Proses Perubahan Aspek -Aspek Kehidupan Dan Aktivitas Masyarakat Etnis China Di Medan

Proses akulturasi yang sangat besar terjadi setelah meluapnya gerakan tigapuluh September tahun 1965, yang memberatkan terhadap etnis China yang ada di Indonesia Khusunya yang ada di Medan.

4.2 Proses Perubahan Aspek -Aspek Kehidupan Dan Aktivitas Masyarakat Etnis China Di Medan

Masyarakat China yang ada di Medan adalah warga negara Indonesia sebab kelompok masyarakat tersebut telah memenuhi peraturan perundang- undangan No 31946 membahas tentang kewarganegaraan, dimana warga negara Indonesia adalah: a. Orang yang asli dalam negara Indonesia. b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut di atas tetapi turunan seorang dari golongan itu serta lahir, berkedudukan dan berkediaman di wilayah Negara Indonesia dan orang yang bukan turunan dari golongan termaksud yang lahir, bertempat, berkedudukan, berkediaman yang paling akhir selama sedikitnya lima tahun berturut-turut di dalam wilayah negara Indonesia yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah. 40 Secara syah, masyarakat etnis China adalah warga negara Indonesia, yang mana budaya, bahasa dan agama yang dianut oleh kelompok masyarakat tersebut harus mendapat pengayoman dari pemerintah, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, dimana masyarakat China mendapat ancaman, pemulangan dan pelarangn terhadap pelaksanaan aktivitas kebudayaan. Tahun 1967, presiden mengeluarkan instruksinya yaitu Inpres No 14 tahun 1967 yang isi pokonya adalah larangan terhadap aktivitas China yang ada di 40 Richard Daulay. Obcit. Hlm 32 Universitas Sumatera Utara Indonesia, termasuk kebudayaan, agama, kepercayaan, ekspresi seni, kebudayaan mapun bahasa China di Indonesia. 41 Dengan dikeluarkannya keputusan presiden tersebut, tepatnya presiden Soeharto maka sangant banyak unsur-unsur etnis China yang terpaksa dihilangkan. Sepanjang Orde Baru keputusan presiden tersebut selalu diperbesar ditingkatan daerah sehingga terjadi sifat-sifat diskriminatif terhadap etnis China. Sifat diskriminatif ini beru berakhir setekah masa pemerintahan dari Presiden Abdurahman Wahid, yang mengganti keputusan yang dibuat oleh mantan presiden Soeharto yaitu No 14 tahun 1967 dengan keputusan presiden No. 6 tahun 2000 tepat pada parayaan tahun baru Imlek yang dirayakan dengan budaya etnis China berupa pertunjukan Barongsai, vestival Cap Gomeh, dan vestival Peh Cun. Tradisi-tradisi tersebut sempat terhenti selama pemarintahan Orde Baru upaya menghindari organisasi China di Indonesia. Pada tingkatan lokal, keputusan presiden tersebut semakin diperbesar. Masyakat sangat sensitif terhadap masyarakat etnis China yang disorong oleh keputusan presiden. Tindakan keras terhadap masyarakat etnis China semakin berlanjut setelah tahun 1965-66 perlakuan yang keras dari masyarakat dan pemerintah juga terjadi kepada masyarakat etnis China. 42 Pada tahun 1965 hingga tahun 1966, pemerintah membuat kempkonsentrasi kepada masyarakat etnis China. Sebagian dari kelompok tersebut dipulangkan dan ada yang ditahan di kemp konsentrasi oleh Tentara Nasional 41 Yusie Liem, Prasangka Terhadap Etnis China. Jakarta: Penerbit Jembatan, 2000. Hlm IX 42 Ibid. Hlm 41 Universitas Sumatera Utara Indonesia. Hal ini berbuntut adanya dugaan kuat, bahwa masyarakat etnis tersebut mempunyai hubungan dengan Partatai Komunis Indonesia. 43 Tindakan-tindakan lain yang diterima setelah meletusnya Gerakan tanggal 30 September yang mana, pemerintah menuduh dalang dari pemberontakan tersebut adalah Partai Komunis Indonesia PKI. Negara China yang dikenal dengan paham Komunis merembes kepada dugaan, bahwa kelompok masyarakat tersebut menganut paham yang sama dan kerja sama dengan Partai Komunis Indonesia, sehingga untuk mengantisipasi kecurigaan pemerintah maka tindakan tindakan selektif dilakukan kepada masyarakat etnis China yang ada di Indonesia. Masyarakat etnis China yang ada di Medan dilarang melakukan perdagangan dan bebarapa perkumpulan masyarakat tersebut seperti Klenteng dibakar dan sebagian ditutup. Dalam tingkat pedesaan, masyarakat etnis China dikucilkan, sebab ada larangan untuk melakukan kerjasama dengan antara etnis China dengan penduduk lokal. Periode 1960-1970-an adalah masa yang sangat memberatkan bagi masyarakat etnis China, terlebih seelah meletusnya Gerakan 30 September, masyarakat tersebut terkucilkan oleh penduduk lokal. Latar belakang inilah yang memaksa masyarakat etnis China yang sudah lama menetap di Indonesia untuk meninggalkan ciri etnisitas Chinanya. Etnis China yaitu China Totok, yang kental dengan budaya Chinanya lebih banyak mendapat hukuman, pelecehan dan juga pengasingan dari kelompok pribumi, atas dasar tuduhan yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa saat 43 Ibid. Universitas Sumatera Utara itu. Etnis China keturunan dalam hal ini lebih mendapat keringanan ancaman, sebab kelompok tersebut sudah menghilangkan ciri ke Chinaannya sebab penduduk tersebut telah lama tinggal dan sudah melakukan akulturasi dengan penduduk lokal. 