Latar Belakang Waris kalalah dalam pandangan wahbah az-zuhaily (tafsir Qs. al-nisa'(4) ayat 12 dan ayat 176)
menyusun tentang kemukjizatan ini, salah satu contoh yang paling dekat adalah mufassir Indonesia, M.Quraish Shihab yang menurunkan tema ini dalam bukunya
Mukjizat al- Qur’an.
Sesunguhnya keagungan al- Qur‟an tidak terbatas, Setiap manusia yang
hidup di atas muka bumi ini wajib mempelajari dan mendalaminya. Al- qur‟an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, pembawa hidayah dan kebenaran kepada umatnya.
7
1. Alif laam raa
8
. inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah Yunus : 1.
Sesuai dengan sejarahnya yang murni dan kandungannya yang lengkap, sempurna dan objektif serta langgeng , adalah wajar apabila al-
Qur‟an berfungsi sebagai pedoman hidup, petunjuk jalan, pegangan yang kukuh, penerangan yang
jelas antara yang benar dan salah bagi umat manusia sepanjang masa . dengan fungsi inilah al-
qur‟an diturunkan oleh Allah swt kepada nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepda umat manusia di muka bumi ini .
7
Syazwani , hak perempuan dalam pembagian harta warisan menurut al- qur’an
, Jakarta : Hal . 1
8
ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya.
diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.
golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian
para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf
abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran
itu.
Maka sangatlah pantas apabila Rasulullah saw, sebagai manusia pertama yang menjadi transmitter pewahyuan al-
Qur‟an yang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keutuhan dan keontetikan al-
Qur‟an. Setiap kali wahyu turun beliau langsung menyampaikannya kepada para sahabatnya serta memerintahkan
mereka untuk langsung mencatatnya.
9
Di dalam Al-Quran banyak sekali pembahasan mengenai permasalahan yang terjadi di dunia ini, salah satu masalah pokok yang dibicarakan oleh al-
qur‟an adalah kewarisan. Kewarisan , pada dasarnya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hukum, sedang hukum adalah bagian aspek ajaran Islam
yang pokok . Dari seluruh hukum yang berlaku dalam masyarakat, maka hukum
perkawinan dan kewarisanlah yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.
10
Oleh karena itu, dalam mengaktualisasikan hukum kewarisan yang terdapat dalam al-
qur‟an, maka eksistensinya harus dijabarkan dalam bentuk praktik faktualnya.
11
Di awal perkembangan dan pertumbuhan Islam, Nabi Muhammad adalah idola yang ideal untuk menyelesaikan hukum kewarisan, karena beliau menduduki
posisi yang paling istimewa. Beliau berfungsi menafsirkan dan menjelaskan hukum berdasarkan wahyu yang turun pada beliau. Kemudian beliau berwenang
9
Ahcmad syukron, Takhrij Hadis Hak Waris Di Luar Nikah, Jakarta : hal . 1
10
Hazairin, hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al- qur’an dan Al-hadits, Tinta
Mas, Jakarta, hal 11.
11
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al- Qur’an, Raja Grafindo , 19995, Jakarta
Utara . Hal 1
pula membuat hukum kewarisan di luar dari wahyu. Lahirlah hadis sebagai pernyataan, pengalaman, taqrir, dan hal
– ihwal Nabi Muhammad saw
12
setelah beliau wafat.
Sebagai pelanjut risalah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad, maka di tangan para sahabat beliau terletak tanggung jawab lebih lanjut
menafsirkan ajaran hukum yang terdapat dalam Al- qur‟an. Itulah sebabnya,
sehingga aspek hukum pada umumnya, termasuk hukum kewarisan, menjadi penting bagi para sahabat Di Makkah dan Madinah. Dengan demikian,
permasalahan hukum keluarga semakin kompleks sehingga aktivitas pengalihan harta setelah pewaris wafat memerlukan pemikiran hukum dari para sahabat .
Abu Bakar sebagai khalifah pertama sekaligus ulama pernah memutuskan bahwa semua harta peninggalan di warisi oleh nenek dari ibu
meskipun ia bersama nenek dari ayah.
13
Demikian pula Umar bin Khattab, khalifah kedua, pada awalnya hanya memberikan saham kepada ahli waris: suami,
ibu, dan dua saudara laki – laki seibu tanpa memberikan saham kepada saudara
laki – laki sekandung. Dalam kasus lain, Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat,
yang mula – mula mengurangi nilai saham para ahli waris secara proposional
karena saham – saham yang telah ditetapkan dalam al-qur‟an ternyata melebihi
12
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hal 3
13
Keputusan Abu Bakar tentang kasus tersebut berdasarkan atas ijtihadnya sendiri dengan pertimbangan bahwa Al-
qur‟an tidak menyebut secara tegas nenek sebagai ahli waris. Karena itu, nenek dan ibu, beliau lebih utamakan dari pada nenek dari ayah.
