1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini, kebutuhan akan profesi akuntan publik sangatlah mendesak bagi perusahaan-perusahaan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Keinginan untuk mendapatkan pengakuan publik terhadap usahanya membuat perusahaan-perusahaan tersebut berlomba-lomba mendapatkan jasa auditor.
Banyak kasus atau skandal keuangan yang terjadi saat ini terungkap oleh adanya peran auditor. Peran yang besar dalam mengungkap kasus tersebut
tentunya melalui proses panjang yang memakan waktu dan segala macam tantangan profesi dari pada auditor. Karena sebagai akuntan publik yang
memiliki integritas, seorang auditor dituntut untuk mematuhi kode etik profesi. Kode etik profesi inilah yang mengatur perilaku akuntan publik dalam
menjalankan praktiknya baik dengan masyarakat maupun sesama anggota. Dengan kode etik profesi, semua kegiatan auditor dapat dilihat seberapa besar
tingkat profesionalisme seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya. Karena bukan menjadi rahasia lagi, tingkat profesionalisme auditor pada saat ini
banyak dipertanyakan, hal tersebut disebabkan munculnya kasus-kasus tindak kecurangan atas pelaporan keuangan yang dilakukan oleh oknum-oknum
auditor yang bekerja sama dengan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan besar. Hal tersebut tentunya dapat merugikan banyak pihak, di antaranya
pemegang saham, investor, pemerintah, bahkan masyarakat umum yang ingin
2 mengetahui kinerja keuangan perusahaan yang telah di audit. Namun dibalik
itu semua, banyak juga auditor yang benar-benar serius dalam melaksanakan tugasnya, menghargai almamaternya sebagai akuntan publik dengan mentaati
kode etik profesi yang telah ditetapkan. Dengan begitu, tingkat profesionalisme auditor tersebut tidak perlu diragukan lagi. Dan tentunya tidak merugikan
banyak pihak yang menginginkan informasi dengan sebaik-baiknya tanpa ada manipulasi dari internal perusahaan maupun auditor sebagai pemeriksa laporan
keuangan. Terkait dengan tindakan para oknum auditor yang bekerjasama dengan
perusahaan dalam pelaksanaan tindak kecurangan pelaporan keuangan menyebabkan kinerja dari auditor dipertanyakan. Maraknya skandal akuntansi
pun tidak lepas dari peran oknum perusahaan untuk memperkaya diri sendiri atau golongan tertentu. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa skandal-
skandal akuntansi belakangan ini membuktikan kinerja auditor tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Masih teringat di benak publik
atas skandal yang terjadi di PT. Telkom yang melibatkan dua KAP sekaligus, yaitu KAP Eddy Pianto yang merupakan partner KAP Grant Thornton dan
KAP Hadi Sutanto yang merupakan partner KAP PwC. Inti permasalahannya adalah PT. Telkom yang di audit KAP Eddy Pianto meminta laporan audit anak
perusahaannya yaitu Telkomsel yang di audit oleh KAP Hadi Sutanto. Namun KAP Hadi Sutanto menolaknya karena beranggapan hal tersebut sesuai dengan
peraturan AU 543. Karena permasalahan itu, maka SEC menolak hasil audit KAP Eddy Pianto atas PT. Telkom. Dalam kasus tersebut sebenarnya terjadi
3 kesalahpahaman dalam menginterpretasikan sebuah peraturan. Untuk itu,
sebaiknya para auditor dalam melaksanakan tugasnya harus betul-betul mencermati peraturan yang berlaku agar dalam pelaksanaan pekerjaan tidak
ada kesalahpahaman dengan pihak manapun. Kemudian kasus lain yang menyebabkan profesi auditor tercoreng adalah
skandal yang dilakukan oleh perusahaan PT. Great River. Kasus tersebut menyeret Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta menjadi tersangka dan pada
akhirnya izinnya dibekukan pada 28 November 2006 oleh Menteri Keuangan saat itu. Skandal pada PT. Great River yang berhasil ditemukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan BAPEPAM-LK mengindikasikan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account
penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa
pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250.000.000.000 kepada Bank Mandiri dan gagal
membayar obligasi senilai Rp 400.000.000.000. Di luar negeri, kasus-kasus kecurangan pada pelaporan keuangan dan
penyalahgunaan wewenang juga marak terjadi. Masih terdengar kasus besar seperti Enron, WorldCom, dan kasus lainnya yang begitu menggemparkan.
Bahkan mempengaruhi perekonomian Amerika Serikat pada saat itu. Kasus yang terjadi pada Enron adalah salah satu yang terbesar. Seperti diketahui
Enron adalah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Bentuk kecurangan yang dilakukannya adalah dengan
4 menyembunyikan hutang, mendongkrak laba bersih lebih dari 1 miliar, dan
menyogok pejabat asing untuk memenangkan kontrak di luar Amerika. Padahal saat itu, ada KAP yang sedang memeriksanya yaitu KAP Arthur Andersen.
