menyelaraskan motif ideal perkawinan dengan
realitas perkawinan yang dijalani oleh suami-istri tersebut. Dalam hal ini, jika terdapat indikator dalam sebuah perkawinan bahwa suami
lebih mendominasi istri, atau suami memiliki hak yang lebih dibandingkan dengan istri, dan sebaliknya istri dalam posisi yang didominasi dan memiliki kewajiban yang
lebih jika dibandingkan dengan suami, maka hal yang demikian akan menjadi pemikiran dan kajian kritis untuk dapat dicari akar persoalannya dan diselesaikan
secara konsepsional. Bisa jadi diskriminasi yang terjadi adalah akibat perlakuan hukum yang tidak adil terhadap perempuan.
Hak-hak perkawinan marital right marupakan salah satu indikator penting bagi status perempuan dalam masyarakat. Persamaan hak dalam perkawinan
menunjukkan kesetaraan dan kesejajaran antara pihak suami dan istri. Akan tetapi, jika dalam sebuah keluarga terjadi ketidakadilan dalam soal hak, dan kebanyakan
48
perempuan yang menjadi korbannya, maka perlu dipikirkan dan dicari jalan keluar dalam mengatasi hal tersebut.
Pada prinsipnya, perkawinan dalam Islam membawa norma-norma yang mendukung terciptanya suasana damai, sejahtera, adil dan setara dalam keluarga.
Akan tetapi, karena pengaruh interpretasi ajaran yang kurang benar, maka terjadi beberapa rumusan ajaran Islam yang tidak membela kepentingan—bahkan
menyudutkan—perempuan. Berikut ini, penulis akan menguraikan tentang permasalahan hak perempuan dalam perkawinan lebih khususnya dalam masalah
perceraian thalaq berdasarkan dari hasil bacaan penulis terhadap nash-nash al- Qur’an dan al-Hadis yang penulis dekati dengan pendekataan kesetaraan hak laki-laki
dan perempuan serta undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia hukum positif.
Sebelum menuju pada pembahasan lebih mendetail alangkah baiknya jika penulis mengemukakan apa yang dimaksud dengan “hak” dalam pembahasan
permasalahan ini. Dalam kamus hukum, kata “hak” mempunyai beberapa arti diantaranya adalah: 1 sesuatu yang benar, 2 kepunyaan, milik, 3 kewenangan,
4 kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-Undang atau peraturan lain, 5 kekuasaan yang benar untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan
yang benar atas sesuatu.
1
Arti lain adalah wewenang menurut hukum.
2
1
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta. 2007,
h. 154.
49
Para ahli fiqih ternyata mempunyai banyak opini dalam memberikan pengertian “hak”, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menurut sebagian ulama mutaakhirin; hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’.
2. Menurut Syekh Ali al-Khafifi dari Mesir; hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’
3. Menurut Musthafa al-Zarqa Ahli fiqih Yordania asal Suriah; hak adalah suatu kekhususan yang padanya di tetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif.
4. Menurut Ibn Nujaim Ahli fiqih dari madzhab Hanafi; hak adalah suatu kekhususan yang terlindungi.
3
Dari beberapa pengertian tersebut, jika dihubungkan dengan permasalahan pada bab ini, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hak istri
adalah kewenangan atau kekuasaan bagi seorang istri untuk dapat melakukan sesuatu dan atau menuntut sesuatu karena adanya ketentuan dari syara’, Undang-Undang dan
peraturan lain yang menjaminnya. Artinya, bahwa hukum memberikan jaminan bagi seorang istri untuk dapat bertindak dan menuntut dalam permasalahan perceraian
sesuai dengan aturan yang ada.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 382.
3
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqih Mu’amalat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h. 3.
50
B. Hak Istri Untuk Menolak Talak Perspektif Fiqih