selanjutnya bertugas sebagai kepala rombongan. Kepala rombongan disebut dengan Tandel. Setelah melakukan kerja sama, maka Tandel diberangkatkan ke
China untuk melakukan pncarian tenaga kerja tersebut. Sebagai Tandel pertama yang berangkat ke China adalah Tjong A Fie.
17
Tjong A Fie behasil membawa sekelompok masyarakat yang siap dikerjakan di perusahaan, yang masa itu masih dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan swasta Belanda. Tjong A Fie mempunyai tanggungjawap penuh kepada kelompok masyarakat China tersebut selama masa kontrak di perkebunan
milik Belanda. Kehidupan di perkebunan akan mengawali aktivitas masyarakat etnis
China pada gelombang ketiga sekaligus sebagai akhir migrasi masyarakat etnis China ke Indonesia.
3.3 Aktivitas Etnis China Sebelum Tahun 1950
Proses kedatangan etnis China ke Medan pada dasarnya terjadi 3 gelombang. Yaitu gelombang masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, masa ekspansi
bangsa Eropa ke Indonesia dan masa perkebunan di Sumatera Timur. Demikian halnya dengan kencenderungan aktivitas yang dilakukan oleh golongan etnis
tersebut terbagi menjadi 3 bagian besar. Akibat yang terjadi dari proses kedatangan China yang bertahap juga
berakibat terhadap tingkatan kemajuan perekonomian masing-masing golongan. Hal ini dipengaruhi oleh factor yang mengakibatkan mereka melakukan
17
Wawancara dengan Abdul Madjid, Minggu Tanggal 7 2008.
Universitas Sumatera Utara
perpindahan ke Indonesia. Kecenderungan yang terlihat pada masyarakat etnis China tersebut yaitu: gelombang pertama yang jauh sebelum Indonesia merdeka.
Etnis China yang pada gelombang pertama tersebut beraktivitas sebagai pedagang, tetapi masuknya para pedagang Eropa dengan politik monopoli
perdagangan, memaksa etnis China yang sudah menetap di Nusantara menjadi bertani.
Tanaman yang ditanam sama seperti tanaman yang ditanam olem masyarakat yang ada di nusantara, yaitu tanaman yang Umurnya panjang.
Tanaman produksi tahunan, sedangkan tanaman yang umurnya pendek seperti sayur belum dijadikan sebagai tanaman produksi.
Aktivitas etnis China yang datang pada gelombang kedua, pada tahun- tahun selanjutnya, yaitu sesudah datangnya gelombang kedua, aktivitas yang
mereka lakukan mempunyai kemiripan, yaitu sebagai pedagang. Hal ini terjadi setelah kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur tentang susunan
kewarganegaraan di Hindia Belanda. Undang-undang yang dikeluarakan oleh pemerintah Hindia Belanda
tersebut adalah pengaturan kewarganegaraan di Hindia, dimana pengaruhnya terhadap masyarakat etnis China dan kelompok Asia timur lainnya
dikelompokkan menjadi satu kelompok yaitu kelompok Asia Timur. Pengelompokan ini juga memberikan pengaruh terhadap aktivitas yang
akan dilakukan oleh golongan masyarakat tersebut, dimana pekerjaan yang paling rendah akan dikerjakan oleh kelompok pribumi seperti sebagai pekerja kebun,
petani dan buruh dan masyarakat Asia Timur lainnya akan mengerjakan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
yang labih baik dari kelompok pribumi, yaitu seperti pedagang perantara pada umumnya, sedangkan kelompok masyarakat paling atas diduduki oleh kelomok
masyarakat Eropa lainnya yaitu seperti pemimpin perusahaan, administrasi di Hindia Belandan dan pemilik modal usaha.
Masyarakat etnis China berada pada golongan yang lebih tinggi dari kelompok pribumi. Dimata kelompok Eropa, kedudukan bangsa Pribumi lebih
rendah, sebab Pribumi adalah bangsa jajahan, sedangkan kelompok Asia lainnya adalah kelompok kerjasama Belandan, yang memiliki kemampuan bertukang,
membuat perahu dan kelompok yang memiliki kemampuan berdagang. Semakin bannyaknya pengaruh dan jenis aktivitas yang ditimbulkan dari
keompok etnis China, menimbulkan aktivitas kota Medan semakin beragam dan ramai. Hal ini berlatarbelakang dari jumlah masyarakat etnis China hingga sampai
tahun 1930 adalah gelongan etnis mayoritas di Medan, yaitu posisi ketiga setelah etnis Jawa sebanyak 35, etnis Melayu dengan jumlah 19,9 dan etnis China
adalah sebanyak 11,4.
18
Selain kijakan yang memberikan kebahagian terhadap etnis China, babakan politik yang memberikan kesulitan terhadap kelompok etnis China juga
terjadi, yaitu pada periode politik etis yang dilakukan oleh pemerintah Belanda, yang dicanangkan oleh ratu Belanda pada awal tahun 1900-an. Proyek politik
yang tujuan utmanya adalah membayar utang budi kepada Pribumi akibat tindakan pengerokan terhadap kekayaan Nusantara yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda.
