An-Nisa Ayat 12 Penafsiran Ayat Kalalah
                                                                                b Asbabun Nuzul
Dikemukakan  oleh  Ahmad,  Abu  Dawud,  At-Tirmidzi  dan  Al  Hakim yang bersumber  dari  Jabir.
Jabir berkata : “Isteri Sa‟id bin ar-Rabi menghadap Rasulullah SAW . Lalu berkata : “Ya Rasulullah, kedua anak perempuan saya ini
adalah  anak  Sa‟id  bin  ar-Rabi  yang  telah  gugur  sewaktu  bersama  engkau  di perang  uhud.  Dan  sesungguhnya  paman  kedua  anak  perempuan  itu  mengambil
harta  bendanya  dan  tidak  ditinggalkannya  sedikitpun  harta  ,  sedangkan  mereka susah nikah kecuali mereka mempunnai harta benda”. maka beliau saw, bersabda :
“Allah akan memberi keputusan hukum perkara itu”. Maka turunlah ayatul mirast ayat mengenai hukum warisan”
14
Al  Hafizh  Ibnu  Hajar,  bedasarkan  hadis  yang  mengisahkan  kedua  anak perempuan  sa‟id  itu  berkata  :  “bahwa  ayat  tersebut  diturunkan  mengenai  kedua
anak  perempuan  sa‟id  tadi  bukan  mengenai  jabir,  karena  pada  waktu  itu  jabir belum mempunyai anak”. Beliau berkata lagi : “sebagai jawaban, bahwa turunya
ayat tadi mengenai keduanya secara berssama, mungkkin ayat pertama  ayat 11 mengenai kedua anak perem
puan sa‟id, sedangkan bagian akhir ayat di  ayat : 12
“  WAIN  KAANA  RAJULUN  YUURATSU  KALÂALATAN”  adalah  mengenai
kisah  jabir  .  Adapun  yang  dimaksud  kata –  kata  Jabir  :  “maka  turunlah  ayat  “
YUUSHIIKUMULLAAHU  FII  AULAADIKUM
”.  ialah  hanya  untuk menyebutkan  hal  penetapan  hukum  waris  bagi  kalâlah  yang  terdapat  di  dalam
ayat berikutnya.
14
Al-Imam  Jalaludin  As-Suyuti,  Riwayat  turunya  ayat –  ayat  suci  Al-Qur’an,
Mutiara Ilmu – Surabaya, Hal 142
c Penafsiran Wahbah Zuhaili
Penjelasan  Wahbah  Zuhaili  sebelum  membahas  kalâlah  secara  jelas, beliau menjelaskan terlebih dahulu pembagian waris untuk anak, orang tua, suami
dan  istri  serta  pembahasan  untuk  mendahulukan  hutang  dari  pada  wasiat  yang pembahasannya  masih  bersangkutan  dengan  pembahasan  pada  ayat  sebelumnya,
yakni ayat 11.
Kalâlah:  menurut  Wahbah  adalah  diambil  dari  lafadz  iklil  yang  berarti
rangkaian  bunga  yang  melingkupi  kepala,  kata  ini  digunakan  pada  pewaris  dan yang  mewarisi.  Kalau  dari  sisi  pewaris,  maka  diartikan  sebagai  seseorang  yang
tidak punya orang tua dan anak . Menurut  Abu  bakar  :  kalâlah  adalah    selain  orang  tua  dan  anak.  Kalau
kalâlah dikatakan sebagai penerima waris maka yang meninggal bukanlah orang tua dan anak .
15
  Bagian waris untuk anak.
Allah memulai ayat tentang waris dengan posisi bagian untuk anak setelah itu  posisi  untuk  orang  tua,  Sebab  karena  mereka    anak
–  anak    masih membutuhkan  kasih  sayang  dan  karena  mereka  lemah.  Adapun  orang  tua  masih
mempunyai  hak  yang  wajib  selain  dari  orang  yang  meninggal  ataupun  mereka mempunyai  pekerjaan.  “Diberitahukan  kepada  kalian  untuk  memberikan
kewajibanpentingnya  memberi  waris  kepada  anak”  bagi  anak  laki-laki
15
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj
, Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid IV, Hal.54
memperoleh dua kali lipat bagian perempuan . laki – laki lebih berhak dapat lebih
karena  nantinya  di  tuntut  membayar  mahar,  memberi  nafkah  serta  menanggung beban  keluarganya.  Sedangkan  wanita  mendapatkan  lebih  kecil,  karena  wanita
tidak  dituntut  untuk  memberikan  nafkah  atau  kerja  karena  jika  sudah  nikah merupakan tanggung jawab suami.
