1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang hayatnya manusia tidaklah hidup dengan tubuh alamiahnya, di karenakan dalam suatu msyarakat tertentu terkadang terdapat tradisi-tradisi yang
kaitannya dapat merubah ataupun menambah sesuatu terhadap tubuh mereka. Manusia selalu mempunyai dan menunjukan ide, kreativitas, rasa, estetik, hingga rasa
kemanusiaannya sepanjang peradaban. Salah satunya dengan menambah, mengurangi, mengubah, bahkan mengatur bagian tubuh alamiahnya dengan berbagai
cara. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, kelompok, maupun komunal. Baik secara sukarela, wajib, atau bahkan terpaksa. Pengubahan yang dilakukan
manusia pada tubuhnya mempunyai tujuan beraneka macam, berubah dari masa ke masa serta berbeda dari area budaya yang satu dengan budaya yang lainnya.
Tubuh, bagi sebagian orang, menjadi media tepat untuk berekspresi dan eksperimen. Tak heran jika kemudian timbul aktivitas dekorasi seperti Tato, Piercing
dan Body Painting, eksploitasi ini untuk sebagian besar pelakunya ditujukan untuk gaya dan pernyataan pemberontakan. Jika awalnya orang melakukan eksploitasi
tubuh untuk tujuan yang lebih khusus, misalkan untuk identitas pada suatu budaya tertentu, kini eksplotasi tubuh melalui tato, piercing dan body painting berkembang
karena mode dan gaya hidup. Pada akhirnya tubuh dapat dibentuk dengan bermacam-
2 macam cara. Tubuh sesuai untuk simbolisasi berbagai perbedaan yang timbul
diantara berbagai perubahan didalam sebuah identitas individu maupun kelompok. Dengan demikian, tubuh menjadi sebuah simbol berbagai peranan sosial dan
stereotip.
1
Menurut Bruner 1986 Posisi tubuh menjadi sangat vital karena ia merupakan ruang perjumpaan antara individu dan sosial, ide dan materi, sakral dan
profan, transenden dan imanen
2
. Tubuh dengan posisi ambang seperti itu tidak saja disadari sebagai medium
bagi merasuknya pengalaman ke dalam diri, tetapi juga merupakan medium bagi terpancarnya ekspresi dan aktualisasi diri. Bahkan lewat dan dalam tubuh,
pengalaman dan ekspresi terkait secara dialektis. Tatto adalah gambar atau simbol pada kulit tubuh yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya
gambar dan simbol itu dihias dengan pigmen berwarna-warni. Dulu, orang-orang masih menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat
tatto. Orang Eskimo misalnya, memakai jarum dari tulang binatang. Sekarang, orang- orang sudah memakai jarum dari besi, yang kadang-kadang digerakan dengan mesin
untuk mengukir sebuah tatto. Kuil-kuil Shaolin menggunakan gentong tembaga yang panas untuk mencetak gambar naga pada kulit tubuh
3
1
Anthony Synott, Tubuh Sosial: Simbolisme Diri dan Masyarakat, Yogyakarta: Jalasutra, 2003, hlm 11.
2
Bruner, Edward M.. Experience and Its Expressions. Dalam Victor W. Turner and Edward M. Bruner eds.. The Antropology of Experience.Urbana and Chicaho: University of Illinois
Press 1986.
3
Juliastri, Nuraini. Antariksa. Tato Antara Politik dan Keindahan Tubuh. Artikel dalam World
3 Menurut Ady Rosa dalam penelitiannya mengenai Eksistensi Tatto
Mentawai, selama ini diyakini bahwa tatto tertua ditemukan di Mesir sekitar tahun1300 SM. Dari penelitian yang dilakukannya diketahui bahwa Tatto Mentawai
telah ada sejak 1500 tahun sampai 500 tahun Sebelum Masehi. Jadi bisa dikatakan, tato Mentawai merupakan Tatto tertua di dunia.
