dapat dituntut secara hukum di depan pengadilan sekaligus dapat dikenakan sanksi hukuman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Kebijakan-kebijakan yang Dilakukan dalam Pelaksanaan Tugas
Pemasyarakatan
Apabila dilihat secara seksama ada beberapa aspek yang harus diwaspadai sehubungan dengan profesi pemasyarakatan. Kewaspadaan ini dipergunakan karena
apabila “lengah” maka akan terjadi sesuatu yang disfungsional terhadap tujuan organisasi dan bahkan akan menimbulkan sesuatu yang bertentangan dengan misi
organisasi. Pada hakekatnya eksistensi Lembaga Pemasyarakatan
adalah merupakan masyarakat yang diciptakan dengan sengaja oleh suatu Undang-Undang. Masyarakat
tersebut terdiri dari dua kelompok, yaitu masyarakat petugas yang memiliki kekuasaan yang penuh menurut Undang-Undang powerful dan masyarakat
penghuni Lapas yang sedang dicabut kemerdekaannya atau hak-haknya untuk sementara waktu powerless
311
. Secara sosiologis keberadaan masyarakat yang demikian akan menimbulkan interaksi yang memiliki ciri-ciri dan pola-pola yang
khas. Lord Acton menyatakan bahwa: “kekuasaan mempunyai kecenderungan untuk disalahgunakan”. Dalam praktek, penyalahgunaan kekuasan di dalam pekerjaan
pemasyarakatan merupakan “titik rawan” yang harus diwaspadai karena akan menimbulkan keresahan masyarakat dan menyinggung rasa keadilan masyarakat.
312
Dimana secara “de facto” petugas pemasyarakatan akan selalu berhadapan dengan
311
Didin Sudirman, Op.Cit, hal. 141.
312
Ibid.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
upaya-upaya dari para warga binaan untuk mempengaruhi para petugas agar segala keperluannya dipenuhi, walaupun dengan cara melanggar praturan yang berlaku.
313
Dari diskripsi di atas, ada beberapa point yang sifatnya kritis yang harus diwaspadai dikaitkan dengan profesionalisme tugas-tugas pemasyarakatan. Pertama;
pemberian hak kepada narapidana seperti yang diatur dalam Pasal 14 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan antara lain hak asimilasi,
hak penglepasan bersyarat, hak mendapat remisi, hak mendapatkan cuti mengunjungi keluarga dan lain sebagainya, yang nota bene merupakan upaya pelonggaran dari
batas-batas kebebasan bergeraknya yang juga dapat “diartikan” sebagai upaya untuk mengurangi rasa derita yang selama ini dirasakan akibat dari pemenjaraan. Kedua, hal
itu dapat dijadikan alat untuk saling tukar menukar kepentingan antara narapidana dengan petugas. Dengan perikatan lain berbagai hak ini dapat dijadikan “komoditi”
untuk diperjual-belikan oleh petugas yang tidak bertanggung jawab. Ketiga: apabila point dua terjadi maka sudah dapat dipastikan bahwa penegakan hukum khususnya
dalam pelaksanaan penghukuman akan menghasilkan “ketidakadilan”, bukan saja karena keputusan itu potensial akan menyinggung rasa keadilan masyarakat akan
tetapi juga akan menimbulkan pula adanya kesenjangan “pemerataan” dalam pemberian hak-hak warga binaan pemasyarakatan. Dalam arti bahwa hanya
narapidana yang “mampu secara finansial atau sosial” saja yang dapat memperoleh
313
Ibid, hal. 142.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
pembinaan. Selebihnya banyak narapidana yang tidak terjangkau oleh proses “
pembinaan” termarginalisasi baik disengaja ataupun tidak.
314
Di samping itu, bahaya lainnya adalah apabila petugas pemasyarakatan merasa tidak peduli terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Padahal sebagai aparatur
penegak hukum ia mempunyai tanggung jawab untuk “mewarnai” agar proses penegakan hukum di Indonesia mempunyai wajah yang manusiawi. Dan hal ini
adalah merupakan persoalan pembangunan masyarakat yang beradab sesuai dengan tuntutan masyarakat madani.
Ketidakpedulian petugas pemasyarakatan untuk memperhatikan hak-hak tersangka, terdakwa dan narapidana yang berada dalam tanggung jawabnya dapat
mengakibatkan pelanggaran HAM. Di satu sisi ia telah melalaikan kewajibannya, sedangkan di sisi lain ia telah nyata-nyata membiarkan pelanggaran itu terjadi by
omision. Padahal ia pada saat itu wajib mencegahnya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 UU Nomor 391999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi:
“ Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab pemerintah”. Seperti diuraikan dalam sub bab terdahulu, sistim pemasyarakatan
menginginkan adanya proses diversi, probasi informal, pembinaan dan pelayanan selama tahanan dalam dan luar, pembuatan penelitian kemasyarakatan untuk bahan
pertimbangan adjudikasi, asimilasi, integrasi, dan lain sebagainya; yang semuanya,
314
Muladi Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Jakarta: Prenada Media, 2007, hal. 71-72.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
jika dilihat dari kepentingan para pelanggar hukum, nota bene adalah merupakan fasilitas, kemudahan-kemudahan dan kelonggaran-kelonggaran legal dan formal yang
pada gilirannya dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang dapat mengurangi rasa derita yang dialaminya.