18
Antony Reid, 1979. The Blood Of The People: Revolution And The End Of Tradicional Rule Innothern Sumatra, Kualalumpur. Oxford Unversity Press. Hlm 43
Universitas Sumatera Utara
Politik Etis akan berlaku dalam bidang pendidikan, pertanian dan emigrasi memberikan kesulitan terhadap aktivitas yang akan dilakukan oleh etnis China.
Mereka akan kehilangan banyak kesempatan dan posisi administrative sebelumnya yang kedua, setelah Pribumi akan segera berakhir. Kebijakan-
kebijakan politik etis menghubungkan langsung antara pemerintah Belanda dengan masyarakat Pribumi.
Hasil yang terlihat dari politik etis adalah kebrpihakan pemerintah Belanda kepada Pribumi, brupa pendirian sekolah-sekolah khusu untuk anak pribumi,
sedangkan untuk kelompok bangsa non Pribumi tidak diperbolehkan, demikian halnya dengan perbaikan pertanian berupa pemberian modal bertani hanya
diberikan kepada masyarakat Pribumi. Dalam bidang emigrasi dan kewarganegaraan juga membarikan keuntungan kepada masyarakat Pribumi,
dimana susunan kewarganegaraan yang disusun sebelumnya oleh pemerintan Belanda di Hindia Belanda sudah dihapus, yang mana, peraturan tersebut
menempatkan posisi Pribumi berada pada posisi paling bawah setelah bangsa China dan Asia Timur lainnya.
19
Aktivitas pokok yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemerinh Hindia Belanda di Nusantara telah terhapus dengan munculnya politik etis Belanda.
Masyarakat Indonesia bebas untuk menjadi pedagang, tukang dan aktivitas yang lainnya, sebab peraturan baru yang dikumandangkan oleh Ratu Belanda adalah
salah satu peraturan yang mutlak.
19
Richard, Obcit. Hlm 31
Universitas Sumatera Utara
Paskah politik etis, kedudukan etnsi China dengan etnis yang Pribumi terlihat ada perbedaan. Etnis China harus melakukan aktivitas bertani, bertukang
dan sebagai buruh kebun. Penderitaan lain yang harus dipenuhi oleh etnis China adalah tentang kepemilikan tanah, dimana masyarakat etnis China tidak bisa
memiliki tanah, tetapi kelompok masyarakat tersebut hanya bisa mengusahainya, atau sebagai buruh dalam perkebunan.
Sejak masa politik etis diberlakukan, banyak masyarakat etnis China dari Medan kembali kenegerinya akibat susahnya mendapatkan aktivitas. Etnis China
yang ada di Medan, pada akhirnya melakukan perundingan yang membahas tentang keadaan masyarakat tersebut paskah politik etis. Hasil dari pertemuan
yang dilakukan elah masyarakat etnis China tersebut adalah proses peralihan atau pemokusan perpindahan masyarakat etnis China.
Kelompok etnis China memilih Singapura sebagai pusat perpindahan etnis China dari Indonesia, bahkan dari wilayah Asia Tenggara lainnya yang
keadaannya sama seperti di Indonesia. Alasan pemilihan Singapura sebagai pusat perpindahan masyarakat China dari negara-negara Asia Tenggara
berlatarbelakang dari posisi wilayah tersebut yang penghuninya dominan berasal dari migrasi etnis China.
20
Dibukanya sistem perkebunan oleh pemarintah Belanda dan pengusaha- pengusaha Eropa lainnya membuka kesempatam kembali masuknya Belanda ke
Indonesia, khususnya ke Sumatera Timur. Pembukaan perkebunan besar oleh
20
Ibid. Hlm 27
Universitas Sumatera Utara
Belanda tentu membutuhkan Koeli Kontrak yang jumlahnya sangat besar. Untuk mendapat karyawan tersebut maka buruh China didatangkan kembali.
Bersamaan halnya dengan buruh dari etnis lain seperti etnis Jawa, Tamil dan
Bersamaan halnya dengan buruh dari etnis lain seperti etnis Jawa, Tamil dan etnis-etnis lainnya. Etnis China yang didatangkan sebagai Keoli Kontrak pada
dasrnya jumlahnya sangat terbatas. Produksi Perkebunan yang menanam tembaga sebagai tanaman produksi
membutuhkan karyawan yang jumlahnya terbatas. Sedangkan tenaga kontrak dari kelompok China yang diterima dalam perkebunan ini adalah etnis China yang
didatangkan ari negeri China. Hal ini menyebakan perbedaan-perbedaan aktivitas yang akan dilakukan
oleh etnis China. Pemerintah Belanda dan pengusaha melakukan kerjasama dengan pemerintah China yang berkaitan dengan pengiriman tenaga kerja ke
Hindia Belanda. Masyarakat etnis China pada gelombang ketiga datang ke Hindia Belanda statusnya adalah sebagai kontrak, bukan menetap di Indonesia, tetapi
karena factor politik sistem kontrak yang berakhir dengan kedatangan Jepang ke Indonesia, yaitu tahun 1942. sistem perkebunan milik Belanda, direbut oleh
tentara Jepang, dan sistem kontrak dihilangkan. Masyakat etnis China yang dulunya terlibat sebagai kontrak kerja
keadaannya semakin tidak jelas. Sistem kontrak berakhir tanpa kesepakatan, sebab segera tentara Jepang menguasai segala aktivitas yang dulunya dikuasai oleh
Belanda.
