Kedudukan dan Fungsi Pemasyarakatan Sebagai Bagian dari Sistem

BAB III PELAKSANAAN KEDUDUKAN DAN FUNGSI PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP PETUGAS PEMASYARAKATAN

A. Kedudukan dan Fungsi Pemasyarakatan Sebagai Bagian dari Sistem

Peradilan Pidana Terpadu Sistem peradilan pidana terpadu merupakan salah satu kebijakan negara public policy dalam rangka menanggulangi kejahatan yang telah mengganggu ketertiban umum melalui proses penegakan hukum. 242 Adapun kebijakan lainnya adalah penanggulangan kejahatan yang bersifat non-penal antara lain melalui upaya membangun kesejahteraan rakyat. Sebagai suatu sistem, peradilan pidana pada hakekatnya merupakan suatu proses dari suatu kesatuan yang bulat dan merupakan rangkaian dari berbagai sub-sistem, punya batas, terbuka, melakukan transformasi, saling keterkaitan dan saling tergantung, mempunyai mekanisme kontrol dalam rangka mencapai tujuan. 243 Menurut Notohamidjojo dinyatakan bahwa tujuan hukum ada ada tiga tri tunggal yakni ketertiban dan kedamaian, keadilan dan memanusiakan. 244 Sedangkan menurut Atmasasmita; KUHAP menyiratkan agar tujuan mencapai ketertiban dan kepastian hukum tidak lagi menjadi tujuan utama. Melainkan yang diutamakan dan merupakan masalah dasar adalah bagaimana mencapai tujuan 242 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 1996, hal. 35. 243 Lihat HR. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Restu Agung, 2006. hal. 45-47. 244 Notohamidjoyo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975, hal. 90. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. tersebut sedemikian rupa sehingga perkosaan terhadap harkat dan martabat manusia sejauh mungkin dapat dihindarkan. M. Yahya Harahap menyatakan bahwa setiap manusia, apakah itu tersangka atau terdakwa harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai harkat martabat dan harga diri. Mereka bukan benda mati atau hewan yang boleh diperlakukan sesuka hati. 245 Mareka bukan barang dagangan yang dapat diperas dan dieksploitasi untuk memperkaya dan mencari keuntungan bagi pejabat penegak hukum. Mereka harus diperlakukan dengan cara pendekatan yang manusiawi dan beradab. Tersangka dan terdakwa bukan binatang dan bukan sampah masyarakat yang dapat diperlakukan dengan kasar, kejam dan bengis. 246 Mereka adalah manusia yang harus diakui dan dihargai: 1. Sebagai manusia yang mempunyai derajat yang sama dengan manusia selebihnya; 2. Mempunyai hak perlindungan hukum yang sama dengan manusia selebihnya; 3. Mempunyai hak sama dihadapan hukum, serta perlakuan keadilan yang sama di bawah hukum. Hal tersebut tidak berbeda dengan bunyi Ketetapan MPR Nomor XMPR1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara yang notabene merupakan kebijakan kriminal di Negara Indonesia, yang menyatakan 245 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penyiapan KUHAP, Op.Cit, hal. 122-123. 246 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. bahwa salah satu tujuan Reformasi Pembangunan adalah: “menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, hak asasi manusia HAM menuju terciptanya ketertiban umum dan perbaikan sikap mental”. 247 Dari uraian di atas, ketertiban umum yang ingin dicapai adalah ketertiban yang adil, dalam arti bahwa ketertiban tidak dicapai melalui pendekatan represif yang dalam pelaksanaannya cenderung selalu menegaskan hak asasi manusia. Oleh sebab itulah paradigma penegakan hukum yang dianut oleh negara- negara maju, sudah bergeser dari pendekatan arbitrary process atau proses sewenang-wenang atau atas dasar kekuasaan penegak hukum, kependekatan due process of law atau proses hukum yang adil dan layak. 248 Sementara itu, dalam tataran praxis masih dalam taraf perdebatan lembaga atau institusi mana saja yang melakukan tugas-tugas untuk melaksanakan kebijakan kriminal atau institusi mana saja yang dapat disebut dalam “Integrated criminal justice system”. Disatu pihak, ada yang berpendapat, terutama para ahli hukum aliran anglosaxon, bahwa instansi yang termasuk melaksanakan kebijakan kriminal adalah petugas polisi, jaksa dan hakim. 249 Sedangkan di pihak lain, dan ini merupakan perkembangan baru dalam pendekatan hukum pidana yang dipelopori oleh ahli hukum kontinental dan para kriminolog, berpendapat bahwa yang melaksanakan 247 Ibid, hal. 125. 