BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN
2.1 Latar Belakang Sejarah Kota Medan
Medan menjadi kota, dilalui dengan proses yang panjang dan babakan sejarah yang terjadi di Medan, mulai dari kerajaan-kerajaan Deli yang menjadikan
kota sebagai pusat kerajaannya, masa perkebunan di Sumatera Timur juga menempatkan Medan sebagai pusat perkantoran perkebunan, masa penjajahan
Belanda yang menjadikan kota sebagai pusat pemerintahannya dan sesudah kemerdekaan Idonesia pemerintah menjadikan kotamadya Medan sebagai ibu kota
propinsi Sumatera Utara. Persitiwa-peristiwa diatas menjadikan kota Medan menjadi pusat
administrasi, pusat kebudayaan, pusat pasar, dan pusat aktivitas sosial lainnya. Kota sudah mulai berkembang sejak babakan pertama, yaitu masa kerajaan-
kerajaan Deli, yang berpusat di Medan Kota Medan berkembang dari sebuah kampung bernama Kampung Medan
Putri, yang didirikan Guru Patimpus sekitar 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putera Karo bermerga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang puteri
Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, kata “Guru” berarti “Tabib” ataupun “Orang Pintar”, kemudian kata “Pa” merupakan sebutan untuk seorang Bapak
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata “Timpus” berarti bundelan, bungkus, atau balut.
8
Dengan demikian, nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan
di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di persimpangan Jalan Gatot Subroto
Jalan S. Parman Medan. Beberapa perkampungan yang dekat dengan Medan, akhirnya bergabung
dengan kampung Medan, yang menyebabkan perkembangan kota semakin cepat, seperti Pulo Brayan yang dikuasai oleh penduduk etnis Karo bermarga Tarigan
menjadi faktor pendorong perkembangan wilayah Medan semakin cepat sebab di daerah ini pada akhirnya menjadi wilayah kekuasaan dari keturunan Guru
Patimpus yang bernama Hafidz Muda. Kekuasaan dari marga Tarigan diserahkan kapada guru Patimpus didasari oleh pendekatan yang dilakukannya, yaitu
malakukan perkawinan dengan keturunan Tarigan Panglima Hali. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di pertemuan Sungai Deli dan Sungai
Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata “Medan” itu sendiri. Dari catatan penulis- penulis Portugis pada
awal abad ke-16, disebutkan bahwa Kota Medan berasal dari nama “Medina”, sedangkan sumber lain menyatakan, Medan berasal dari bahasa India “Meiden”.
12
Lebih kacau lagi, ada sebagian masyarakat menyatakan, disebutkannya kata
8
Arsip Pemerintah Medan, dengan judul, Profil Kota Medan. Hlm. 2
12
Tengku Lukman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Satgas MAMBI, 1991. Hlm. 19
Universitas Sumatera Utara
“Medan” karena kota ini merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertempuran.
Namun demikian, ada baiknya kita kembalikan pengertian istilah Medan itu sendiri pada tempat semestinya. Bila kita menilik sumber-sumber sejarah, kota
Medan pertama sekali didiami oleh suku Karo, tentunya kata “Medan” itu haruslah berasal dari bahasa Karo. Dalam salah satu Kamus Karo-Indonesia yang
ditulis Darwin Prinst SH sebagaimana dikutip www.pemkomedan.com, kata “Medan” berarti “menjadi sehat” ataupun “lebih baik”. Hal ini memang
berdasarkan kenyataan, Guru Patimpus benar adanya adalah seorang tabib –dalam hal ini memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.
Medan pertama kali ditempati orang-orang suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah
Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan ini ikut
mendorong pertumbuhan segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Di masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Perunggit memerintah dari
1669-1698, terjadi sebuah perang kavaleri di Medan. Sejak saat itu, Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli.
Selain perkembangan kota karena usaha yang dilakukan oleh guru Patimpus, kota juga berkembang akibat hubungan kerjasama dengan kerajaan-
kerajaan lain yang dekat dengan kerajaan Deli yaitu kerajaan Aceh.. Wilayah Medan yang kerajaan masih dalam bagian dari Kesultanan Deli
merupakan kesultanan yang masih bagian dari kerajaan Aceh. Kekuasaan kerajaan
Universitas Sumatera Utara
Aceh, pada dasarnya masih tetap mengirimkan panglima-panglimanya untuk berkuasa di wilayah Deli, dengan demikian utusan kerajaan Aceh masih lebih
besar daripada kekusaan panglima-panglima Medan keturunan Guru Patimpus. Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuys, Van Der Falk dan Elliot melakukan
kunjungan ke Deli, yang bertujuan untuk melihat situasi Medan ketika itu. Dari hasil pengamatannya bahwa Deli sangat cocok sebagai areal perkebunan, maka
segera ketiga pengusaha tersebut berencana untuk membuka lahan perkebunan. Sultan Deli secara terbuka menerima tawaran ketiga pengusaha tersebut,
dengan menyediakan 4000 bahu tanah. Wilayah inilah yang dijadikan sebagai perkebunan tembakau pertama di Deli yang berpusat di Medan pada tahun 1875,
perkebunan tersebut telah menjadi badan Usaha milik pengusaha Belanda yang dinamakan dengan Deli Maatschappaij oleh Jensen.
