Sistematika Tafsir Al- Munir 1.

BAB III PENGERTIAN KALALAH DAN PENAFSIRAN AYAT KALÂLAH

A. Pengertian

1. Pengertian Warisan

, adalah jama‟ dari . Maka dimaksud dengan , demikian pula , , , dan , yang di ma‟nakan dengan , ialah : “harta peninggalan orang yang telah meninggal yang diwarisi oleh para warisnya.” Orang yang meninggalkan harta yang dipusakai oleh waris disebut muwarits. sedang yang berhak menerima pusaka di namakan “ ”. 1 Seorang penulis dan ahli hukum Indonesia “ Wirjono Prodjodikoro ” telah mencoba memberikan rumusan mengenai pengertian hukum waris yang disusun dalam bentuk batasan definisi . Sebagai pedoman dalam upaya memahami pengertian hukum waris secara utuh. Beliau mengemukakan bahwa warisan adalah : soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup. 2

2. Pengertian Kalâlah

Kalâlah berarti berasal dari akar kata yang tersusun dari huruf-huruf kaf ك dan lam ل. Menurut Ibnu Faris, makna dasar kata ini berkisar pada tiga 1 Prof.T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, FIQHUL MAWARIS, Hukum – hukum warisan dalam syari‟at Islam, Bulan Bintang : Jakarta , Hal : 17 2 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Prespektif Islam, Adat, BW, Refika Aditama : Bandung , Hal : 3 hal, yaitu : “tumpul lawan tajam”, “melingkari sesuatu dengan sesuatu”, dan “salah satu organ tubuh dada‟. Yang pertama, seperti ungkapan kalla as-saifu = pedang itu menjadi tumpul, dan kalil = pedang tumpul. Yang kedua, seperti iklil yang berarti ikat kepala atau mahkota. Dinamai demikian karena melingkari kepala. Selain tiga makna ini, Sayyid Thanthawi, memberikan makna lain lagi, yaitu “hilangnya kekuatan karena lelah”. Makna ini disimpulkannya dari syair Al- A‟sya yang mengatakan : alaitu la urtsi laha min kallin yang maksudnya : “saya jadi tidak meratapinya lagi karena lelah.” 3 Demikianlah, makna dasar dari kata kalalah. Adapun secara terminologis, seperti diungkapkan oleh Az-Zamakhsyari 4 dalam tafsirnya, Al- Kasyyaf 5 , kata kalâlah mencakup tiga hal, yaitu : pertama, orang yang mati, tanpa meninggalkan anak dan bapak; kedua, ahli waris selain anak dan bapak; dan ketiga, kerabat yang tidak berasal dari jalur anak dan bapak. Kerabat demikian, dinamakan kalalah karena pertaliannya dengan pewaris lemah tau tumpul tidak 3 Sahabuddin, dkk, ed . Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 hal.422 4 Nama lengkap Az-Zamakhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H, bertepatan dengan tahun 1074 M di Zamakhsyar. Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika. 5 Kitab tafsir al-Kasyaf ini, menurut sejarahnya, disusun oleh al-Zamakhsyari selama tiga tahun, mulai dari tahun 526 H sampai dengan 528 H, di Makkah al- Mukarramah, metode penafsiran al-Kasyaf adalah bahwa al-Zamakhsyari menggunakan metode dialog. Artinya, ketika al-Zamakhsyari hendak menjelaskan makna sebuah kata atau kalimat at au kandungan suatu ayat. Ia selalu menggunakan kata “نا تلق” yang berarti “jika engkau bertanya”. Tafsir al-Kasyaf merupakan salah satu tafsir yang menggunakan corak al-tafsir bi al- ra‟yi. tajam. Atau Karena mereka mengelilingi pewaris dari tepian, bukn dari tengah. Seperti ikat kepala yang melingkari tepian kepala sedang tengah-tengahnya kosong. Dalam Al- Qur‟an,kata kalâlah tersebut dua kali. Yang semuanya dalam surah An-Nisa [4] . yang pertama ayat 12 dan yang kedua ayat 176, ayat terakhir dari surah itu. Ayat pertama membicarakan ketentuan kewarisan orang yang meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris utama, tetapi memiliki saudara atau saudari seibu. Bahkan Sa‟ad bin abu Waqqash telah membaca firman Allah tersebut dengan bacaan “Wa lahu akhun au ukhtun min ummin” tetapi mempuyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara wanita seibu saja. 6 Secara garis besar, ayat ini menetapkan dua ketentuan terkait bagian saudara dan saudari almarhum tersebut, yaitu: pertama, satu orang saudara atau saudari mendapatkan seperenam jika sendirian; dan kedua , mendapatkan bagian bersama sebesar sepertiga jika jumlah mereka banyak, tanpa mempertimbangkan jenis kelamin; laki-laki dari perempuan. 7 Ayat kedua yang menyebutkan kata kalâlah biasa disebut dengan ayat “musim panas”. Ayat itu memang turun pada saat musim panas. Seperti kita singgung di atas, kandungannya mengenai ketentuan pembagian warisan orang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris utama: hanya 6 Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan Tafsir Al- qur’an dengan Al-qur’an , pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 629 7 Sahabuddin, dkk, ed . Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 hal.422