248 Dindin Sudirman, Op.Cit, hal. 54. 249 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. kebijakan kriminal, selain ketiga instansi tersebut adalah termasuk juga petugas pemasyarakatan. 250 Sebenarnya perbedaan pendapat dari dua kelompok ahli tersebut merupakan cerminan dari bagaimana mereka melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, yaitu menanggulangi kejahatan dan berbagai dampaknya. Kelompok pertama mendekati masalah kejahatan hanya terbatas kepada pendekatan hukum semata, sehingga mereka berpendapat bahwa instansi yang menangani kebijakan itu juga melulu yang tersangkut dalam proses peradilan dalam hal ini penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Sementara kelompok lainnya menyatakan bahwa masalah kejahatan tidak hanya dapat diselesaikan oleh tindakan hukum semata akan tetapi juga harus melalui pendekatan non hukum. Seperti dikemukakan oleh Nawawi Arif, bahwa upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti : 251 a. Ada keterpaduan integralitas antara politik kriminal dan politik sosial; b. Ada keterpaduan integralitas antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non-penal”. Bangsa Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah bertekad untuk menggunakan pendekatan yang terakhir ini. Karena disadari bahwa pendekatan yang melulu menggunakan kekuasaan dan biasanya dilakukan melalui cara-cara yang represif misalnya dengan penyiksaan, 250 Ibid, hal. 55. 251 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 82-83. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. penculikan, teror dan lain sebagainya akan menghasilkan ketidakadilan yang sudah barang tentu bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai pedoman bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 252 Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja sistem peradilan pidana yang dilaksanakan oleh negara melalui sub sistem kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan termasuk Rutan adalah penanggulangan kejahatan dalam rangka menciptakan ketertiban masyarakat yang pelaksanaannya berlandaskan kebenaran, keadilan dan perlindungan hak asasi baik hak asasi masyarakat maupun hak asasi pelanggar hukum seperti yang tersurat dan tersirat dalam KUHAP. 253 Dalam kaitan ini posisi penasehat hukum, adalah pihak yang mendampingi pelanggar hukum agar pelaksanaan penegakan hukum tersebut tidak melanggar hak asasi manusia pelanggar hukum. Dalam praktek, sistem peradilan pidana menurut KUHAP dilaksanakan melalui desain prosedur procedure design yang dibagi secara garis besar melalui tiga tahap; yaitu a tahap pra-ajudikasi pre-ajudication, b tahap sidang pengadilan atau tahap ajudikasi ajudication, dan c tahap setelah sidang pengadilan atau tahap purna ajudikasi post-ajudication. 254 Dalam tahapan pra-ajudikasi, kepolisian berusaha menciptakan ketertiban dalam masyarakat dengan menegakkan dan mencari kebenaran melalui kegiatan penyidikan untuk membuktikan bahwa perbuatan jahat itu benar-benar dilakukan oleh 252 Ibid. 253 Ibid, hal. 85 254 Didin Sudirman, Op.Cit, hal. 56. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. seseorang disertai dukungan alat bukti yang sah. Demikian pula dalam tahap penuntutan, kejaksaan berupaya untuk membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukannya itu sesuai dengan unsur-unsur delik yang akan didakwakan dan kemudian melakukan penuntutan terhadap pelaku kejahatan disesuaikan dengan berat ringannya kesalahan serta dampaknya terhadap masyarakat. 255 Demikian pula hakim dalam menjatuhkan hukuman tahap ajudikasi berupaya agar putusannya benar- benar dapat mencerminkan keadilan. Oleh karena itu hakim dituntut untuk mempunyai kemampuan menyerap nuansa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Keterlibatan Penasehat Hukum dilakukan sejak proses pra ajudikasi sampai proses ajudikasi untuk mengontrol agar jalannya proses peradilan pidana tidak bertentangan dengan keadilan dan melanggar hak asasi pelanggar hukum. 256 KUHAP menegaskan, bagaimanapun penting dan mulianya upaya penegakan hukum tersebut dalam menciptakan ketertiban masyarakat, sekali-sekali tidak boleh melanggar hak asasi manusia. Di sini letak pentingnya pemasyarakatan cq Rutan yang oleh KUHAP telah diberi peran yang strategis dengan beberapa kewenangan hukum yang pada saat jaman HIR tidak dimiliki oleh jajaran Pemasyarakatan. Kewenangan itu, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Peraturan Pelaksanaan KUHAP, di mana dinyatakan antara lain: 255 Ibid. 256 Ibid, hal. 57. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. 1. Diberikannya kewenangan hukum kepada Kepala Rutan untuk mengeluarkan demi hukum dari Rutan, apabila tenggang waktu penahananperpanjangan penahanannya dari instansi berwenang polisi, jaksa, hakim, telah habis Pasal 19 ayat 7. 2. Pemasyarakatan Cq Rutan adalah satu-satunya instansi yang ditugaskan untuk mengelola tempat penahanan tersangkaterdakwa yang berada dalam proses pradilan pidana, serta bertanggungjawab atas pemeliharaan fisik para tahanan tersebut Pasal 21. 3. Pemasyarakatan cq Rupbasan adalah satu-satunya instansi yang diberikan kewenangan untuk mengelola benda sitaan dan barang rampasan negara sebagai hasil dari upaya paksa penyitaan dari instansi yang berwenang Pasal 30. Kewenangan untuk mengeluarkan tahanan dari rumah tahanan yang diberikan kepada Kepala Rutan, membuktikan bahwa salah satu fungsi kesisteman yaitu proses saling kontrol di antara sub sistem lainnya di mana polisi, jaksa, hakim berwenang melakukan upaya paksa berupa penahanan dengan batas waktu tertentu seperti yang diatur dalam Pasal 24-29 KUHAP, dapat dipenuhi. Kesemuanya itu dimaksudkan agar bekerjanya sistem berjalan sesuai dengan tujuannya. Dalam kaitan ini proses penegakan hukum tidak boleh melanggar hak asasi manusia, karena adanya kelebihan waktu penahanan. 257 Demikian pula pemberian kewenangan seperti tersebut dalam point 2 dan point 3 di atas, yang notabene merupakan strategi manajemen regulasi proses 257 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 85-86. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. penegakan hukum yang berupa pembagian fungsi deferensiasi fungsi dalam suatu kesisteman, agar dapat dihindarkan adanya penyalahgunaan kewenangan. Karena disatukannya dua fungsi yang berbeda fungsi penyidikan dengan fungsi penahanan serta fungsi penyitaan dengan fungsi penyimpanan benda sitaan akan cenderung mudah disalah gunakan yang diakibatkan tidak adanya mekanisme kontrol proses check and balances di dalam sistem tersebut. 258 Disatukannya kewenangan penyidikan dengan tempat penahanan seperti selama ini dilakukan oleh Kepolisian dengan menggunakan Pasal peralihan berdasarkan penjelasan Pasal 22 KUHAP, sangat berpotensi untuk dapat memudahkan terjadinya penyiksaan dalam proses penyidikan dalam rangka memperoleh pengakuan. Hal itu diakibatkan; pertama: situasi di mana saat penyidik berhadapan langsung dengan tersangka, dalam keadaan yang tidak seimbang. Posisi tersangka dalam keadaan powerless, 259 sebaliknya posisi penyidik dalam keadaan powerful. Kedua: selama ini masih dianut pendapat bahwa keberhasilan pekerjaan penyidikan berkaitan langsung dengan pengakuan tersangka. Ketiga: tidak adanya pengawasan dari pihak ketiga. Kesemuanya itu menjadi prasyarat terjadinya penyiksaan polisi dalam rangka memperoleh pengakuan seperti yang sering didengar melalui media massa. Dalam kaitan ini, perlu disadari bahwa negara Indonesia telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia melalui Undang- 258 Ibid. 259 Ibid, hal. 87. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. Undang Nomor 5 Tahun 1998, yang antara lain dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa penyiksaan adalah perbuatan apapun yang dengannya sakit berat atau penderitaan apakah fisik atau mental dengan sengaja dibebankan kepada seseorang untuk tujuan-tujuan memperoleh darinya pengakuan atau informasi ……”. Dalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 dinyatakan bahwa: “tidak ada keadaan-keadaan pengecualian apapun, apakah suatu keadaan perang, atau ancaman perang, ketidakstabilan politik internal atau keadaan darurat umum lain apa pun atau perintah pejabat yang lebih tinggi dapat dijadikan sandaran sebagai pembenaran tindakan penganiayaan. Pemisahan fungsi antara wewenang penyitaan oleh Polisi dan Jaksa yang pelaksanaannya harus seijin Hakim dengan wewenang penyimpanan benda sitaan barang rampasan negara adalah upaya managemen penegakan hukum di Indonesia agar pelaksanaannya tidak disalah-gunakan. Sehingga pelaksanaannya tidak disalah gunakan. Sehingga pelaksanaan proses penegakan hukum tidak bertentangan dengan hak asasi manusia khususnya hak kepemilikan yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G. Pemisahan fungsi antar instansi penegak hukum merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Setidak-tidaknya melalui pemisahan fungsi, maka kecenderungan adanya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisir, karena adanya fungsi saliang mengontrol proses check and balances di antara sub sistem. 