Namun pada kenyataannya, Arthur Andersen justru turut serta dalam tindak kecurangan yang dilakukan oleh Enron. Salah satunya adalah dengan
memusnahkan dokumen yang bisa dijadikan bukti. Melihat keadaan seperti itu, Senator Sarbanes dan Oxley berinisiatif untuk menyusun Undang-Undang
tentang pertanggungjawaban perusahaan publik, dan akhirnya dengan cepat draft
itu disetujui kongres pada akhir tahun 2001. Sarbanes Oxley Act ini sangat mempengaruhi profesi akuntan dan pasar modal.
Melihat kasus-kasus yang terjadi sudah seharusnya menjadi pelajaran, sehingga kedepannya tidak akan terulang lagi. Auditor sebagai pihak yang
berwenang memeriksa keuangan perusahaan harus bekerja sesuai koridor yang disediakan sehingga auditor dapat mengetahui mana yang menjadi tugasnya
dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Karena dengan tanggung jawabnya yang besar, seorang auditor dituntut untuk selalu mempertahankan
integritasnya dalam melaksanakan pekerjaan. Disini peran keahlian dan kompetensi memiliki andil penting dalam membantu peran auditor tersebut.
Namun seorang auditor pun harus profesional dalam pekerjaannya, di satu sisi keahlian dan kompetensi menjadi faktor akademis yang memang menjadi
modal utama dalam melaksanakan audit, namun di sisi lain profesionalisme menjadi faktor yang sangat penting untuk menyempurnakan keahlian dan
kompetensi tersebut. terlebih dengan kualitas kerja yang dihasilkan, tentunya
5 profesionalisme berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kualitas audit. Baotham 2007:1 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara profesionalisme seorang auditor dengan kualitas audit.
Ada keterkaitan tertentu yang menyebabkan pengaruh tersebut, misalnya ketika auditor bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya, independensi dan
kompetensinya terjaga dari segala macam tekanan maupun intervensi dari berbagai pihak, dengan begitu kualitas audit yang dihasilkan pun sebanding
dengan apa yang dilihat, diteliti, dan disimpulkan. Seiring dengan perkembangan zaman, seorang auditor memiliki tantangan
yang besar dalam melaksanakan pekerjaannya, ia harus memiliki integritas sebagai bukti keprofesionalannya, tapi di lain sisi, adanya dorongan dan
intervensi dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya memiliki andil yang besar untuk mempengaruhi integritas auditor dan itu menjadi tantangan
tersendiri bagi profesi auditor. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme,
akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap
pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI
agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah
penetapan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit. Selain itu,
6 profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi
seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin Herawaty et al., 2008:2. Kemudian
Menurut Wahyudi 2006:2, untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan
yang luas tentang kompleksitas organisasi modern. Hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya jaringan dunia usaha pada saat ini menyebabkan alur
mobilisasi perekonomian semakin meningkat dan kompleks, untuk itu diperlukan wawasan yang luas dalam menghadapi perkembangan pengetahuan
tersebut. Untuk mengetahui apakah laporan keuangan telah disusun secara wajar
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan SAK, maka dilakukan pemeriksaan oleh eksternal auditor yang akan memberikan opini terhadap
kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut. Ada kalanya opini kurang mendapat respon yang positif dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya
penyimpangan perilaku oleh seorang auditor dalam proses audit Irawati et al, 2005:1. Disini peran auditor dilihat, bagaimana kinerja perusahaan
mempengaruhi profesionalisme auditor. Walaupun dalam Standar Akuntansi Keuangan SAK sudah diinformasikan secara detail, namun dalam
kenyataannya banyak kecurangan yang terjadi. Auditor bisa secara sadar maupun tidak sadar menyalahi SAK untuk mencari keuntungan semata.