Meskipun begitu, keputusan beliau ia cabut setelah mendengar pertimbangan dari abd. Rahman bin Sahl, seorang sahabat Nabi, bahwa nenek dari ayah termasuk berhak
mendapat warisan. karena itu, Abu Bakar memberkan saham kepada dua nenek secara bersama.lihat Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-
Qur’an.
kesatuan. Dalam hal ini, Ali memberikan saham kepada istri kurang dari nilai saham yang seharusnya. Dengan demikian , ahli waris : dua anak perempuan,
ayah , ibu, secara otomatis berkurang nilainya secara proporsional
14
pula.
15
Demikian penafsiran ayat kewarisan dalam Al- qur‟an telah dilakukan
oleh para sahabat Nabi Muhammad sejauh yang mereka dapat lakukan. Karena itu, sahabat lain pun yang tidak termasuk khalifah
16
mempunyai otoritas melakukan pemikiran hukum kewarisan yang dapat menjadi landasan praktis
kewarisan untuk masa berikutnya. Oleh karena itu , al-
Qur‟an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang di
ambil dari hadis Rasulullah saw dan ijma para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa hukum dalam syariat Islam sedikit sekali ayat al-
qur‟an yang merinci suatu hukum, kecuali hukum waris. Hal demikian disebabkan kewarisan
merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan Allah swt. Disamping bahwa harta tonggak penegak kehidupan baik individu maupun
kelompok masyarakat . Syariat Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat
teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap
14
Kasus tersebut disebut mimbariyah karena Ali bin Abi Thalib memutuskan di atas mimbar ketika sementara khotbah pada saat seseorang bertanya tentang persoalan
kewarisan. Dalam implementasi pembagian harta warisan, kasus tersebut aul, yakni ahli waris berkurang nilai sahamnya karena adanya factor pembilang dalam aljabar lebih besar
dari penyebut.lihat Ali Parman, Kewarisan Dalam Al- Qur’an.
15
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al- Qur’an Raja Grafindo , 19995, Jakarta
Utara . Hal 2
16
Sahabat Nabi Muhammad yang termasuk ahli dalam hak kewarisan antara lain; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Ibn abbas, dan lain – lain
manusia, baik laki – laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat
Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa
memebedakan antara laki – laki dan perempuan, besar atau kecil. Al-qur‟an
menjelaskan secara rinci dan detail hukum – hukum yang berkaitan dengan hak
kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterimanya di jelaskan sesuai kedudukan nasab terhadapa pewaris, apakah ia sebagai anak, ayah
, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah
seibu .
Ayat alquran yang dijelaskan di atas adalah mengenai hukum waris Islam yang telah termaktub dalm kitab al-
qur‟an, sebagian ulama mengatakan bahwa di dalam ayat tersebut terdapat tiga persoalan : 1. Menerangkan alasan pewarisan,
yakni kekerabatan; 2. Hubungan kekerabatan secara umum; dan 3. Menyebutkan bagian warisan yang ditetapkan secara global.
Di dalam permasalahan kewarisan ini penulis menemukan permasalahan kewarisan yang unik. Dan warisan tersebut di namakan waris kalâlah. Letak
keunikan disini dikarenakan seorang yang meninggal yang tidak meninggalkan anak dan orang tua . Jika di lihat permasalahn yang ada terhadap permasalahan
waris yakni ketika pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya
keretakan hubungan keluarga. Ternyata, disamping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan oleh kekurangtahuan ahli
waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya. Maka dengan adanya permasalahan waris kalâlah yang memang jarang terdengar ini, penulis tertarik
untuk mengetahui apa makna waris kalâlah di sini, dan pembagian warisannya tersebut diperuntukkan untuk siapa kelak .
Dalam pembahasan mengenai waris kalâlah ini, penulis menggunakan pendapat seorang ulama fikih kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya
menyebar ke seluruh dunia Islam melalui kitab-kitab fikihnya, terutama kitabnya
yang berjudul al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, dan beliau adalah Syeikh Prof.Dr.Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya tafsir Al - Munir.
Dari segi ketokohan Wahbah Az-Zuhaili sebagai seorang ahli fiqih, kemudian menjadi mufassir yang hidup di era global sekarang ini, selain itu beliau
banyak berinteraksi dengan tokoh – tokoh dunia. Dan dari segi kitab atau objek
kajian bahwa tafsir al-Munir dikonsumsi oleh masyarakat umum. Dikaitkan dengan masyarakat Indonesia, tafsir al-Munir banyak dijadikan referensi, dapat
dikatakan seluruh perpustakaan STAINIAINUIN dilengkapi oleh tafsir al-Munir. Tafsir ini ditulis setelah beliau selesai menulis dua buku lainnya, yaitu Ushul Fiqh
al-Islamy 2 jilid dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu 8 Jilid. Dalam Muqaddimah, beliau mengatakan bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini adalah
menyarankan kepada umat Islam agar berpegang teguh kepada al-Quran secara ilmiah.
Untuk menjawab apa perbedaannya waris kalâlah dengan waris – waris
lainnya, serta permasalahan yang ada pada kalâlah tersebut, maka penulis tertarik
untuk membahas kalâlah ini dengan judul skripsi “ WARIS KALÂLAH
DALAM PANDANGAN WAHBAH AZ- ZUHAILY ” Tafsir QS. Al-nisâ’
4 ayat 12 dan ayat 176 .