Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Petugas Pemasyarakatan

B. Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Petugas Pemasyarakatan

Pada hakekatnya eksistensi lapas adalah merupakan masyarakat yang diciptakan dengan sengaja oleh suatu Undang-Undang. 267 Masyarakat tersebut terdiri dari dua kelompok, yaitu masyarakat petugas yang memiliki kekuasaan yang penuh menurut Undang-Undang Powerful dan masyarakat penghuni lapas yang sedang dicabut kemerdekaannya atau hak-haknya untuk sementara waktu Powerless. Secara sosiologis keberadaan masyarakat yang demikian akan menimbulkan interaksi yang memiliki ciri-ciri dan pola-pola yang khas. 268 Pelaksanaan tugas dan fungsi pemasyarakatan harus dilandaskan pada aturan hukum yang berlaku agar pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia dapat direalisasikan. Ketidakmampuan aparat penegak hukum khususnya pemasyarakatan dalam mengupayakan perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia khususnya para pelanggar hukum mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan negara atau terjadinya penyebaran Lay ommision terhadap hak konstitusional warga negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Pasal 28 ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 267 Adrianus Meliala, Diktat Kebijaksanaan Kriminal, Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Sosial, 1998, hal. 79-81. 268 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah jelas dan tegas diatur mengenai perlindungan hukum yang harus dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan kepada para tahanan yang untuk sementara waktu telah dicabut kemerdekaan dan hak-haknya yang berkaitan dengan hak-hak dasar manusia dalam menikmati hidup di dunia ini. 269 Pelanggaran hukum oleh petugas pemasyarakatan terhadap perlindungan hukum yang harus diberikan kepada para tahanan akan mengakibatkan petugas pemasyarakatan tersebut dapat dituntut secara pidana. Sebagaimana yang telah ditegaskan secara eksplisit oleh Pasal 28 UUD 1945 pada uraian di atas bahwa pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum dimiliki oleh setiap orang termasuk petugas lapas sebagai personil penegak hukum. Dalam praktek pelaksanaan penegakan hukum instansi pemasyarakatan akan memilih hubungan koordinasi tugas dengan instansi berwenang lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Perlindungan hukum bagi petugas pemasyarakatan dalam hubungan tugas koordinasinya dengan instansi berwenang lainnya mutlak diperlukan guna terciptanya sistem checking sebagaimana yang diamanatkan oleh KUHAP. Yang dimaksud dengan sistem checking adalah suatu sistem di mana di antara sesama instansi penegak hukum yang berwenang dapat saling melakukan 269 Bahroedin Surjobroto, Pemasyarakatan, Masalah dan Analisa, Majalah Risma Edisi Nomor 5, Jakarta: LP3ES, 1984, hal. 43-45. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. pengawasan yang seimbang terhadap tugas masing-masing instansi dalam penegakan hukum. 270 Perlindungan hukum terhadap instansi penegak hukum yang berwenang dalam suatu sistem penegakan hukum pidana menurut KUHAP terdiri dari kepolisian, kejaksaan, hakim dan pemasyarakatan, di mana perlindungan hukum yang dipandang paling lemah dalam tugas koordinasi tersebut adalah pemasyarakatan. Pemasyarakatan sebagai tempat penitipan terakhir dan kumpulan orang yang melanggar hukum dipandang sebagai instansi yang memiliki tugas melakukan pembimbingan pembinaan dan pemanusiaan para tahanan untuk akhirnya dikembalikan ke masyarakat setelah selesai menjalani hukuman. Dalam praktek penegakan hukum, petugas pemasyarakatan sangat rentan dengan perbuatan yang dipandang menyalahi prosedur yang bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri tapi juga disebabkan perbuatan dari petugas instansi berwenang lainnya yang memiliki akses langsung terhadap instansi pemasyarakatan. 271 Perbuatan yang dipandang menyalahi prosedur tersebut mengakibatkan petugas yang melakukannya akan dijatuhi hukuman sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku bila perbuatan yang menyalahi prosedur terjadi akibat perbuatanbaik sengaja maupun tidak sengaja yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan itu sendiri adalah wajar bila ia sendiri yang harus mempertanggung 270 Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1987, hal. 56-57. 271 Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, Malang: Averroes Press Pustaka Pelajar, 2004, hal. 79-82. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. jawabkannya di hadapan hukum. Namun bila perbuatan menyalahi prosedur tersebut dilakukan petugas pemasyarakatan atas perintah instansi penegak hukum yang berwenang lainnya, maka adalah tidak adil bila petugas pemasyarakatan tersebut yang harus sepenuhnya mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut. 272 Kasus dibebaskannya Adelin Lis dari rumah tahanan negara atas perintah instansi berwenang yaitu jaksa sebagai eksekutor, merupakan perintah yang sah yang harus dipatuhi oleh petugas pemasyarakatan. Namun kemudian instansi berwenang lainnya yaitu petugas kepolisian berdasarkan kewenangannya menyatakan bahwa untuk membebaskan Adelin Lis harus terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian karena menurut pihak Kepolisian Adelin Lis masih memiliki kasus lain yang masih membutuhkan penyidikan pihak kepolisian. Akibat perbuatan petugas pemasyarakatan membebaskan Adelin Lis tersebut, namun petugas pemasyarakatan menjalani pemeriksaan intensif dari pihak kepolisian. Pasal 50 KUHP menyatakan “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang tidak dipidana”. Pasal 51 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana”. Pasal 51 ayat 2 menegaskan “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaan“. 272 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. Berdasarkan penjelasan Pasal 50 dan 51 ayat 1 dan 2 KUHP tersebut di atas, seharusnya petugas pemasyarakatan bebas dari segala sanksi hukum oleh polisi atas perbuatantindakannya dalam membebaskan Adelin Lis dari Lembaga Pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan membebaskan Adelin Lis adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang dan juga dalam rangka melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang dalam hal ini adalah Jaksa sebagai eksekutor. Namun Pasal 50 dan Pasal 51 ayat 1 dan 2 KUHP sebagaimana dimaksud di atas merupakan suatu ketentuan yang bersifat umum yang dapat melindungi petugas penegak hukum dari instansi berwenang yang mana saja dalam melaksanakan tugasnya. Kedua pasal tersebut tidak dikhususkan untuk memberi perlindungan hukum kepada petugas pemasyarakatan sehingga ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan legitimasi atas tindakan yang diambil oleh petugas pemasyarakatan dalam membebaskan Adelin Lis. Dalam kasus pembebasan Adelin Lis ini, telah terjadi mis koordinasi antara instansi penegak hukum terkait yang berwenang terhadap penahanan tersebut. Pihak Kejaksaan dalam hal ini memerintahkan pembebasan Adelin Lis kepada pihak pemasyarakatan, karena jaksa adalah eksekutor dari keputusan hakim yang membebaskan Adelin Lis. Pihak kepolisian juga tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya, karena sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Sedang pihak lembaga pemasyarakatan juga tidak mengetahui tidak diberitahu tentang adanya kasus lain dari Adelin Lis yang sedang dilakukan pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009. penyidikan oleh pihak kepolisian. Pada akhirnya petugas pemasyarakatanlah yang menjadi korban dari mis koordinasi tersebut. Bila perlindungan hukum terhadap salah satu instansi penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya mengalami suatu ketidakpastian maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap keseimbangan pelaksanaan penegakan hukum itu sendiri. 273 Dampak negatifnya adalah faktor psikologis petugas pemasyarakatan akan mengalami keragu-raguan, kekhawatiran dan tidak adanya rasa aman dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum. 274 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perlindungan hukum bagi petugas pemasyarakatan adalah untuk menjamin adanya keseimbangan dalam praktek penegakan hukum di mana instansi pemasyarakatan adalah instansi terakhir yang melaksanakan penegakan hukum tersebut. 275 Di samping itu perlindungan hukum pagi petugas pemasyarakatan juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa aman, ketegasan dalam bertindak dan kemantapan dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum baik terhadap para tahanan di dalam lembaga pemasyarakatan itu sendiri maupun di antara sesama petugas instansi penegak hukum yang berwenang lainnya. 276 273 Budiono Kusumo Hamidjojo, Ketertiban yang Adil, Problematik Filsafat Hukum, Jakarta, Grasindo, 1999, hal. 85-86. 274 Ibid. 275 Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-hak Azasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Lembaga Kriminologi UI, 1983. hal. 31-35. 276 Ibid. pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.

C. Kedudukan

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Narapidana Sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi di LAPAS Labuhan Ruku)

1 87 162

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 1 90

PENGHAPUSAN REMISI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 22

ANALISIS KEDUDUKAN HUKUM NARAPIDANA PENDERITA HIVAIDS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PANGKALPINANG SKRIPSI

0 0 15

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

0 0 40