4
Tatto telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan merupakan suatu bentuk seni tertua yang memiliki beragam arti seperti
halnya budaya yang lain. Pada beberapa kelompok, tatto merupakan tanda suku atau status, seperti
pada masyarakat Mentawai derajat seseorang dapat dilihat dari tattoo di tubuhnya, dan pada masyarakat Dayak perkawinan dapat terlaksana bila kedua pengantin telah
di tattoo secara memadai di seluruh badan. Selain itu, tatto juga bisa menandakan beratnya jalan menuju kedewasaan, atau dalam menunjukkan keahlian si pemilik
tatto. Salah satu alasan paling populer dan juga paling tua adalah seni tubuh ini menambah keindahan si pemilik. Di dunia Barat, tatto biasanya dianggap sebagai
bentuk ekspresi dan kreativitas seseorang. Selain menunjukkan individualitas, secara bersamaan tatto juga menunjukkan bahwa pemiliknya adalah anggota sebuah
kelompok komunitas yang menyukai seni tubuh. Di Amerika Serikat, tatto sempat
Wide Web , diakses melalui situs internet http:kunci.or.id pada tanggal 14 septembaer 2009.
4
Rosa, Adi, Eksistensi Tato sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai. Bandung: Tesis Institut Teknologi Bandung, 1994.
4 memberi kesan buruk bagi pemiliknya, walaupun sekarang tatto dianggap sebagai
bagian dari budaya Amerika
5
Tatto yang kini banyak menemani kehidupan anak muda di perkotaan ternyata berada dalam kondisi tercerabut dari habitat aslinya, terpelanting di dunia
yang sama sekali tidak tahu menahu aturan bagaimana semestinya tatto diperlakukan. Sebagian masyarakat modern yang tertarik dengan tatto, kemudian menggunakannya
semau dan sesuka hati sebagai ekspresi diri. Kesukaan berekspresi dengan menimbulkan kontra dari sebagian lain masyarakat yang berseberangan keyakinan
dengan adat lama. Sebagian lain ternyata malah membelokkan kegunaan untuk menandai hal yang negatif, tatto menjadi identik dengan kriminalitas.
6
Pada tahun 1983-1984 di Indonesia orde baru dengan menggunakan aparatur militer yang
dimilikinya memberlakukan kebijakan menumpas gali gabungan anak liar, personel yang ditumpas tesebut pada umumnya ber-tatto. Petrus merupakan operasi
penumpasan yang dilakukan tanpa proses peradilan orang-orang yang ditengarai bertindak kriminal. James T. Siegel 1998, menyatakan Petrus merupakan
“Nasionalisasi Kematian”. Istilah ini adalah buah dari gesekan mengerikan yang terjadi antara negara dan warganya.
7
5
http:www.adiportal.comgadookt2002g01_24102002.htm.
6
Olong, HA. Kadir. Tato. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2006 h.vii
7
Siegel, James T. 2000. Penjahat Gaya Orde Baru: Eksploitasi Politik dan Kriminalitas, Yogyakarta: LKiS, 2000, h 151-152.
5 Fenomena tatto bukan dilahirkan dari sebuah tabung dunia yang bernama
modern dan perkotaan. Secara historis, tatto lahir dan berasal dari budaya pedalaman, tradisional, bahkan dapat dikatakan kuno.
8
Keberadaan tatto pada masyarakat modern perkotaan mengalami perubahan makna, tatto berkembang menjadi budaya populer
atau budaya tandingan yang oleh audiens muda dianggap simbol kebebasan dan keragaman. Akan tetapi kalangan tua melihat sebagai suatu keliaran dan berbau
negatif. Dengan demikian tatto akan sangat tergantung pada tiga konteks
pemaknaan, yakni kejadian historis, lokasi teks dan formasi budaya. Akibatnya kini budaya pop menjadi seperti lapangan perang semiotik antara sarana inkorporasi dan
sarana resistensi, antara pengangkat makna yang diusung, kesenangan dan identitas sosial yang diperbandingkan dengan yang telah ada. Tatto belakangan ini menjadi
mode. Bila semula tatto merupakan bagian budaya ritual etnik tradisional, kini berkembang menjadi bagian kebudayaan pop. Pada saat tato tradisional terancam
punah, tatto yang menjadi bagian kebudayaan pop semakin tertera di tubuh-tubuh manusia modern dan semakin disenangi.
