Analisa Waris kalalah dalam pandangan wahbah az-zuhaily (tafsir Qs. al-nisa'(4) ayat 12 dan ayat 176)

saudara itu seperenam bagian dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang 13 itu, dibagi dengan rata sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya. 34 Kedua, Syeikh Asy- Syanqithi berpendapat mengenai pembagian ini yang dimaksud dengan saudara – saudara dalam ayat ini adalah jika jumlah saudara itu hanya satu orang maka ia akan mendapat seperenam dari harta warisan, sedangkan jika jumlahnya banyak maka mereka akan bersekutu dalam 13 dari harta warisan baik laki – laki maupun perempuan 35 . dan Ketiga, Buya Hamka berpendapat mengenai pembagian ini seseorang lelaki meninggal dalam keadaan tidak meninggalkan orang tua dan tidak meninggalkan anak, atau demikian juga jika ada perempuan yang meniggal tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan dari ibu, maka masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam bagian dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Buya Hamka berbeda pendapat, yakni mereka mendapatkan 13 dengan ketentuan yang laki – laki mendapat dua kali bagian perempuan. 36  Bagian suami jika istri yang meninggal dan bagian istri jika suami meninggal Pada pembagian suami maupun istri, Wahbah berpendapat Suami mendapatkan ½ dari tirkah yang ditinggalkan oleh istri ketika mayit tidak meninggalkan anak baik anak laki – laki perempuan dari suamisuami lain , 34 M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an , Jilid 2 , Hal 349 35 Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan Tafsir Al- qur’an dengan Al-qur’an , pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 628 36 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 286 dan sisa utnuk saudara laki – laki. Tetapi jika terdapat anak walaupun bukan dari istri melainkan dari istri sebelumnya , maka suami mendapatkan ¼. 37 Dan jika suami yang meninggal, maka istri mendapatkan ¼ apabila tidak mempunyai anak. 38 Pendapat Wahbah tersebut memiliki persamaan pendapat dengan para mufasir lainnya, baik ulama sebelumnya maupun penerusnya. Pertama M.Qurasih Syihab berpendapat mengenai pembagian suami dan istri yakni bagi kamu wahai para suami seperdua dari harta yang di tinggalkan oleh isteri- isteri kamu, jika mereka, yakni isteri kamu yang meninggal itu masing-masing tidak mempunyai anak dari kamu atau dari selain kamu; tetapi jika isteri- isteri kamu itu mempunyai anak yang berhak mendapat waris, baik lelaki maupun perempuan, maka kamu mendapat seperempat bagian dari harta warisan yang mereka tinggalkan masing-masing sesudah dipenuhi wasiat mereka, yakni sesudah dibayar hutang mereka.Setelah menjelaskan bagian suami, kini dijelaskan bagian istri, yaitu istri baik suami bermonogami maupun berpoligami,yakni baik isteri suami yang meniggal itu seorang diri, maupun empat orang, maka mereka semua memperoleh seperempat harta suami yang ditinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak dari salah seorang diantara isteri-isteri kamu itu. . 39 Dan kedua, Buya Hamka berpendapat mengenai pembagian suami dan istri yakni jika seorang suami meninggal kemudian meninggalkan istri saja, maka istri mendapat ¼ dan berbeda jika ada anak istri mendapat 18 atau sebaliknya seorang istri 37 Wahbah Az-Zuhaili, Pnrjmh abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqih Islam Wa adillatuhu , Dimasyq : Dar al-Fikri Jakarta : Gema Insani, Mei 2011 cet I, Jilid 10 Hal : 394 38 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj , Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal : 277 39 M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an , Jilid 2 , Hal 348 meninggal dan meniggalkan suami , maka bagian suami mendapatkan ½ dari tirkah jika tidak ada anak , tetapi bila terdapat anak suami mendapatkan 14 . 40  Bagian istri – istri yang ditinggalkan oleh suami lebih dari satu Pada pembagian istri - istri lebih dari satu , Wahbah berpendapat jika suami meninggalkan lebih dari satu istri maka bagiannya adalah ¼ atau 18 dan di bagi sesuai jumlah istri yang ditinggalkam oleh suami pewaris , dan tentu saja hal ini boleh dilakukan jika sudah terlaksanakan hutang dan wasiat yang ditinggalkan oleh suami . 41 Pendapat Wahbah mengenai pembagian ini memiliki persamaan dengan mufasir sebelumnya, yakni Buya Hamka yang berpendapat sama apabila istri yang ditinggalkan suami berjumlah dua, tiga atau empat orang, maka mereka hanya mendapat ¼ atau 18 secara rata. 42 Lain halnya pendapat Quraish Syihab yang berbeda dengan Wahbah mengenai pembagian istri – istri lebih dari satu , yakni baik istri dari suami yang meninggal itu seorang diri, maupun empat orang, maka mereka semua memperoleh seperempat harta saja jika kamu tidak mempunyai anak dari salah seorang diantara isteri-usteri kamu itu dan yang seperempat itu dibagi secara rata tanpa membedakan isteri pertama dengan yang lain, tetapi hal itu dapat di laksanakan sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar hutang-hutang suami. 43 40 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka PAnjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 284 41 Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy-Sya ri’ah wa al-Manhaj , Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.58 42 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka PAnjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 285 43 M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an , Jilid 2 , Hal 348  Bagian dua saudara perempuan atau lebih yang ditinggalkan oleh pewaris. Pada pembagian dua saudara perempuan ini Wahbah berpendapat Jika ahli waris perempuan atau saudara perempuan seayah lebih dari dua maka bagiannya 23 secara bersama dari tirkah. 44 Dan dua saudara perempuan seibu mendapatkan 13. 45 Pendapat Wahbah mengenai pembagian dua saudara perempuan ini memiliki persamaan tersebut memiliki persamaan pendapat dengan para mufasir lainnya, baik ulama sebelumnya maupun penerusnya.yakni Sya’rawi berpendapat apabila “kalal” atau laki-laki yang meninggalkan dua orang saudara perempuannya atau saudara perempuan atau lebih mereka seayah, maka mereka mewarisi 23 dari harta yang ditinggalkannya. 46 lalu Ibnu Katsir berpendapat seseorang yang meninggal dan ia meninggalkan dua orang saudara perempuannya atau lebih mereka seayah, maka mereka mewarisi 23 dari harta yang ditinggalkannya. 47 . Berikutnya Quraish Syihab berpendapat jika saudara perempuan itu dua orang sekandung atau tidak dan mereka seayah , maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang di tinggalkan oleh yang meninggal. 48 Dan yang terakhir Buya Hamka berpendapat mengenai pembagian dua saudara 44 Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj , Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.274 45 Wahbah Az-Zuhaili, Pnrjmh abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqih Islam Wa adillatuhu , Dimasyq : Dar al-Fikri Jakarta : Gema Insani, Mei 2011 cet I, Jilid 10 Hal : 394 46 Syekh Muhammad Mutawalli Sy a‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal 492 47 M.Nasib ar- Rifa‟I, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insai : Hal 867 48 M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an , Jilid 2 , Hal 656 perempuan seayah yakni jika yang meninggal saudara laki – laki dan meninggalkan dua saudara perempuan seayah, maka untuk keduanya itu dua pertiga dari apa yang dia ditinggalkan. 49 serta mengenai pembagian dua saudara perempuan seibu, jika seseorang meninggal dan meninggalkan dua saudara perempuan seibu maka mereka mendapatkan sepertiga. 50  Bagian saudara perempuan atau laki – laki se-ayah yang ditinggalkan oleh pewaris tanpa ada ahli waris selainnya. Pada pembagian saudara – saudara tersebut Wahbah berpendapat seseorang yang meninggal dan tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan kandungsaudara dari bapak, maka saudaranya tersebut mendapatkan ½ dari tirkah . 51 pendapat Wahbah ini memiliki persamaan dengan mufasir sebelumnya di antaranya adalah, Sya’rawi berpendapat yang sama jika seseorang meninggal dunia , dan dia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perenpuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki – laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan jika dia tidak mempunyai anak. 52 lalu Ibnu Katsir berpendapat jika saudara laki meninggal maka saudara perempuannya mendapatkan ½ dari tirkah apabila tidak ada anak, dan jika saudara perempuan 49 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke VI , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1982, Hal : 97. 50 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1983, Hal : 286 51 Wahbah Az-Zuhaili, Pnrjmh abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqih Islam Wa adillatuhu , Dimasyq : Dar al-Fikri Jakarta : Gema Insani, Mei 2011 cet I, Jilid 10 Hal : 406 52 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal 492 yang meninggal maka saudara laki – lakinya mewarisi seluruh harta saudara perempuan. 53 Begitu juga Buya Hamka berpendapat bahwa saudara perempuan orang kalalah itu mendapat separuh. Lain halnya Asy - Syanqithi yang berbeda pendapat jika jumlah saudaranya hanya satu orang maka ia akan mewarisi seluruh harta seorang diri. 54  Saudara laki – laki dan perempuan se-ayah yang ditinggalkan oleh pewaris dengan jumlah yang banyak Pada pembagian saudara – saudara tersebut Wahbah berpendapat kalau yang menerima waris beberapa saudara lakiperempuan kandung , maka bagiannya laki - laki seumpama bagian 2 wanita. Adapun beberapa saudara dari ibu maka mereka mendapatkan 13 . 