Pengertian Warisan Pengertian Kalâlah

tajam. Atau Karena mereka mengelilingi pewaris dari tepian, bukn dari tengah. Seperti ikat kepala yang melingkari tepian kepala sedang tengah-tengahnya kosong. Dalam Al- Qur‟an,kata kalâlah tersebut dua kali. Yang semuanya dalam surah An-Nisa [4] . yang pertama ayat 12 dan yang kedua ayat 176, ayat terakhir dari surah itu. Ayat pertama membicarakan ketentuan kewarisan orang yang meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris utama, tetapi memiliki saudara atau saudari seibu. Bahkan Sa‟ad bin abu Waqqash telah membaca firman Allah tersebut dengan bacaan “Wa lahu akhun au ukhtun min ummin” tetapi mempuyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara wanita seibu saja. 6 Secara garis besar, ayat ini menetapkan dua ketentuan terkait bagian saudara dan saudari almarhum tersebut, yaitu: pertama, satu orang saudara atau saudari mendapatkan seperenam jika sendirian; dan kedua , mendapatkan bagian bersama sebesar sepertiga jika jumlah mereka banyak, tanpa mempertimbangkan jenis kelamin; laki-laki dari perempuan. 7 Ayat kedua yang menyebutkan kata kalâlah biasa disebut dengan ayat “musim panas”. Ayat itu memang turun pada saat musim panas. Seperti kita singgung di atas, kandungannya mengenai ketentuan pembagian warisan orang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris utama: hanya 6 Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan Tafsir Al- qur’an dengan Al-qur’an , pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 629 7 Sahabuddin, dkk, ed . Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 hal.422 meninggalkan saudara atau saudari seayah atau seayah seibu. Dikatakan demikian karena sebab turunnya ayat 176 ini mengenai pertanyaan Jabir bin Abdullah pada ayat terakhir surat an- Nisa‟ ini berkenaan dengan hubungan darah dari pihak ayah. 8 Jika dibaca, secara saksama, sedikitnya ada empat ketentuan yang terkandung dalam ayat ini, yaitu : a. Bila yang meninggal laki-laki dan meninggalkan satu orang saudari, maka bagiannya adalah separoh, sedang separohnya yang lain untuk ashabah asabat, kalau ada, atau dia ambil semua, jika tidak ada ashabah asabat. b. Bila yang meninggal perempuan dan meninggalkan seorang saudara laki- laki, maka bagiannya adalah seluruh harta. c. Bila yang meninggal laki-laki dan meninggalkan dua orang saudari, maka bagian mereka dua pertiga. d. Jika yang ditinggalkan sejumlah saudara dan saudari, maka ketentuannya, bagian saudara dua kali lipat bagian saudari . 9 Dalam pembahasan lain Arti kalâlah telah dijelaskan oleh Allah sendiri dalam Surah Al- nisa‟ : 176, yaitu, jika seorang mati dengan tidak ada baginya walad ” inimru’un halaka laisa lahu walad sehingga definisi itu baru jelas jika telah diketahui apa maksudnya walad ”. Dalam surati al-nisa‟ : 11 dijumpai bentuk jama‟ dari walad yaitu awlad dan disana tegas dinyatakan bahwa awlad itu mungkin anak laki – laki, mungkin anak perempuan, mungkin bergandengan kedua jenis anak – anak itu dan mungkin pula tidak, seperti dalam bagian kalimat 8 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal : 491 9 Sahabuddin, dkk, ed . Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 . . hal.422 “fa’in kunna nisa’an” maka teranglah bahwa arti walad setiap macam anak boleh anak laki – laki, boleh anak perempuan, sehingga arti kalâlah dalam surah al-nisa : 12 dan al- nisa‟ : 176 ialah keadaan seseorang yang mati dengan tidak ada baginya seorang anakpun, baik anak laki – laki maupun anak perempuan”. Dihubungkan dengan arti mawali dalam surah al-nisa : 33, maka arti anak mesti pula diperluas dengan keturunan, sehingga arti kalâlah selengkapnya ialah keadaan seseorang yang mati punah, artinya mati dengan tidak berketurunan”. Dalam sistim bilateral yang dianut oleh Qur‟an maka keturunan artinya setiap orang digaris ke bawah, tidak peduli apakah garis itu melalui laki – laki atau perempuan. 10

B. Penafsiran Ayat Kalalah

1. An-Nisa Ayat 12

“Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika Isteri-isterimu 10 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur’an dan Hadist, Tirtamas Indonesia.cet III Juni 1964, hlm 50 itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris 11 . Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”. 12 a Munasabah ayat – ayat yang terdahulu menjelaskan tentang haram memakan harta anak yatim dan diperintahkan menyerahkan semua hartanya kepadanya bila telah dewasa dan juga larangan mengambil mahar perempuan yang sudah dinikahi atau menikahimya tanpa mahar. Maka dalam ayat ini dijelaskan tentang pembagian harta pusaka dan perlakuan terhadap anak – anak yatim dan hartanya. 13 11 Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.Penjelasan dalam Al- Qur‟an 12 Dalam tafsir al-bayan karya hasbi ash-shiddieqy , semua ulama menetapkan bahwa dikehendaki dengan saudara disini adalah saudara seibu. Al-qurthuby mengatakan bahwa seluruh ahli ilmu menetapkan bahwa yang dikehendaki dengan saudara disini , ialah saudara seibu. lafal kalalah disebut dua kali dalam al- qur‟an , yang satu lagi dalam ayat 176 surat an-Nisa juga . 13 Departemen Agama RI, Al- qur’an dan Tafsirnya , Jakarta : Departemen Agama RI, Hal 123 b Asbabun Nuzul Dikemukakan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Al Hakim yang bersumber dari Jabir. Jabir berkata : “Isteri Sa‟id bin ar-Rabi menghadap Rasulullah SAW . Lalu berkata : “Ya Rasulullah, kedua anak perempuan saya ini adalah anak Sa‟id bin ar-Rabi yang telah gugur sewaktu bersama engkau di perang uhud. Dan sesungguhnya paman kedua anak perempuan itu mengambil harta bendanya dan tidak ditinggalkannya sedikitpun harta , sedangkan mereka susah nikah kecuali mereka mempunnai harta benda”. maka beliau saw, bersabda : “Allah akan memberi keputusan hukum perkara itu”. Maka turunlah ayatul mirast ayat mengenai hukum warisan” 14 Al Hafizh Ibnu Hajar, bedasarkan hadis yang mengisahkan kedua anak perempuan sa‟id itu berkata : “bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai kedua anak perempuan sa‟id tadi bukan mengenai jabir, karena pada waktu itu jabir belum mempunyai anak”. Beliau berkata lagi : “sebagai jawaban, bahwa turunya ayat tadi mengenai keduanya secara berssama, mungkkin ayat pertama ayat 11 mengenai kedua anak perem puan sa‟id, sedangkan bagian akhir ayat di ayat : 12 “ WAIN KAANA RAJULUN YUURATSU KALÂALATAN” adalah mengenai kisah jabir . Adapun yang dimaksud kata – kata Jabir : “maka turunlah ayat “ YUUSHIIKUMULLAAHU FII AULAADIKUM ”. ialah hanya untuk menyebutkan hal penetapan hukum waris bagi kalâlah yang terdapat di dalam ayat berikutnya. 14 Al-Imam Jalaludin As-Suyuti, Riwayat turunya ayat – ayat suci Al-Qur’an, Mutiara Ilmu – Surabaya, Hal 142