260 260 Bambang Purnomo, Pelaksanaan Pidana dengan Sistem Pemasyarakatan, Op.Cit, hal. 75-76. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. Ketiga kewenangan yang dimiliki sub sistem pemasyarakatan tersebut di atas, notabene wujud dari pemberdayaan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pemasyarakatan cq. Rutan dan Rupbasan dalam memberikan warna terhadap proses pra-adjudikasi agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. 261 Sementara itu, dalam proses ajudikasi, kewenangan petugas pemasyarakatan cq.Bapas telah nyata-nyata diberikan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, di mana dalam Pasal 59 ayat 2 dinyatakan bahwa: “hakim dalam memberikan putusannya kepada terdakwa yang masih katagori anak, wajib mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan Petugas Bapas”. Dalam penjelasan dari Pasal tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan “batal demi hukum”. 262 Maksud dari Pasal 59 ayat 2 tersebut adalah dalam rangka menghindarkan kemungkinan Hakim melakukan kesalahan dalam menjatuhkan keputusannya. Hakim melalui laporan penelitian kemasyarakatan dibeikan informasi mengenai latar belakang sosial dan latar belakang kasusnya, sehingga putusan yang dijatuhkannya akan lebih konprehensif dan bermanfaat bagi masa depan anak yang bersangkutan. 261 Ibid. 262 Ibid, hal. 77. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. Dalam sistem peradilan di negara maju, fungsi laporan penelitian kemasyarakatan case study dari petugas probation petugas Bapas telah digunakan pula bagi pelanggar hukum dewasa. Berhubung pentingnya fungsi laporan penelitian kemasyarakatan ini, maka diharapkan di masa yang akan datang setiap Hakim di Indonesia dapat memanfaatkan laporan penelitian kemasyarakatan dari petugas pemasyarakatan, sebagai salah satu dasar pertimbangan putusannya bagi pelanggar hukum dewasa. Sehingga Hakim dalam menjatuhkan pidana, tidak saja melulu atas dasar pertimbangan hukum semata, akan tetapi juga mempertimbangkan latar belakang kehidupan si terdakwa. Dengan demikian putusan Hakim benar-benar dapat dirasakan adil bagi semua pihak. 263 Selanjutnya dalam tahapan post-ajudikasi, pemasyarakatan cq. Lembaga Pemasyarakatan lebih banyak memegang peranan. Oleh sebab itulah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 menyatakan bahwa pemasyarakatan cq. Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana Pasal 1. Dalam ancangan Penologi, pemenjaraan adalah merupakan tindakan negara yang banyak menimbulkan kontroversi. Hal ini diakibatkan adanya dampak dari pemenjaraan yang biasanya kurang disadari oleh banyak kalangan. 264 Menurut Purnomo tindakan pemenjaraan institusionalisasi cenderung menimbulkan bahaya prisonisasi yakni terkontaminasinya mental penghuni oleh budaya penjara yang 263 Didin Sudirman, Op.Cit, hal. 63-64. 264 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. destruktif, stigmatisasi proses pemberian label atau cap kepada seseorang bahwa ia itu penjahat dan ia akan menghayati predikat itu sehingga mengakibatkan penyimpangan perilaku yang sekunder, kedua hal tersebut pada gilirannya dapat menumbuh-suburkan residivisme yang cenderung dapat menimbulkan pengulangan kejahatan. 