55 Pendapat Wahbah tersebut memiliki persamaan dengan mufasir lainnya, baik ulama sebelumnya maupun penerusnya.yakni diantaranya Asy - Syanqithi berpendapat jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara – saudara laki dan perempuan , maka bagian seorang saudara laki – laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.”, 56 lalu Sya’rawi berpendapat dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara- saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak 53 M.Nasib ar- Rifa‟I, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insai : Hal 866-867 54 Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan Tafsir Al- qur’an dengan Al-qur’an , pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 628 55 Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj , Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid IV, Hal.58 56 Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan Tafsir Al- qur’an dengan Al-qur’an , pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 629 bahagian dua orang saudara perempuan. 57 Berikutnya Ibnu Katsir berpendapat seseorang yang meninggal dan meninggalkan saudara laki – laki dan perempuan, maka bagian saudara laki – laki mendapat dua bagian perempuan. 58 Dan yang terakhir Buya Hamka juga berpendapat yang sama, tetapi beliau menyebutkan perihal jumlahnya yakni jika ahli waris terdiri dari saudara laki – laki dan perempuan mendapatkan 23, maka bagian saudara laki – laki sebanyak bagian dua orang perempuan, dan bagian dari saudara seibu mendapatkan ½ 59 . 57 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal 492 58 M.Nasib ar- Rifa‟I, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insai : Hal 867 59 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka PAnjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 286

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Definisi Kalâlah memiliki beberapa arti. Wahbah mendefinisikan sebagai seseorang yang seseorang yang meninggal dan tidak memiliki orang tua serta anak . Pendapat beliau memiliki persamaan dengan Asy-syanqithi, dan Hamka. Namun pendapat tersebut di bantah oleh Quraish Syihab, dan M.Nasib Ar- rifa’i yang mendefinisikan Kalâlah adalah seseorang yang meniggal tidak meninggalkan ayah serta tidak meninggalkan anak. Lain halnya Asy- Sya’rawi yang mendefinisikan Kalâlah adalah seseorang yang meninggal dunia , dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perenpuan. Selanjutnya mengenai bagian – bagian untuk ahli warisnya, seperti Bagian untuk saudara laki – laki dan perempuan yang ditinggalkan oleh pewaris, Bagian suami jika istri yang meninggal dan bagian istri jika suami meninggal, Bagian istri – istri yang ditinggalkan oleh suami lebih dari satu , Bagian dua saudara perempuan atau lebih yang ditinggalkan oleh pewaris, Bagian saudara perempuan atau laki – laki yang ditinggalkan oleh pewaris tanpa ada ahli waris selainnya, dan Saudara laki – laki dan perempuan yang ditinggalkan oleh pewaris dengan jumlah yang banyak. Dari semua pembagian, pendapat Wahbah memiliki persamaan dengan beberapa mufasir lainnya, diantaranya yang penulis lampirkan dalam skripsi ini yakni Ibnu Katsir,Asy- Sya’rawi, Buya Hamka, Asy-Syanqithi, dan M.Quraish Shihab. Namun terdapat pula penambahan – penambahan yang di jelaskan dalam penafsiran Wahbah tersebut, tetapi tidak berbeda di dalam pembagian awalnya .

B. Saran – saran

Tidak banyak yang dapat penulis sarankan dalam skripsi ini kecuali beberapa hal: 1. Dalam Skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada permasalahan makna kalalah dan pembagian – pembagiannya dalam tafsir al – munir. Maka dari itu penulis berharap di kemudian hari, ada penulis yang menyempurnakan penelitian ini dengan menambahkan pembahasan yang lebih luas lagi. Karena penulis sadar kesimpulan akhir dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada kesimpulan lain dari analisis yang dilakukan penulis. 2. Penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih komprehensif, terhadap permasalahan waris kalalah dan tidak hanya menggunakan tafsir al- munir saja. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit pengetahuan bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca sekalian. Amiin. Wallahu A’lam Bi as-Sawwab. DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemah Bandung : Diponegoro, 2005. ………………………., Al-qur’an dan Tafsirnya , Jakarta . ………………………., Al-Qur’an dan Terjemah Semarang : CV . Alwaah, 1989. Ghofur, Saiful Amin , Profil Para Mufassir Al- Qur’an,- Yogyakarta:Pustaka Insan Madani, 2008. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka PAnjimas, Jakarta 1983. Cet. I. ………, Tafsir al-Azhar, Jilid ke VI , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1982. Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur’an dan Hadist, Tirtamas Indonesia.cet III Juni 1964. Hudaya, Ahmad Al-Kaf , Hawa dan Nafsu ,Menurut Al- Qur’an Kajian Tafsir Al- Munir, : Jakarta. Ismail, M. Syuhudi, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, Bulan Bintang, Jakarta, 1988. Murdana, Asep Lafazh yang bermakna kebaikan dalam perspektif al- qur’an, Jakarta . Parman, Ali, Kewarisan Dalam Al- Qur’an Raja Grafindo , 19995, Jakarta Utara . Ar- Rifa’I M.Nasib , , Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insani. Sahabuddin, dkk, ed . Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007.