44 Di Medan sendiri perlakukan yang sangat kejam diterima oleh masyarakat etnis China setelah dikeluarkannya Perpu No. 10 yang mengharuskan Pribuminisasi kepada kelompok Asing yang ada di Indonesia, terutama etnis China, dilengkapi dengan Keputusan Presiden No. 14 tahun 1967 yaitu pelarangan dan penutupan segala aktivitas China di Indonesia, maka etnis China yang dominan beragama Budha dianggap tidak memiliki agama. 45 Reaksi besar-besaran dalam mengubah aspek kehidupanpun terjadi agar terhindar dari hukuman, pelecehan dan juga tindakan anarki kelompok Pribumi dan pemerintah. Ciri ke Chinaan segera dihilangkan dengan menyerap budaya dan ciri kehidupan lokal. PP No. 10 1960 ditanggapi dengan melakukan pertukaran nama, yaitu dari nama keChinaan menjadi nama pribumi, demikianhalnya dengan nama perusahaan ataupun usaha pergantianpun dilakukan dihadapan pencatatan sipil. Masyarakat dilarang berkumpul di klenteng, sebab sekali-kali akan terjadi serangan mendadak dari kelompok yang menamakan dirinya sebagai penduduk pribumi, sehingga beberapa tahun masyarakat etnis China jarang melakukan kunjungan ketempat ibadah tersebut. 46 44 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 45 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 dan Yusie Liem, Lok. Cit. Hlm IX 46 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 Universitas Sumatera Utara Bentuk kesenian China di Medan, selama tahun 1960-an sampai tahun 1980-an terlihat sangat minim, sebab aspek aspek kehidupan yang sudah lama mereka lakukan akan segera berakhir. Dalam bidang agama, masyarakat etnis China sendiri terpaksa melakukan perubahan agama, dan agama yang dominan sebagai pilihan dari masyarakat tersebut adalah mayoritas memilih agama Kristen Protestan dan selebihnya memilih agama Islam. 47 Periode tahun 1960 sampai tahun 1970 menimbulkan ketertutupan masyarakat etnis berhubungan dengan masyarakat pribumi. Etnis China seperti seorang yang ketakutan apabila bertemu dengan orang-orang di luar keluarganya. Kebebasan dalam bergaul dengan penduduk lokal adalah hal yang menakutkan, sehingga masyarakat etnis sejak babakan 1960-1970-an sangat tertutup kepada etnis yang berbeda. Upaya menghindari tindakan yang sekali-kali membahayakan kelompok etnis China, maka mereka melakukan perpindahan dari daerah-daerah ke Medan, sebab di Medan golongan etnis tersebut bukan lagi etnsi minoritas tetapi sudah termasuk etnis mayoritas yaitu yang ketiga, setelah etnis Batak Toba. 48 Mereka tinggal di satu komplex yang penghuninya dominan masyarakat etnis China, yang tujuannya adalah menjaga terjadinya kekacauan dengan kelompok yang tidak dikenal. Pada tahun 1970-an maka masyarakat etnis China mengalami perubahan aspek-aspek kehidupan yang didorong oleh faktor dari luar bukan dari etnis China sendiri. Hal ini dilakukan adalah menghindari tuduhan-tuduhan yang sama sekali 47 Wawancara Dengan Djoni, Tanggal 7 Juli 2008 48 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 Universitas Sumatera Utara tidak betul yang berujung pada tindakan-tindakan keras, berupa pelecehan, tindakan kekerasan, pengasingan atau kemp konsentrasi dan bahkan pemulangan tanpa proses. 49 Masyarakat etnis China melakukan perubahan dalam aspek agama yaitu dari agama Budha kesalah satu agama yang pada akhirnya menetap menjadi agama pilihannya, menghilangkan bahasa China dalam pergaulan setiap harinya, mengantinya dengan bahasa Indonesia, menghentikan pertunjukan-pertunjukan yang berbau agama Budha dan kebudayaan China lainnya, melakukan tukar nama, yaitu dari nama dan marga China dengan nama Pribumi sebagai upaya menghilangkan identitas kecinaannya. Hal ini juga terjadi pada perusahaan- perusahaan ataupun jenis usaha yang sebelumnya bermerek bahasa dan tulisan China. 50 Selama periode tersebut, perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh masyarakat etnis China sempat terhenti dan merosot, tetapi karena sistem perekonomian sudah tidak terpisahkan dari pengaruh etnis China maka keadaan itu cepat pulih kembali. Larangan untuk melakukan perdagangan di tingkat desa kepada masyarakat etnis China akhirnya diantisipasi dengan melakukan perpindahan ke kota Medan dan di Medan kelompok etnis tersebut tetap melakukan aktivitasnya sebagai pedagang, sehingga Medan semakin rame dengan etnis China yang aktivitas setiap harinya adalah berdagang. Paskah peristiwa tersebut hanya ada 49 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 50 Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008 Universitas Sumatera Utara dua aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat etnis China di Medan, yaitu sebagai pedagang dan koki sekaligus penjual makanan.

4.3 Perkembangan Etnis China Di Medan tahun 1950-1970