Universitas Sumatera Utara
Sistem perkebunan tembakau milik pengusaha segera kembali ketangan pribumi, hal ini dilakukan oleh tentara Jepang adalah mengambil kepercayaan dari
kelompok pribumi. Sedangkan kelompok etnis China yang dulunya terlibat kontrak kerja, tetap berada di Indonesia, mereka menggarap tanah-tanah bekar
perkebunan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Status tanah yang sedang dalam keadaan tak menentu, memberikan
kesempatan kepada buruh-buruh etnis Jawa, etnis China, etnis Tamil dan etnis- etnis lainnnya yang dulunya sebagai buruh pada akhirnya memiliki tanah, yang
baru saja dilepaskan oleh pemerintah Belanda. Banyak etnsi China akhirnya hidup sebagai petani diatas tanah bekas
perkebunan. Kelompok etnis China melakukan penanaman tanaman yang umurnya relative singkat, seperti sayur-mayur, padi dan tanaman muda lainnya.
Sistem baru ini akhirnya memberikan identitas terhadap sebagian kelompok etnis memperoleh gelar “China kebon sayur”.
21
Aktivitas etnis China sebagai petani kebun sayur-mayur, sering diidentikkan dengan status ekonomi yaitu tergolong lemah. Aktivitas sebagai
tukang kebun pada dasarnya adalah sebuah keterpaksaan, sebab kondisi Hindia Belanda Nusantara saat itu sangat kacau. Proses untuk memperoleh kebutuhan
tergolong hal yang sulit, sehingga aktivitas apapun dulakukan masyarakat Medan, termasuk dari kelompok etnis China sebagai upaya bertahan hidup. Jadi China
kebun sayur bukanlah status perekonomian yang dikenal sekarang ini.
21
Wawancara dengan Abdul Majid, Tanggal 7 Juli 2008 di Medan
Universitas Sumatera Utara
Demikianlah aktivitas
masyarakat etnis China hingga masa kemerdekaan,
tergolong bervariasi, yaitu sebagai petani, tukang kebun, pedagang dan pekerja bangunan, sedangkan aktivitas yang paling dominan, kelompok etnis China
bekarja sebagai pedagang. Hal ini yang membuat etnis China lebih terampil dalam bidang perdagangan dibandingkan dengan masyarakat etnis-etnis lainnya yang
datangnya berasal dari dalam negeri. Bila dilihat dari sub etnis China yang ada di Medan, aktivitas masing-
masing sub etnis adalah, suku Hokien dominan bergerak dalam bidang perdagangan, suku Kanton terkenal sebagai tukang, suku Hakka beraktivitas
sebagai pedagang kecil, suku Halam yang jumlahnya tergolong banyak terkenal sebagai koki, dan suku yang Teochiu beraktivitas sebagai nelayan. Beberapa suku
dalam etnis China yang ada di Medan tidak samasekali tidak memiliki kemiripan aktivitas, sehingga tempat tinggal yang dari masing-masing suku juga berbeda,
seperti Hokien yang jumlahnya Dominan tinggal sekitar pusat pasar, sedangkan Kanton tinggal pada pinggiran kota, suku hakka juga tinggal sekitar pasar-pasar
tradisional, suku Halam tinggal sambil membuka usahanya dipinggiran jalan dan Teochiu yang beraktivitas sebagai nelayan banyak tinggal di daerah laut seperti
daerah Belawan.
22
Sampai menjelang tahun 1950 aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat etnis China tersebut semakin mengerucut atau semakin kecil, yang dipengaruhi
oleh perkembangan etnis-etnis lain yang semakin lama jumlahnya semakin besar di kota Medan, seperti etnis Batak Toba, etnis Karo, etnis Melayu, etnis Jawa,
22
Suyadi, Peranan Orang Jawa dan China Dalam Keruangan Kota Medan: Sebuah Study Antropologi Dalam Pembangunan Dan Penataan Kota Medan. Medan: Program Pasca Sarjana
UNIMED, 2008. Hlm 98
Universitas Sumatera Utara
etnis Aceh dan etnis-etnis lain yang melakukan aktivitas-aktivitas yang dulunya hanya dilakukan oleh kelompok etnis China yang ada di Medan.
3.4 Aspek Kehidupan Masyarakat Etnis China Di Medan