Studi Kajian Terdahulu Hak istri untuk menolak talak perspektif fiqih dan hukum positif

8 3. Untuk mengungkapkan bagaimana batasan peran seorang istri dalam menolak talak berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan UUP dan Kompilasi Hukum Islam KHI. 4. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan Fiqih dan Hukum Positif dalam memandang permasalahan hak istri dalam menolak talak. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pengertian secara akademis mengenai hak istri dalam permasalahan talak. 2. Memberikan wacana tentang peran seorang istri dalam menolak talak ditinjau dari kajian lintas perspektif Fiqih lintas lima madzhab; Syafi’I, Hambali, Maliki, Hanafi dan Ja’fari dan Hukum Positif serta perbandingan dari kedua perspektif tersebut. 3. Memberikan kesadaran bagi wanita agar dapat mengerti tentang hak-hak dan peran sertanya dalam permasalahan talak.

D. Studi Kajian Terdahulu

Sebenarnya telah banyak para peneliti yang menulis tentang permasalahan talak. Namun tulisan-tulisan tersebut masih banyak yang berupa pemaparan tentang talak dan seluk beluk lainnya. Kadang ada beberapa pembahasan yang terfokus pada suatu kasus tertentu, namun pemaparan-pemaparan tersebut hanya terfokus pada teori inti bahwa istri bersifat pasif dengan talak yang dijatuhkan suaminya. 9 Pemaparan seperti ini biasanya terdapat dalam bab talak yang tersebar pada kitab- kitab fiqih klasik. Adapun pencarian dari beberapa skripsi yang sudah penulis lakukan berkenaan dengan tema tersebut hanya berkisar pada gender dan kedudukan wanita dalam perkawinan. Adapun beberapa skripsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Huzaemah. Kesetaraan Gender Dalam Buku I KHI Studi Analisis Bab III, IV, VIII, IX dan XII. Jakarta: Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2004. Skripsi ini mengfokuskan pembahasannya pada permasalahan kesetaraan gender yang terkandung dalam buku I KHI. Sumber data yang dipakai olehnya berasal dari buku-buku sebagai rujukan primer dan skunder dengan metode library research. Hasil penelitiannya adalah bahwa dalam KHI sudah terdapat beberapa point penting yang mengakomodir posisi wanita dalam hukum. Wanita mempunyai kesetaraan dalam hukum. Walaupun Huzaemah membahas kesetaraan gender dalam KHI, tapi ia meluputkan satu pembasan khusus tentang hak istri dalam menolak talak suami seperti yang tercantum dalam pasal 130 KHI. Disinilah point yang akan penulis ambil untuk dijadikan kajian dalam skripsi ini. 2. Saraswati. Status Wanita Dalam Perkawinan Dipandang Dari Konsep Fiqih Dan UUP Nomor 1 Tahun 1974 . Jakarta: Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2004. Skripsi ini mengfokuskan pembahasannya pada permasalahan status wanita dalam sebuah perkawinan dan perbandingan tentang eksistensi wanita dalam sebuah perkawinan jika ditinjau dari Fiqih dan UU 10 Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam skripsi ini penulis menggunakan sumber data yang berasal dari buku-buku sebagai rujukan primer dan skunder dengan metode library research. Hasil penelitiannya adalah bahwa status wanita dalam fiqih masih sangat terbatas sedangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan peluang kepada wanita untuk mempunyai status yang sama di hadapan hukum. Dalam skripsi ini juga tidak temukan pembahasan tentang hak banding seorang istri yang ditalak. 3. Zaenudi, Cecep Miftah. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gender Maistreaming KHI. Jakarta: Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2006. Skripsi ini mengfokuskan pembahasannya pada permasalahan gender mainsteaming yang terdapat dalam KHI ditinjau dari Hukum Islam. Dalam skripsi ini penulis menggunakan sumber data yang berasal dari buku-buku sebagai rujukan primer dan skunder dengan metode library research. Hasil penelitiannya adalah bahwa tinjauan Islam tentang gender mainsteaming yang diadopsi oleh KHI dapat dibenarkan. Namun, ia tidak membahas lebih spesifik tentang hak istri dalam menolak talak. Dari hasil tinjauan review kajian terdahulu yang sudah dilakukan oleh penulis ternyata tulisan-tulisan yang sudah ada belum membahas tentang posisi wanita dalam suatu perceraian secara khusus dalam hal ini adalah tentang kuasa istri menolak talak suaminya. Kalaupun ada beberapa pembahasan pada suatu kasus talak yang berkaitan dengan gender dan feminisme, namun hal tersebut belum menyentuh pada pemaparan sebuah perbandingan hukum lintas perspektif, dalam hal ini adalah perspektif Fiqih 11 klasik madzhab Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi dan Ja’fari, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam KHI. Dari sini, penulis dapat berkesimpulan bahwa pembahasan tentang hak istri untuk menolak banding terhadap putusan talak suaminya perspektif Fiqih dan Hukum Positif belumlah dibahas secara spesifik bahkan di fiqih-pun juga masih belum ada pembahasan secara khusus, hal ini seperti yang telah disampaikan oleh Prof. Dr. Amir Syarifudin dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. 13

E. Objek Penelitian