Di Indonesia sendiri pernah ada suatu masa ketika tatto dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Orang-orang yang memakai tatto dianggap identik dengan
penjahat, dan orang nakal atau golongan orang-orang yang hidup di jalan dan selalu dianggap mengacau ketentraman masyarakat. Anggapan negatif seperti ini secara
8
Olong, HA. Kadir. Tato. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2006 h.8
6 tidak langsung mendapat pengesahan ketika pada tahun 1980-an terjadi pembunuhan
terhadap ribuan penjahat kambuhan di berbagai kota di Indonesia. Di sekitar Yogyakarta juga tidak luput dari operi petrus. Di Magelang 65 pelaku kriminal
dilaporkan menyerahkan diri, di temanggung 148 penjahat dipenjara, di sleman 25 bandit dijaring, dan 70 lainnya menyerahkan diri di Yogyakarta.
9
Tanggapan negatif masyarakat tentang tatto dan larangan memakai rajah atau tatto bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan image tatto
sebagai sesuatu yang dilarang, haram, dan tidak boleh. Maka memakai tatto dianggap sama dengan memberontak. Tetapi justru term pemberontakan yang melekat pada
aktivitas dekorasi tubuh inilah yang membuat gaya pemberontak ini populer dan dicari-cari oleh anak muda. Terdapat beberapa alasan yang mendasari mengapa
generasi muda menjadi salah satu objek dalam transfomasi budaya. Pertama, generasi muda ada dan menjadi pelaku dalam sebuah proses pencarian jati diri sehingga
mudah dipengaruhi oleh nilai-nilai aktraktif. Kedua, generasi muda sangat peka terhadap kondisi lingkungan dan mudah melakukan perubahan. Ketiga, pola
konsumsi generasi muda lebih panjang sehingga perlu pemberdayaan agar konsumsinya terus terjaga.
10
Orang-orang yang terpinggirkan oleh masyarakat
9
Kevin O. Browne, Lanskap Hasrat dan Kekerasan, Yogyakarta: Jendela, 2001, hlm 384.
10
Heru Nugroho, 1991. “Perilaku Konsumtif Generasi Muda”, makalah seminar Mengintip Hedonisme di Kalangan Generasi Muda, Yogyakarta: Balairung, 1991, hlm. 3.
7 memakai tatto sebagai simbol pemberontakan dan eksistensi diri, anak-anak yang
disingkirkan oleh keluarga memakai tatto sebagai simbol pembebasan.
11
Eksistensi tatto selama ini dianggap sebagai bagian dari penyimpangan. Tatto masih merupakan bagian dari tindakan yang keluar dari rel-rel kaidah dan nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat. Pada masyarakat Indonesia, kecuali kota-kota besar, konformitas masih sangat kuat di mana anak muda dianggap normal, ganteng
dan alim apabila rapi, bersih tidak ada tatto, tak bertindik dan lain-lain. Jika terjadi penyimpangan sedikit saja seperti telinga atau hidung yang ditindik, maka akan
mengakibatkan gunjingan dan celaan yang cepat menyebar ke mana-mana. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika gaya-gaya anak muda seperti itu akan cepat-
cepat dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
12
Nilai seni muncul sebagi sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan ekspresif. Seni menjadi entitas yang
maknawi. Berkaitan dengan tatto, ia memang dapat di kategorikan sebagai entitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak yang dapat dilihat,
dirasakan, ia juga menyangkut nilai-nilai estetis, sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif
13
Dari masalah yang telah dijabarkan tentang eksistensi tatto sebagai suatu simbol keberadaan diri, dan yang pada awalnya besar kaitannya dengan kebudayaan-
11
Juliastri, Nuraini. Antariksa. Tato Antara Politik dan Keindahan Tubuh. Artikel dalam World Wide Web , diakses melalui situs internet http:kunci.or.id pada tanggal 14 septembaer
2009.
12
Olong, HA. Kadir.. Tato. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2006 h.34-35.
13
Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, Bandung: ITB Press, hlm 15-18.
8 kebudayaan setempat yang diidentikkan dengan hal-hal mistis, hingga menjadi suatu
trend pop, dan lagi pandangan masyarakat yang umumnya tabu akan hal tersebut. maka penulis mengangkat judul
“Pemaknaan Tato Antara Pengguna dan Masyarakat
”, sebagai bentuk dan upaya mengetahui sejauh mana pengguna tatto
dalam memaknai simbol-simbol yang terdapat pada dirinya tato, dan bagaimana masyarakat menilai mengenai pengguna tato ataupun terhadap komunitas itu sendiri
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah