Kecurangan Fraud Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

19 Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap seorang auditor yang seimbang antara curiga dan percaya atas informasi yang didapatnya selama proses audit yang dilakukan.

C. Kecurangan Fraud

Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan yang memerlukan tindak lanjut auditor untuk melakukan investigasi. Koroy 2008 menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor penyebab tersebut adalah: 1. Karakteristik terjadinya kecurangan 2. Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan 3. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit 4. Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan. Identifikasi atas faktor-faktor penyebab, menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mendeteksi kecurangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah menjadi alasan untuk menghindarkan upaya pendeteksian kecurangan yang lebih baik. 20 Kecurangan fraud perlu dibedakan dengan kekeliruan error. Perbedaan antara kecurangan fraud dan kekeliruan error terdapat pada tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan yang dilakukan dilakukan dengan sengaja atau tidak. Kekeliruan dapat dideskripsikan sebagai “unintentional mistakes” kesalahan yang tidak disengaja. Kekeliruan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, dari terjadinya transaksi, pendokumentasian, pencatatan, pengikhtisaran hingga proses menghasilkan laporan keuangan. Kekeliruan error berarti salah saji misstatement atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Sedangkan kecurangan sebagaimana yang didefinikan oleh AICPA AU 316 adalah: Fraud is an intentional act that results in a material misstatement in financial statements that are the subject of an audit Definisi yang dikemukakan AICPA di atas memberi pengertian bahwa kecurangan adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan mengakibatkan adanya salah saji material dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan ini adalah subjek utama dalam audit. Kesengajaan merupakan salah satu unsur yang harus ada agar suatu tindakan dapat dikatakan tindakan kecurangan fraud. Dan salah satu kesulitan terbesar bagi auditor dalam mengungkap fraud adalah bagaimana cara mengevaluasi dan menilai apakah salah saji material yang terjadi dilakukan dengan dasar kesengajaan atau tidak. Bagaimanapun, kegiatan audit bukan ditujukan untuk menentukan adanya kesengajaan atau tidak, kewajiban auditor yang paling utama adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan 21 audit sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mendapatkan bukti yang cukup dan memadai untuk kemudian dapat menilai apakah laporan keuangan audittee bebas dari salah saji material atau tidak tanpa peduli salah saji material tersebut disengaja atau tidak. Untuk dapat mencegah dan mengungkap tindak kecurangan, terlebih dahulu seorang auditor harus mengetahui jenis-jenis kecurangan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan, serta teknik dalam mencegah tindakan kecurangan 1. Jenis-Jenis Kecurangan Kecurangan Fraud dibagi menjadi 3 bagian Hall dan Singleton, 2007:285, yaitu: a. Kecurangan Dalam Laporan Keuangan fraudulent statement Kecurangan Dalam Laporan Keuangan fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan financial engineering dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan. b. Korupsi corruption Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Kecurangan Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan simbiosis mutualisme. Korupsi 22 meliputi penyuapan bribery, konflik kepentingan conflict of interest, pemberian tanda terima kasih yang tidak sah Illegal Gratuity, dan pemerasan secara ekonomi Economic Extortion. c. Penyalahgunaan Aset Asset misappropriation Penyalahgunaan Aset Asset misappropriation meliputi penyalahgunaanpencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukurdihitung defined value. Segala tindak kecurangan yang terjadi dalam perusahaan perlu untuk dapat dideteksi dan dicegah oleh auditor, karena segala tindak kecurangan yang terjadi dalam perusahaan dapat merugikan baik bagi perusahaan maupun bagi orang yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan seperi kreditor, pemegang saham dan lain sebagainya. 