4. Metode
Dengan mengamati beberapa metode yang terdapat dalam beberapa kitab „Ulum al-Qur‟an Secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah az-
Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara
garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup aspek bahasa, dengan menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan
menerangkan segi-segi balaghah dan gramatika bahasanya. Sehingga dengan demikian maka metode penafsiran yang dipakai adalah
metode tahlili dan semi tematik, karena beliau menafsirkan al- Qur‟an dari surat
al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas dan memberi tema pada setiap kajian ayat yang sesuai dengan kandungannya, seperti dalam menafsirkan surat al-Baqarah
ayat satu sampai lima, beliau memberi tema sifat-sifat orang mukmin dan balasan bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan seterusnya sampai surat an-Nas selalu
memberi tema bahasan di setiap kelompok ayat yang saling berhubungan.
5. Corak Penafsiran
Ada tujuh corak penafsiran seperti pendapat yang dikemukakan oleh Abd al-Hayy al-Farmawi dalam bukunya muqaddimah fi al-tafsir al-
maudhu‟i di antaranya adalah: al-tafsir bi al-
ma‟tsur, al-tafsir bi al-ra‟yi, altafsir al-shufi, al- tafsir fiqh, al-tafsir falsafi, tafsir al-
„ilm, dan tafsir adabi „ijtima‟i, maka corak tafsir al-Munir, dengan melihat kriteria-kriteria yang ada penulis dapat simpulkan
bahwa tafsir tersebut bercorak „addabi „ijtima‟i dan fiqhi, karena memang
Wahbah az-Zuhaili mempunyai basik keilmuan Fiqh namun dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan gaya bahasa dan redaksi yang sangat teliti,
penafsirannya juga disesuaikan dengan situasi yang berkembang dan dibutuhkan dalam di tengah-tengah masyarakat. Sedikit sekali dia menggunakan tafsir bi al-
„ilmi, karena memang sudah disebutkan dalam tujuan penulisan tafsirnya bahwa dia akan meng-counter beberapa penyimpangan tafsir kontemporer. Di mata
Wahbah, para mufasir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat alqur‟an dengan dalih pembaruan. Karena itulah, Wahbah
berpendapat bahwa tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada
penyimpangan interpretasi. Dalam tafsir al-munir Wahbah menginkan kejelasan hukum yang diambil
dari ayat – ayat al-qur‟an , ia tidak meringkas penjelasan tentang hukum fiqih
secara makna sempit ringkas . menurutnya dalam setiap bab buku ia selalu mengikuti metode para fuqaha.
6. Sistematika
Sebelum menafsirkan Surah al-Fatihah, Wahbah terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu Al-
Qur‟an. Dalam proses penafsiran selanjutnya, ia selalu menguraikan keutamaan dan kandungan surah
serta sejumlah tema yang terkait dengan surah tersebut. Tema tersebut lantas diungkap dari tiga aspek.
Pertama, aspek bahasa al-lughah. Ia mengudar istilah-istilah yang termaktub dalam ayat sembari mengupas segi balaghah dan gramatika bahasanya.
Kedua, aspek tafsir dan bayan. Wahbah memaparkan ayat dengan bahasa yang ringan sehingga diperoleh kejelasan makna. Jika tidak ada permasalahan
yang pelik, ia menyingkat pembahasannya. Akan tetapi, jika ayat yang di tafsir memuat permasalahan tertentu, Wahbah menyuguhkan penjelasan yang relatife
panjang, seperti ketika menafsirkan ayat yang berkaitan dengan problem naskh. Ketiga , aspek fiqih kehidupan dan hukum fiqh al-hayah wa al-ahkam.
Dalam aspek ini, Wahbah merinci sejumlah kesimpulan ayat terkait dengan realitas kehidupan manusia.
Dalam pengantar Tafsir al-Munir, Wahbah menerangkan bahwa penafsirannya berlandaskan pada ayat Al-
Qur‟an dan hadis – hadis sahih. Ia mengurai asbabun nuzul dan takhrij al-hadis, menghindari cerita
– cerita Isra‟illiyat, riwayat yang lemah, dan polemik yang berlarut – larut. Tafsir ini di
publikasikan oleh Penerbit maktabah al-Babi al-Halabi Kairo pada tahun 1957 M
7
.
7
Saiful Amin Ghofur , profil para mufassir al- qur‟an,- Yogyakarta:Pustaka Insan
Madani, 2088. Hal 177