Namun yang akan menimbulkan masalah adalah apabila proses “legalisasi” kemudahan dan kelonggaran-kelonggaran tersebut tidak menyentuh kepada rasa
keadilan, dalam arti bahwa proses legalisasi tersebut tidak dapat mengakomodasikan kepentingan semua pelanggar hukum yang berhak mendapatkannya. Proses legalisasi
akan tercemar apabila hanya dapat menyentuh pelanggar hukum yang karena sesuatu baik materi, budaya paternalistik, maupun sebab lainnya mempunyai akses langsung
kepada petugas. Sedangkan bagi mereka yang tidak mempunyai akses dengan petugas akan terbiarkan begitu saja dalam keadaan “terpuruk” dan “tak berdaya”.
315
Mereka jauh dari jangkauan dan pembinaan petugas. Padahal secara azasi mereka mempunyai
hak yang sama dengan pelanggar hukum lainnya. Pada titik inilah kerawanan jabatan akan timbul karena melalui sifat diskresi pekerjaan pemasyarakatan, setiap langkah
dan prosedur jabatan dapat dikomersialisasikan untuk kepentingan pribadi si petugas. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa petugas pemasyarakatan
secara struktural memiliki kewenangan “diskresi” untuk mengabulkanmelaksanakan atau menolak setiap hak warga binaan tanpa dapat diawasi oleh pihak ketiga.
316
Menurut Roeslan Saleh, diskresi dapat dijelaskan sebagai kemungkinan menentukan
315
Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal. 42.
316
Ibid, hal. 43.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
diri sendiri keputusan yang diambil dari berbagai kemungkinan sebagai alternatif. Kelihatannya hal ini lebih bersifat suatu keadaan yang diinginkan daripada suatu
masalah. Akan tetapi dalam hubungan antar warga negara dan penguasa ternyata memang menimbulkan suatu masalah, sebabnya oleh karena bilamana alat penguasa
bebas menetapkan atas dasar keinginannya sendiri hal-hal yang akan ia lakukan atau tidak akan ia lakukan mungkin sekali tindakannya itu akan merugikan warga
negara.
317
Dan jika demikian halnya, menjadi masalah apakah yang dapat dilakukan oleh warga negara yang bersangkutan? Sebagai contoh yang banyak sekali terjadi
negara-negara maju sekalipun adalah: banyak orang yang kecurian, datang ke kantor polisi, sampai di sana diberikan kepadanya formulir-formulir untuk diisi dan hanya
itulah, setelah itu tidak ada tindakan lain. Polisi tidak bergairah untuk menyelidiki sekitar pencurian yanga telah terjadi itu. Sebaliknya warga negara yang bersangkutan
tidak terbuka jalan lain untuk merubah cara bekerjanya posisi tersebut.
318
Dalam kaitan ini, Klitgaard menyatakan bahwa perilaku penyalahgunaan kekuasaan KKN cenderung dilakukan oleh instansi yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: Pertama, memiliki hak monopoli, dalam arti pekerjaan itu tidak dilaksanakan oleh instansipihak lain. Kedua, instansi tersebut mempunyai kewenangan diskresi.
Ketiga, para pelaksananya tidak memiliki akuntabilitas. Ketika ketiga variabel yang mempunyai kecenderungan menimbulkan
perilaku kolutif tersebut, ternyata dimiliki oleh instansi pemasyarakatan. Karena
317
Ruslan Saleh, Op.Cit, hal. 97-98.
318
LHC Hulsman, Selamat Tinggal Hukum Pidana Menyusun Regulasi, Diterjemahkan oleh Wonosutanto, Semarang: Universitas Sebelas Maret, Press, 1995, hal. 155-156.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, instansi pemasyarakatan adalah satu-satunya instansi yang mengelola hasil dan limbah dari penegakan hukum
mempunyai hak monopoli. Pekerjaan pemasyarakatan memiliki kewenangan diskresi seperti yang telah diuraikan di muka. Dengan demikian bahaya adanya
“ diskresi” dari petugas pemasyarakatan tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi baik bersifat keluar maupun ke dalam. Keluar, di mana pemberian hak bagi narapidana sulir untuk mendapat dukungan masyarakat karena potensial akan
menyinggung rasa keadilan. Ke dalam, di mana kondisi tidak adanya pemerataan dalam pelayanan hak-hak warga binaan pemasyarakatan dapat menimbulkan
kerawanan keamanan dan ketertiban di dalam Lapas. Kesemuanya bermuara kepada gagalnya organiasi dalam mencapai tujuannya.
319
Oleh karena itu apabila tidak diinginkan adanya penyalahgunaan seperti yang dikemukakan oleh Klitgaard, maka satu-satunya jalan adalah dengan meningkatkan
akuntabilitas para petugasnya. Salah satunya adalah melalui pembinaan petugas melalui proses fungsionalisasi jabatan dalam pekerjaan pemasyarakatan. Setiap
petugas diharuskan untuk memenuhi standar-standar tertentu dalam meniti karirnya. Sehingga melalui fungsionalisasi jabatan dalam pekerjaan pemasyarakatan, akan
319
LHC Huisman, Op.Cit, hal. 157.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
dapat diciptakan akuntabilitas setiap petugas pemasyarakatan yang pada gilirannya akan berdampak kepada peningkatan kinerjanya.
320
Untuk itulah si petugas pemasyarakatan dituntut untuk mempunyai kualifikasi standar, di mana ia harus mempunyai kemampuan profesional, kematangan
intelektual, dan memiliki integritas moral. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan profesional menurut Philip Elliot
apabila pekerjaannya didasarkan apda keahlian tertentu dari disiplin ilmu yang diperolehnya melalui pendidikan tinggi atau universitas. Dilihat dari bagaimana
profesional mengorganisasikan pekerjaan, maka ciri-cirinya:
321
a. Pengetahuan yang digunakan bersifat luas dan teoritis, tugas yang dilakukan
berada dalam situasi non rutin. b.
Keputusan yang dibuat sifatnya tidak terprogram, sebaliknya atas tujuan yang dibuat.
c. Identitas didukung oleh kelompok profesi.
d. Pekerjaan merupakan basis untuk mencapai tujuan karier.
e. Pendidikan bersifat ekstensif, dan
f. Peran yang dijalankan bersifat total.
322
Kematangan intelektual dapat dilihat dari sikapnya yang selalu berpikir nalar. Berpikir nalar dicirikan oleh dua hal, pertama; logis, masuk akal, dan kedua; analitis
320
Ibid.
321
Didin Sudirman, Op.Cit, hal. 149.
322
Joel Arthur Borker, Paradigma, Upaya Menemukan Masa Depan, Terjemahan Moh. Anwar, Batam: Interaksara, 1999, hal. 19.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
di mana keputusan yang diambil selalu didasarkan atas nalisa yang matang. Ia tidak akan bersikap impulsif dan reaktif dalam mengambil keputusan.
Sedangkan integritas moral dicirikan dengan adanya sikap jujur, mengutamakan pengabdian, dan pelayanan altruisme. Sikapnya tersebut selalu
bertumpu kepada nilai-nilai yang universal. Dalam hal yang terakhir, akan tampak jelas apabila fungsi yang dipikul oleh
petugas pemasyarakatan dengan hak-hak yang dimiliki pelanggar hukum yang harus dilayaninya sebagai kewajiban moral jabatan. Hak-hak pelanggar hukum ini
berkesinambungan dengan azas-azas yang terkandung dalam falsafah hidup yang berpancasila dan UUD 1945, dan berkaitan pula dengan deklarasi tentang hak-hak
azasi manusia antara lain:
323
a. Hak untuk kebebasan beragama dan untuk melakukan ibadah menurut agamanya
masing-masing. b.
Hak untuk memperoleh perlakuan yang layak bagi kemanusiaan dan perlindungan terhadap perlakuan sewenang-wenang.
c. Hak untuk tidak mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminatif.
d. Hak untuk memperoleh jasa dalam batas-batas tertentu bagi keperluan
kemanusiaan, keperluan bangsa, dan negara serta keperluan bagi keluarganya. e.
Hak untuk mengeluarkan pendapat dan berserikat. f.
Hak untuk menjangkau badan-badan peradilan. g.
Hak untuk menjangkau badan-badan bantuan hukum. h.
Hak untuk menjangkau buku-buku hukum dan sarana hukum lainnya. i.
Hak untuk memperoleh pelayanan medis. j.
Hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat bagi kemanusiaan. k.
Hak untuk menjangkau masyarakat terutama keluarga. l.
Hak untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berhubungan dengan statusnya sebagai pelanggar hukum, termasuk diantaranya peraturan tata tertib.
m. Hak untuk mengetahui prosedur-prosedur yang bertalian dengan pembinaannya
terutama bagi dikenakannya institusionalisasi. n.
Hak untuk mengajukan keluhan-keluhan.
323
Ruslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1983, hal. 66.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
o. Hak untuk berfungsi secara penuh sebagai anggota masyarakat dalam hal
terjadinya pelanggaran terhadap haknya. p.
Hak untuk berfungsi secara penuh sebagai anggota masyarakat setelah berada kembali secara bebas di tengah-tengah masyarakat.
q. Hak untuk mempertahankan dan pemulihan hak-hak yang dimiliki sebelumnya.
Hak-hak tersebut di atas harus diketahui oleh pelanggar hukum yang bersangkutan dan kepadanya diberitahukan sejauhmana hak-hak tersebut dapat
dibatasi secara sah sehubungan dengan posisi hukumnya. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak negatif dari
adanya sifat “diskresi” pada jabatan pemasyarakatan hanya dapat diatasi oleh sikap profesional dari para petugasnya. Karena profesionalisme di samping dapat diartikan
sebagai keahlian teknis juga tidak boleh lepas dari etika profesi sebagai dasar moralitas.
Di samping itu dampak negatif dari sifat “diskresi” pada jabatan pemasyarakatan dapat diatasi pula dengan ditetapkannya jabatan di bidang
pemasyarakatan sebagai jabatan fungsional. Karena seperti diuraikan di muka, jabatan fungsional di samping dapat memacu profesionalisme pegawai juga dapat
meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja pegawai. Hal ini disebabkan karena ada keterkaitan antara standar kerja, melalui angka kredit, dengan kesejahteraan.
Dengan perkataan lain, dalam jabatan fungsional, untuk pengembangan karier dan kenaikan pangkat seseorang di samping harus memenuhi syarat-syarat pada
umumnya, disyaratkan juga memenuhi angka kredit tertentu. Yang dimaksud dengan angka kredit adalah suatu angka yang telah dipakai oleh pejabat fungsional dalam
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
mengerjakan butir kegiatan yang digunakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional.
324
Jadi dalam budaya organisasi yang memiliki jabatan fungsional, para petugas yang terkait akan selalu berupaya untuk mencari pekerjaan dalam rangka memenuhi
angka kredit yang telah dibebankan kepadanya. Satu dan lain hal, adalah untuk kemajuan kariernya, karena jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan 6 tahun
ia tidak mampu memenuhi angka kredit yang telah ditentukan, maka di samping tidak dapat naik pangkat, ia juga akan dicopot dari jabatan fungsionalnya. Dan serentak itu
pula, budaya organisasi yang demikian akan memberinya kesempatan kepada seluruh klien dalam hal ini para pelanggar hukum untuk mendapatkan pelayanan dan
perlakuan pembinaan dengan tanpa “pandang bulu”. Pada titik ini, aspek negatif dari sifat “diskresi” yang melekat pada jabatan pemasyarakatan dapat diatasi secara
struktural.
325
Sampai saat ini tugas-tugas pekerjaan pemasyarakatan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat struktural yang pada garis besarnya terdiri atas Kepala UPT, pejabat
di bidang non-teknis administratif dan pejabat di bidang teknis substantif. Yang dimaksud dengan pejabat non-teknis administratif adalah pejabat yang bidang
kegiatannya dan peraturan yang menjadi landasan kerjanya di semua departemen adalah sama. Kegiatan itu adalah bidang tata usaha yang terdiri atas pejabat
keuangan, kepegawaian, dan umum surat menyurat, kerumahtanggaan, dan
324
Ruslan Saleh, Op.Cit, hal. 69.
325
Ibid.
pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se
Ge t you r s n ow
“ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA
Gayatri Rachmi Rilowati : Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009.
perlengkapan kantor. Sedangkan yang dimaksud dengan pejabat teknis substantive adalah pejabat yang bidang pekerjaannya menjadi substansi dari adanya jabatan
tersebut, dan pekerjaan ini tidak terdapat di departemen lain.
326
Bidang kegiatan ini adalah pembinaanpelayanan kepada pelanggar hukum yang meliputi; registrasi,
bimbingan klien, bimbingan ketrampilankegiatan kerja, perawatan, bimbingan klien, bimbingan ketrampilankegiatan kerja, perawatan, bimbingan dan penyuluhan
hukum, bimbingan kemasyarakatan. Di samping itu ada bidang pekerjaan yang keberadaannya sangat membantu keberhasilan tugas-tugas dari bidang substantif
yakni pejabat di bidang keamanan. Dalam jaman “kepenjaraan” bidang tugas ini sedemikian sangat dipentingkan sehingga dalam pendekatan pemasyarakatan
orientasi yang demikian harus sudah mulai dirubah karena justru diketahui bahwa orientasi keamanan secara potensial akan dapat menimbulkan pelecehan
hak-hak asasi manusia pelanggar hukum dan bahaya residivisme.
327
C. Akibat Hukum yang Ditimbulkan dari Ketidakjelasan Jaminan