2. Pemicu Terjadinya Kecurangan Fraud Dalam rangka membuat keputusan mengenai penilaian auditor atas risiko adanya kecurangan, seorang auditor harus mengerti bahwa ada tiga hal yang menjadi pemicu terjadinya kecurangan. Ketiga hal ini disebut sebagai segitiga kecurangan Hall dan Singleton, 2007:264, yaitu: a. Kesempatan Opportunity Faktor kesempatan merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya tindakan kecurangan fraud. Risiko adanya kesempatan bagi pegawai untuk dapat melakukan tindak kecurangan fraud dapat diperkecil dengan adanya pengendalian internal internal control yang 23 memadai dan terus melakukan pengawasan atas pengendalian internal tersebut. b. Tekanan SituasionalMotivasi Situational PressureMotivation Motivasi merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam hal terjadinya kecurangan, yang termasuk ke dalam kategori ini dapat berupa kebutuhan finansial, tantangan untuk dapat melakukan kecurangan tanpa terdeteksi atau tindakan balas dendam atas perlakuan perusahaan yang dinilai tidak adil c. Rasionalisasi Rationalization Rasionalisasi Rationalization merupakan pembenaran atas tindak kecurangan yang dilakukan. Contohnya adalah mereka pelaku tindak kecurangan mungkin akan bekerja lebih giat atau membayar di kemudian hari untuk membayar tindak kecurangan yang telah mereka lakukan tersebut. Ada satu pendapat menarik mengenai segitiga kecurangan the fraud triangle yang dikemukakan oleh Koletar 2006:104, yaitu: Fraud occurs when pressure, opportunity and rationalization come together. Most people have pressures. Everyone rationalizes. When internal control are absent or overridden, everyone also has an opportunity to commit fraud. Kecurangan terjadi ketika secara bersamaan ada dorongan, kesempatan dan hal yang mendasari pikiran si pelaku kecurangan untuk melakukan kecurangan. Setiap orang pasti memiliki tekanan atau masalah dalam hidup yang dijalaninya dan kadang ada saja alasan bagi setiap orang untuk dapat melakukan kecurangan, ketika ada kelemahan dalam 24 pengendalian internal perusahaan yang diketahui oleh orang, maka orang tersebut memiliki kesempatan untuk dapat melakukan kecurangan. Jadi, ketiga hal ini, yaitu: dorongan, alasanrasionalisasi dan kesempatan memiliki peranan yang penting bagi orang untuk dapat melakukan kecurangan. 3. Teknik Dalam Mencegah Tindakan Kecurangan Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka tindakan kecurangan dapat dicegah dengan Trijayanti, 2008: a. Membina, memelihara dan menjaga mental atau moral pegawai agar senantiasa bersikap jujur, disiplin, setia, beretika dan berdedikasi b. Membangun mekanisme sistem pengendalian intern yang efisien dan efektif Jadi, untuk dapat mencegah adanya tindakan kecurangan ada 2 sektor utama yang harus dibenahi oleh pihak manajemen, yaitu pembinaaan mental dan moral setiap pegawai yang bekerja pada perusahaan tersebut dan pembangunan sistem pengendalian internal yang cukup dan memadai agar kemungkinan dan risiko terjadinya tindak kecurangan dapat semakin diperkecil.

D. Keterkaitan Antar Variabel

Dokumen yang terkait

Analisis kinerja auditor dari perspektif gender pada kantor akuntan publik di Jakarta (studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta)

3 32 147

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh etika, Indenpendensi, pengalaman, dan keahlian auditor terhadap opini audit : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

3 14 155

Analisis pengaruh profesionalisme, independensi, keahlian, dan pengalaman auditor dalam mendeteksi kekeliruan (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

0 4 118

Pengaruh pengalaman auditor terhadap keahlian auditor dalam mengaudit perusahaan : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

0 5 92

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

pengaruh tindakan supervisi pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

3 43 157

Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi Auditor dan Kode Etik terhadap Audit Judgment (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta Selatan)

2 15 98

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)

2 7 171

PENGARUH PENGALAMAN, PELATIHAN PROFESIONAL DAN TINDAKAN SUPERVISI TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR PEMULA. (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta).

0 4 168