kelompok etnis China di Medan terlihat pada perkembangan sektor perdagangan dan perekonomian di Medan. Akhirnya kota menjadi pusat perekonomian di
Sumatera Utara.
4.1 Akulturasi Etnis China Di Medan
Kota Medan adalah salah satu kota yang dihuni dengan berbagai etnis, dan bahkan sub etnis. Penduduk yang mendiami kota Medan adalah penduduk yang
heterogen. Penduduk tersebut sangat beragam asal kedatangannya, baik dari dalam maupun luar negari. Etis Batak Toba, etnis Karo, etnis Simalungun, etnis
Jawa dan etnis Aceh adalah masyarakat yang datang dari dalam negeri, sedangkan contoh etnis yang datang dari luar negeri adalah etnis China dan juga etnis Tamil
dari India. Sifat kota Medan yang sangat heterogen membuat masyarakat yang tinggal
di dalamnya tidak mudah dalam berinteraksi. Interaksi antar suku beru terjadi setelah lama melakukan hubungan ataupun interaksi baru terjadi karena
kepentingan yang saling timbalik dari satu orang dengan yang lainnya. Demikian halnya yang dialami oleh masyarakat China di Medan, kelompok etnis ini baru
bisa berinteraksi dengan etnis yang ada di Medan setelah adanya ketergantungan dengan masyarakat lain yang etnisitasnya berbeda.
Akulturasi masyarakat etnis China dengan penduduk Medan, pertama kalinya adalah dengan masyarakat Jawa. Proses ini terjadi sejak kedua kelomok
tersebut menjadi kuli kontrak di perkebunan Deli yang dipimpin oleh pengusaha Belanda. Sejak awal tahun 1900-an sampai tahun 1942 setelah Belanda berhasil
Universitas Sumatera Utara
ditaklukkan oleh tentara Jepang kedua kelompok tersebut telah melakukan interaksi.
Setelah berinteraksi sekitar selama 40 tahun, maka antar kedua lelompok terjadi perkawinan silang, dimana etnis China banyak yang melakukan
perkawinan dengan kelompok etnis Jawa. Perkawinan ini terjadi sebelum Indonesia merdeka, sehingga setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya,
maka etnis China yang malakukan perkawinan segera menjadi warga negara Indonesia. Masyarakat etnis China yang lainnya tetap tinggal di Indonesia sebab
administrasi tentang status kontrak sudah semakin tidak jelas, sebab Belanda sudah diganti dengan tentara Jepang.
Tenaga kontrak akhirnya meninggalkan perkebunan, tetapi kelompok tersebut tidak kembali ketanah asalnya, mereka mengusahai tanah pekebunan
yang kosong, sama seperti etnis Jawa juga tetap tinggal di Sumatera Timur walaupun tidak berkerja lagi di sektor perkebunan.
Telah dijelaskan, akulturasi terjadi setelah adanya hubungan kerjasa, atau ketergantungan. Masyarakat Batak Toba dengan masyarakat etnis China sejak
hadirnya ajaran Methodist di Medan, hubungan keduanya telah terjadi. Jemaat Methodist, yang akhirnya menjadi Gereja Methodist Indonesia GMI mayoritas
jemaatnya berasal dari kelompok etnis Batak Toba dan juga etnis China.
35
Selain gereja Methodis sebagai media yang menyatukan etnis China dengan Batak Toba, salah satu gereja juga mengikat antara etnis pendatang lokal
dengan etnis China adalah Gereja Betel Indonesia, yan hadir setelah Indonesia
35
Richard daulay, Obcit. Hlm 203
Universitas Sumatera Utara
merdeka. Di dalam gereja ini beberapa tenis pendatang lokal, seperti etnis Karo, Simalungun dan Batak Toba sama-sama beribadah. Gereja-gereja yang sifatnya
nasional bukan lokal adalah salah satu media yang dapat membaurkan antara etnis lokal dengan etnis China.
Selain membuka gereja Methodis, kedua etnis juga kerjasama dalam bidang pendidikan, pembukaan sekolah-sekolah Kristen di Medan, seperti
perguruan Methodist Medan, Perguruan Kalam Kudus, Perguruan Budi Murni dan perguruan Kristen Lainnya.
Akulturasi antara etnis China dengan etnis Batak Toba di Medan disatukan dengan bebarapa persamaan diantaranya, sama-sama sebagai etnis pendatang di
Medan, dari sudut pilosofi kedua etnis tersebut sama-sama mempunyai rasa hormat dan menjunjung orang tua setinggi-tingginya, kedua etnis tersebut adalah
kelompok yang materialistis dan sangat gigih dalam bekerja, sama-sama sebagai etnis perantau dan sukses dalam profesinya masing-masing.
36
Sejak Indonesia merdeka hingga akhir tahun 1990-an hubungan yang baik antara etnis China dengan Batak Toba masih terlihat. Sekolah-sekolah yang
menjadi tempat anak-anak etnis China dan Batak Toba belajar masih disekolah yang sama. Di sisi lain ciri makanan antara kedua etnis tersebutu hampir mirib,
sehingga rumah makan yang menjual makanan khas China pelanggannya masih banyak dari kalangan Batak Toba.
37
Masyarakat etnis China meneruskan garis keturunan berdasarkan garis keturunan ayah Patrinial demikian juga Batak Toba yang sangat menginginkan
36
Ibid. Hlm 60-61
37
Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 7 Juli 2008
Universitas Sumatera Utara
keturunannya laki-laki yang bertujuan sebagai penerus marga nenek moyangnya. Kedua etnis tersebut adalah pengikut garis keturunan patrinial.
Sebagai masyarakat yang sama-sama sebagai perantau, maka sifat yang sama kedua etnis tersebut adalah pengetahuan dalam membaca situasi. Di Medan,
kedua etnis ini terkenal sebagai pedagang, walapun yang dominan sebagai pedagang adalah etnis China. Dalam pembuatan merek toko ataupun nama toko,
kelompok pengusaha etnis China sering memakai nama dalam bahasa Batak Toba diantaranya, Dosniroha Grup, Toko Horas, Satahi dan nama toko lainnya.
38
Akulturasi yang paling dominan antara penduduk etnis China dengan penduduk lokal masa awal kemerdekaan hingga akhir tahun 1980-an adalah
dengan etnis Batak Toba. Akulturasi terjadi dalam bidang agama yaitu agama kristen protestan, dalam bidang pendidikan yaitu pendirian sekolah-sekolah yang
bernuansa Kristen Protestan dan akulturasi dalam bidang perdagangan, terutama pemakayan nama toko dengan bahasa Batak Toba demikian halnya perkawinan,
sesudah kemerdekaan banyak masyarakat etnis China melakukan perkawinan dengan etnis Batak Toba.
39
Konsolidasi antara masyarakat etnis China dengan etnis Batak Toba terjadi setelah Tahun 1967. hal ini dilakukan oleh masyarakat etnis China dengan tujuan
memperkuat identitas politik, dimana kelompok tersebut sering diidentikkan dengan komunis. Penyerapan etnisitas dan budaya Batak Toba terjadi secara
besar-besaran oleh masyarakat etnis China, baik dalam bidang agama, budaya dan kunotas Batak Toba yang lainnya.
38
Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008
39
Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 7 Juli 2008
Universitas Sumatera Utara
Proses akulturasi yang sangat besar terjadi setelah meluapnya gerakan tigapuluh September tahun 1965, yang memberatkan terhadap etnis China yang
ada di Indonesia Khusunya yang ada di Medan.
4.2 Proses Perubahan Aspek -Aspek Kehidupan Dan Aktivitas Masyarakat Etnis China Di Medan