Jika  ahli  waris  perempuan  atau  saudara  perempuan  lebih  dari  dua  maka bagiannya  23  secara  bersama  dari  tirkah  .  Kalau  yang  ditinggalkan  anak
perempuan dan tidak anak laki – laki yang dapat ashabah, maka bagiannya ½.
Dua  anak  perempuan  yang  menerima  waris  tapi  tinggal  secara  berpisah menurut  ibnu  abbas  diperumpamakan  menjadi  satu  anak  perempuan  dan
mendapatkan  ½,  karena  ayat  ini  menjelaskan  bagian  untuk  saudara  perempuan yang lebih dari dua mendapat 23 secara bersamaan.
Menurut Jumhur ulama, dua anak perempuan seperti satu saudara, dan dua - duanya dapat 23 secara bersamaan. Diqiyashkan lafadz dua saudara perempuan
dalam firman Allah dan dapat 23 dari tirkah.
16
  Waris bagi  orang tua
Orang  tua  baik  bapak  atau  Ibu  memperoleh  bagian  16  dari  harta peninggalan  pusaka,  baik  yang  meninggal  anak  laki  laki  atau  perempuan,  satu
anak  ataupun    lebih.  Sementara  yang  tersisa  dari  beberapa  anak  memperoleh
16
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj
, Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.273 - 274
bagian sebagaimana yang telah diterangkan. Jika orang tua tidak mempunyai anak sama  sekali  dan  ahli  warisnya  hanya  kedua  orang  tua,  maka  seorang  Ibu
mendapatkan  13.  sebab  mengapa  disamaratakannya  bagian  bagi  bapak  dan  ibu yang  mempunyai  anak    adalah  menghormati  kedua  secara  samarata.  Adapun
sebab  mengapa  bagian  orang  tua  lebih  kecil  dari  bagian  anak  karena  orang  tua dinilai sudah dewasa tua, cukup, ataupun adanya beberapa anak  yang menafkahi
mereka. Adapun anak dinilai masih butuh  terhadap beberapa nafkah,  adakalanya karena  sebab  masih  kecil,  adakalanya  sebab  kebutuhan  untuk  menikah  dan
menanggung biaya hidup ketika dewasa nanti. Jika  seorang  anak  mayit  meninggalkan    orang  tua  bapak  dan  ibu
sekaligus beberapa saudara kandung baik laki laki ataupun perempuan, maka Ibu mendapatkan  bagian  16  pengganti  dari  13.  hal  ini  berlaku  ketika  saudaranya
sekandung ,baik dari bapak ataupun dari ibu. Dua  saudara  sama  saja  seperti  tiga  saudara  atau  lebih,  karena  Nabi  Saw
dan  para  Khalifah  al- Rasyidin  menetapkan    hukum  “Bahwa  bagi    dua  saudara
laki-laki  dan  atau  dua  saudara  perempuan  yang  menyebabkan    ibu  mereka mendapatkan 16, yang tadinya memperoleh 13.”  Ibn Jarîr meriwayatkan hadis
dari  Ibn  Abbâs  bahwasannya  Ibn  Abbâs  menemui  Utsmân  RA.  Kemudian bertanya  “Mengapa  dua  orang  saudara  bisa  menyebabkan  seorang  ibu
memperoleh 16, yang tadinya memperoleh 13 ”?, bukankah Allah Swt berfirman
“jika  diamayit  mempunyai  beberapa  saudara”,  adapun
akhawâni  dua  saudara  menurut  bahasamu  dan  bahasa  masyarakatmu  kaum
bukanlah ikhwah beberapa saudara?, Utsmân men jawab : “apakah aku sanggup
merubah  hukum  yang  telah  berlaku  sebelumku,  dan  banyak  orang  yang  telah melakukan pembagian waris, dan telah berlaku dibeberapa kotanegara?
Hal  ini  menjadi  konsesus  ijma‟  para  ulama,  dan  diperkuat  oleh  bahasa bahwasanya  makna  dua  terkadang  digunakan  untuk  jama  banyak.  Allah  Swt
berfirman  “maka  sesungguhnya  hati  kalian  berdua  telah  condong  untuk menerima kebaikan”. QS. Al- Tahrîm : 66 : 4, dan firmannya pula “dan adakah
sampai  kepadamu  berita  orang –orang  yang  berperkara  bermasalah  ketika
mereka memanjat pagar”?. QS. Shad :38: 21, kemudian firman Allah yang lain “kami adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat
zhalim kepada yang lain.” QS. Shad :38:22
17
  Mendahulukan membayar hutang kemudian memenuhi  wasiat
Bagian dari harta waris seluruhnya dibagikan kepada ahli warisnya, tetapi yang  harus  didahulukan  adalah  membayar  hutang  yang  berkaitan  dengan  tirkah
harta  pusaka,  kemudian  melaksanakan  wasiat.  Allah  Swt  berwasiat  dan memerintahkan  untuk  membagi  harta  warisan  sesuai  dengan  apa  yang  telah
disyaria‟atkan  setelah  mayit  menyampaikan  wasiatnya  dan  setelah  mebayar hutang  yang ditanggung mayit sebelum dia meninggal.
Pada  dasarnya  wasiat  layak  didahulukan  dari  pada  membayar  hutang sebagai  anjuran  untuk  melaksanakannya,  mementingkannya  dan  menghindari
17
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj
, Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.275 - 276
untuk  meniggalkannya.  Adapun  hutang  telah  kita  ketahui  kekuatannya kewajibannya untuk dibayar didahulukan ataupun tidak.
Kemudian  makna     disini  bermakna kebolehan,  dan  bukan
bermakna urutan.  Dalil  untuk  mendahulukan  membayar  hutang  dalah
sebuah  hadis  yang  diriwayatkan  oleh  „Ali  Karamallahu  wajhahu  dan diriwayatkannya pula oleh jama‟ah seperti Ibn jarîr al-Thabarî : “kalian membaca
ayat
 
 
 
Sesungguhnya Rasul Saw menganjurkan untuk membayar hutang sebelum wasiat,  maka  tidak  ada  hak  bagi  penerima  warisan  ataupun  yang  diberi  wasiat
terkecuali  setelah  membayar  hutang.  walaupun  tirkah  harta  pusaka  habis dikarenakan membayar hutang, maka tidak ada hak bagi siapapun..
Biaya  kain  kafan  dan  seluruh  keperluan  dalam  mengurus  jenazah  lebih diprioritaskan  dari  hutang  ,wasiat,  dan  pembagian  waris.  Hal  ini  sebagai  bentuk
penghormatan  terhadap  manusia  dan  terhadap  anak  cucu  adam.  Hutang  lebih didahulukan dari pada wasiat dan pembagian waris karena janji mayit tergadaikan
dengan  hutangnya,  melunasi  hutang  lebih  utama  dari  mengerjakan  kebaikan dengan hutang.
Mendahulukan  wasiat  dari  pembagian  harta  waris  tidak  lebih    dari  13 tirkah  harta  pusaka,  karena  13  adalah  jumlah  yang  diijinkan  dalam  wasiat,
sebagaimana hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh jama‟ah da Sa‟d : ”13 dan
13 itu jumlah yang banyak ”
Kemudian  al- qur‟an  memberikan  redaksi  Naas  dengan  mu‟taridho
menentang  untuk memperingati  mengingatkan terhadap kebodohan seseorang yang berakibat terhadap beberapa perkara. Kemudian Allah menerangkan kepada
mereka  hal –  hal  dalam  memberi  wasiat  dan  memberi  ukuran  .  Mereka  adalah
bapak  dan  anak  kalian,  maka  janganlah  berbuat  dosa  dalam  pembagian,  dan janganlah mengosongkan  tidak memberikan. Sebagaimana di lakukan oleh orang
Arab pada masa jahiliyah karena ketidaktahuan orang yang dekat dengan si mayit . Dengan demikian Allah mewajibkan dengan kewajiban yang pasti dan Allah swt
mengetahui apa yang lebih baik untuk makhluknya, Maha bijaksana Allah dalam mengurusi  makhluknya  dengan meletakkannya berbagai  cara dengan posisi  yang
luas. Kecuali ada manfaat bagi kalian dan membagikan harta waris diantara kalian berdasarkan  hak  keadilan  dan  kemaslahatan.  Lakukan  pembagiannya  sesuai
dengan  caranya  dan  takutlah  jika  tidak  memberikan  warisan  terhadap  salah  satu yang  memang  tergolong  ahli  waris,  terlebih  lagi  itu  adalah  seorang  perempuan
atau  saudara  yang  lemah    sebagaimana  yang  telah  dilakukan  oleh  kaum jahiliyah.
18
18
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj
, Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.276 - 277
  Pembagian waris bagi suami dan istri
Suami mendapatkan ½ dari tirkah yang ditinggalkan oleh istri ketika mayit tidak meninggalkan anak  baik  anak  laki
– laki  perempuan dari suamisuami lain  .  Tetapi  jika  terdapat  anak    walaupun  bukan  dari  istri  melainkan  dari  istri
sebelumnya , maka suami mendapatkan ¼ dan sisanya diberikan kepada kerabat – kerabat istri yang mempunyai hubungan darah dengan istri.