13
Perkebunan ini berpusat di Medan yang menyebabkan Medan berkembang secara pesat.
Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang ke Medan ternyata menimbulkan kota menjadi pusat perpindahan penduduk di Sumatera Utara. Kota
Medan segera menjadi daerah perdagangan setelah banyak masyarakat dari luar daerah yang memperdagangkan barang-barang dagangannya ke Medan. Seperti
keterangan yang diperoleh dari De Chineezen Ter Oostkust Van Sumatera menjelaskan bahwa tahun 1882 Cina telah mengirimkan sejumlah utusannya
sebagai biro perdagangan yang bertugas di Sumatera Timur, berpusat di Medan.
14
para pedagang ada yang tinggal dan akhirnya menetap di Medan.
13
Ibid. Hlm. 25
14
Mahadi, Hari Djadi Dan Garis-garis Besar Perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan: Fakultas Hukum USU, 1967. Hlm.8
Universitas Sumatera Utara
Selain biro perdagangan, kelompok etnis China juga mengirimkan sejumlah perwira yang bertugas memberikan keamanan perdagangan antara
kelompok etnis China dengan kelompok masyarakat yang ada di Medan. Akibatnya kelompok etnsi China dan kelompok suku lainnya semakin bertambah
di Medan, sehingga menjadi semakin penting bagi banyak orang. Kedatangan orang-orang ke Medan lengkap dengan unsur budaya yang
mereka miliki dari daerah asal. Status mereka sebagai pedagang ataupun sebagai kelompok pendatang tidak membatasi mereka dalam mempertahankan
kebudayaan mereka setelah sampai di Medan. Agama ataupun unsur budaya yang dipertahankam oleh kelompok etnis
pendatang ini di Medan, seperti etnis Jawa, Batak, Nias, Aceh, Banjar, Mandailing, etnis China dan etnis lainnya dengan perlahan-lahan diserap oleh
kelompok masyarakat yang menetap di Medan, namun hal ini terjadi setelah melalui proses yang cukup lama.
Pada awal tahun 1866 pengusaha dari Belanda membuka sistem perkebunan di Deli, dengan mendirikan Deli Maatschappaij yang berpusat di
Medan. Penanaman tembakau di Medan memberikan dampak terhadap perkembangan kota Medan, selain banyaknya masyarakat yang mencari pekerjaan
ke Medan, kelompok masyarakat juga menjadikan kota sebagai pusat perkumpulan pengusaha yang ada di Sumatera Timur, baik yang datang dari
Eropa maupaun kelompok pedagang Asia lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1887 Medan diresmikan menjadi pusat residensi untuk wilayah Sumatera Timur.
15
Persetujuan ini dilakukan antara Sultan Deli dengan masyarakat dan kelompok pengusaha yang datang ke Medan. Sejak saat itu
Medan telah menjadi pusat aktivitas di Sumatera Timur, baik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, maupun pusat pemukiman penduduk.
Perkembangan Medan sejak saat itu telah jauh meninggalkan kota-kota lainnya yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo,
Simalungun, Asahan dan Labuhan Batu.
16
Pokok peristiwa dengan adanya pembukaan perkebunan telah menjadikan Medan mengalamiperkembangan yang sangat pesat. Medan dihuni oleh beragam
suku, etnis, agama dan juga tradisi yang berbeda, berdasarkan masyarakat yang membawanya ke Medan. Demikian halnya dengan perkembangan perekonomian,
latar-belakangnya juga karena kedatangan pengusaha dan pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, khususnya di daerah Deli.
Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, yang sekaligus berfungsi sebagai pusat administrasi untuk wilayah Sumatera Utara memiliki beberapa
tujuan yang ingin dicapai sebagai ibukota propinsi yaitu menjadi pusat kegiatan pemerintahan, kegiatan industri perdagangan dan perhubungan serta pusat
kegiatan pendidikan, pariwisata, sosial dan budaya. Dengan demikian Medan
15
Ibid. Hlm. 39
16
Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan, 2004, hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
terus mengalami perkembangan baik secara fisik
17
maupun dari sudut aktivitas- aktivitasnya yang dilaksanakan di Medan.
Dari latar belakang sejarah kota Medan dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis yang ada di Medan, khususnya etnis China sudah terjadi sejak dulu,
sejak masa perdaganagan antar pulau di Indonesia. Sajak dari awal aktivitas yang dilakukan etnis China datang ke Indonesia pada dasarnya adalah aktivitas
berdagang. Aktivitas China yang memfokuskan pada sudut perdagangan, yaitu
perdagangan antar negara, telah tergolong sebagai peran yang dilakukan etnis China membuka aktivitas baru di Indonesi, khusunya di Medan. aktivitas
perdagangan ini adalah sebagai proses memasukkan barang dari Negara China, kemudian membawa barang yang ada di Medan untuk diperdagangkan di wilayah
Sumatera Timur.
2.2 Latar Belakang Sosial Dan Budaya di Medan.