265 Lebih tegas The Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners poin 53 menyatakan bahwa: “…… tujuan-tujuan pembinaan di dalam Lapas cenderung berbelok kearah yang menyimpang, karena terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang merusak yang terdapat dalam hubungan kehidupan para penghuni dan oleh sarana- sarana yang diperlukan untuk mengekang mereka”. Dalam kaitan itu, tidak aneh apabila dalam salah satu prinsip pemasyarakatan yang dicetuskan oleh Sahardjo, dinyatakan bahwa “negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum di penjara”. Hal ini adalah merupakan refleksi dari kesadaran itu. 266 Oleh sebab itulah sistem pemasyarakatan menganggap bahwa wadah pembinaan narapidana yang paling ideal adalah masyarakat. Dengan prinsip ini maka dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah dinyatakan secara jelas dan limitatif berbagai hak narapidana, termasuk hak mendapatkan pembinaan di tengah-tengah masyarakat yakni hak asimilasi, hak mengunjungi keluarga, hak cuti bersyarat dan hak pembebasan bersyarat. Satu dan 265 Bambang Purnomo, Op.Cit, hal. 78. 266 Didin Sudirman,Op.Cit, hal. 61. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. lain hal, kesemuanya itu dimaksudkan untuk mengurangi dampak buruk dari pemenjaraan disatu sisi. Sedangkan disisi lain, secara bertahap ia diberikan pelatihan untuk menerima tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam kegiatan bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan angka 60 Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners yang menyatakan: a Pengaturan lembaga harus berusaha meminimalkan berbagai perbedaan diantara kehidupan lembaga pemasyarakatan dengan kehidupan bebas yang bertujuan untuk mengurangi pertanggung jawaban para narapidana atau penghormatan karena martabat mereka sebagai insan manusia. b Sebelum selesainya hukuman, sebaiknya perlu diambil tindakan-tindakan untuk menjamin dari narapidana suatu pengembalian secara bertahap pada kehidupan dalam masyarakat. Sasaran ini mungkin dicapai tergantung pada kasus itu dengan suatu pengaturan pra-pembebasan yang diorganisir dalam lembaga yang sama atau pada lembaga yang lain yang tepat atau dengan pembebasan percobaan di bawah beberapa macam pengawasan yang tidak boleh dipercayakan kepada polisi tetapi harus digabung dengan bantuan sosial yang efektif. Angka 60 dari SMR tersebut menyatakan: Perlakuan terhadap narapidana harus menekankan tidak pada pengucilan mereka dari masyarakat, tetapi pada bagian abadi mereka dalam masyarakat. Badan-badan masyarakat oleh karenanya harus didaftarkan dimanapun berada, untuk membantu petugas pemasyarakatan dalam melakukan rehabilitasi sosial para narapidana. Harus ada hubungan dengan setiap lembaga pekerja sosial yang dibebani tugas memelihara dan memperbaiki hubungan yang diinginkan dari seorang narapinda dengan keluarganya dan pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. dengan badan-badan sosial yang berkualitas. Langkah dan upaya harus diambil untuk melindungi hak sipil serta hak jaminan sosial dan dana sosial narapidana yang lain sesuai dengan undang-undang. Dalam kaitan ini, sudah barang tentu peranan masyarakat dalam mendukung upaya-upaya pembinaan merupakan kata kunci bagi keberhasilan terlaksananya proses pemasyarakatan. Dengan konsep berpikir demikian maka pengkondisian masyarakat merupakan tugas yang tidak boleh dikesampingkan oleh sistem pemasyarakatan. Karena suksesnya sistem ini sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembinaan narapidana melalui social participation, social support dan social control. Melalui kebijakan pidana yang berlandaskan kepada paham re-integrasi sosial ini, yaitu usaha pemulihan hubungan yang sehat antara narapidana dengan masyarakat, maka diharapkan upaya-upaya tersebut dapat meminimalisir dampak- dampak negatif dari proses penegakan hukum yang berupa prisonisasi, stigmatisasi, dan residivisme dan lain-lain. Sehingga proses penegakan hukum benar-benar dapat memanusiakan manusia karena ditegakkan berdasarkan prinsip keadilan substantif sosial dan tidak semata-mata hanya berdasarkan kepada keadilan yang formal prosedural. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.

B. Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Petugas Pemasyarakatan

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Narapidana Sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi di LAPAS Labuhan Ruku)

1 87 162

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 1 90

PENGHAPUSAN REMISI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 22

ANALISIS KEDUDUKAN HUKUM NARAPIDANA PENDERITA HIVAIDS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PANGKALPINANG SKRIPSI

0 0 15

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

0 0 40