Menurut  pendapat  Hanafi,  jika  hanya  suami  yang  ditinggalkan  dan  tidak ada  lagi  ahli  waris  selainnya  maka  sisanya  lebih  baik  diserahkan  kapada  baitul
mal,  tetapi  hal  tersebut  boleh  dilakukan  jika  sudah  membayar  utang  dan  wasiat istri  mayit .
Dan jika suami  yang meninggal,  maka istri mendapatkan ¼  apabila tidak mempunyai  anak.  Bila  mempunyai  anak  bagian  istri  adalah  18.  Lalu  jika  suami
meninggalkan lebih dari satu istri maka bagiannya adalah ¼ atau 18 dan di bagi sesuai jumlah istri yang ditinggalkam oleh suami  mayit , dan tentu saja hal ini
boleh  dilakukan  jika  sudah  terlaksanakan  hutang  dan  wasiat  yang  ditinggalkan oleh suami .
19
Allah menjadikan 3 bagian dalam perihal ahli waris :
1. Berhubungan dengan mayit tanpa perantara, tapi harus sehubungan
darah dengan mayit, contoh : Anak dan Orang Tua.
19
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munir fi al-Aqidah wa asy- Syari’ah wa al-Manhaj
, Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998, cet. I, Jilid III, Hal.277 - 278
2. Berhubungan  dengan  mayit  tanpa  perantara,  tapi  melakukan  akad
nikah, contoh : suami dan istri. 3.
Berhubungan  dengan  mayit  dengan  perantara  mereka  adalah kalâlah, kalâlah itu selain orang tua dan anak.
Karena  bagian  pertama  adalah  bagian  yang  lebih  kuat,  maka  Allah mendahulukan  dalam  pembagian  waris,  lalu  lanjut  ke  bagian  yang  kedua  dan
lanjut ke bagian yang ketiga . Hal ini disebabkan Karena dua bagian yang pertama tidak  terjadi  gugur  secara  langsung,  berbeda  dengan  bagian  yang  ketiga,  yang
terkadang terjadi gugur secara keseluruhan .
  Harta waris bagi kalâlah
Abu  Bakar  ra  memiliki  pendapat  yang  cukup  kuat  mengenai  kalâlah. Menurutnya  kalâlah  adalah  orang  selain  orang  tua  dan  anak  .  Ibnu  Jarir
meriwayatkan dari Sa‟bi kemudian berkata Abu Bakar  ra, “Saya punya pendapat tentang  kalâlah jika itu memang benar maka sumbernya adalah dari Allah, tidak
ada sekutu baginya, tetapi jika pendapatnya salah maka ini adalah sumberku dan dari syaitan.
Tafsirnya  diperkuat  oleh  sumber  kalimat,  bahwa  kalâlah  di  ambil  dari sumber  lafadz  yang  dha‟if  lemah,  dan  hubungan  persaudaraan  yang  bukan
melalui  kelahiran  adalah  kerabat  yang  lemah  dan  adapun  kerabat  yang  melalui kelahiran maka ia merupakan kerabat yang kuat  maka ia tidak disebut kalâlah.
Kemudian  Allah  memberi  hukum  waris  bagi  saudara  laki –  laki    perempuan
ketika tidak mempunyai bapak, maka orang tua tidak disebut kalâlah.
Hukum  warisan  bagi  kalâlah  sesuai  dengan  ayat  Al- qur‟an  yaitu  ketika
saudara laki – laki  perempuan dari ibu, maka masing – masing mendapatkan 16,
jika  jumlah  mereka  banyak  maka  mereka  mendapatkan  13  secara  bersama –
sama, jadi mereka dihukumi samatidak dibedakan antara laki – laki  perempuan .
Dalil  yang  menunjukkan  saudara  laki –  laki    perempuan  dalam  ayat
kalâlah di rincikan menjadi dua yakni saudara  laki – laki  perempuan dari ibu
terdapat  dalam  surat  an-nisa  ayat  12,  dan  dalil  yang  menerangkan  bagian  untuk saudara  laki  akan  datang  pembahasannya  di  akhir  surat  an-nisa  yaitu  ayat  176
maksud  disini  yakni  akhunukhtun  adalah  saudara  sekandung    saudara  dari bapak  mereka  memperoleh  secara  penuh  jika  mereka  tunggal  .  dan  mereka
memperoleh sisa setelah pembagian dzawil furudh selesai.
                