Kemudian, auditor yang berposisi sebagai pemeriksa laporan keuangan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pekerjaannya. Sikap seorang
7 auditor memiliki titik poin yang dianggap tinggi untuk dipertanyakan. Karena
bagaimanapun juga, nama baik seorang auditor tergantung pada bagaimana ia bersikap dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal ini, karakteristik
personal auditor menjadi sebuah hal yang betul-betul mendapat perhatian yang lebih oleh auditor itu sendiri. Untuk itu, berbagai petunjuk dan pedoman etika
yang diwajibkan kepada auditor harus dilaksanakan, sehingga pandangan publik terhadap kredibilitasnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor antara lain melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek
daripada waktu yang sebenarnya underreporting of audit time, merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan replacing
and altering original audit procedurs . Mereka juga mengemukakan penyebab
para auditor melakukan penyimpangan tersebut adalah karakteristik personal yang berupa lokus kendali eksternal external locus of control dan tingkat
kinerja pribadi karyawan self rate employee performance yang dimiliki para auditor Donelly et al., 2003:95. Dari berbagai penyebab dan akibat pada
pernyataan tersebut sudah jelas bahwa ketika auditor merasa memiliki kesempatan untuk melakukan sebuah tindak kecurangan, maka bukannya tidak
mungkin ada akibat-akibat yang ditimbulkan. Disebutkan bahwa karakteristik personal dapat mempengaruhi baik secara
langsung maupun secara tidak langsung terhadap kualitas audit. Dalam konteks audit, manipulasi atau ketidakjujuran pada akhirnya akan menimbulkan
penyimpangan perilaku dalam audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan
8 kualitas audit yang dapat dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh
individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit Irawati et al, 2005:2. Untuk itulah diperlukan pengawasan yang ketat agar pelaksanaan pekerjaan
audit dapat berjalan sebagaimana mestinya. Auditor
sebagai pelaksana
pemeriksa keuangan
klien, dalam
pelaksanaannya memang memiliki banyak tantangan. Selain berbagai tekanan dan intimidasi dalam pembuatan opini audit, seorang auditor memiliki batas
waktu pelaksanaan audit. Dengan perbandingan, ketika waktu yang dimiliki auditor untuk melaksanakan audit sedikit, maka kualitas audit yang dibuat
kurang baik, begitu juga sebaliknya. Ketika auditor memiliki waktu pelaksanaan audit yang cukup, maka hasil yang akan dicapai akan baik. Hal
tersebut terjadi karena, faktor waktu yang membatasi kinerja audior membuat pelaksanaan audit menjadi tidak maksimal, misalnya dalam melakukan
pengujian sampel ataupun transaksi-transaksi lainnya. Batasan waktu audit merupakan suatu tenggang waktu yang diberikan
kepada auditor dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan klien. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya faktor-faktor seperti tugas yang
diberikan dan jangka waktu yang dibutuhkan tidak sinkron. Misalnya tugas- tugas yang diberikan kepada auditor untuk melaksanakan pemeriksaan laporan
keuangan tidak sebanding dengan waktu yang dimilikinya. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Maka dari itu,
auditor bertanggung jawab untuk membuat rencana audit yang lengkap beserta anggaran alokasi waktu manajemen, kemudian disesuaikan dengan standar
9 auditing
dan peraturan yang berlaku, tanpa terkecuali dengan kesulitan untuk menyeimbangkan antara tanggung jawab kualitas yang dihasilkan dan elemen-
elemen lainnya yang mempengaruhi Robertson, 2007 dalam Nor et al., 2010:5. Jadi ada semacam perencanaan matang yang harus dilakukan oleh
auditor sebelum melakukan pekerjaannya. Bagaimana dengan waktu yang terbatas, auditor dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik sesuai dengan
waktu yang ditentukan, dan pastinya sesuai dengan standar yang berlaku. Namun, auditor sebagai pihak eksternal pemeriksa laporan keuangan
perusahaan pastinya memiliki batasan waktu dalam melaksanakan pekerjaannya, terkadang ada perusahaan yang memberikan jangka waktu
pelaksanaan audit yang panjang, tapi terkadang ada juga perusahaan yang memberikan waktu sedikit bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya. Untuk
itu, sebagai auditor yang berkompeten pastinya dapat mengatur pengelolaan waktunya, sehingga kualitas audit yang dihasilkan menjadi baik. Karena
bagaimanapun juga, pekerjaan seorang auditor bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan dengan cepat, tapi memerlukan ketelitian tanpa mengurangi aspek
efektif dan efisien. Untuk itu auditor harus memikirkan perencanaan program audit yang sangat matang agar pelaksanaan audit dapat berjalan tepat waktu.
Berdasarkan uraian yang dibahas sebelumnya, maka penelitian ini mengambil judul
“Pengaruh Profesionalisme, Karakteristik Personal Auditor, dan Batasan Waktu Audit Terhadap Kualitas Audit
”. Urgensi
dari dilakukan penelitian ini adalah banyaknya kasus-kasus audit laporan keuangan yang terjadi belakangan ini menyebabkan pengaruh yang signifikan
10 terhadap kinerja auditor. Karena sebagai pemeriksa laporan keuangan, tingkat
profesionalisme, karakteristik personal auditor, dan batasan waktu audit menjadi hal yang mutlak untuk diperhatikan untuk menghasilkan kualitas audit
yang baik. Adapun penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ussahawanitchakit 2008 yang membahas tentang kualitas audit. Adapun
perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Ada penambahan 2 variabel independen yaitu variabel karakteristik personal auditor yang diperoleh dari penelitian Petronila et al 2006 dan
variabel batasan waktu audit yang diperoleh dari penelitian Nor et al 2010. Penelitian sebelumnya hanya menganalisa hubungan kualitas,
profesionalisme, dan kualitas audit. Pada penelitian kali ini, penulis ingin menguji pengaruh profesionalisme, karakteristik personal auditor, dan
batasan waktu audit terhadap kualitas audit. Adapun alasan penambahan variabel karakteristik personal auditor dan batasan waktu audit adalah
sesuai dengan saran dari penelitian sebelumnya yang menyarankan untuk menambahkan variabel lain. Selain itu, karakteristik personal auditor dan
batasan waktu audit memiliki pengaruh terhadap pekerjaan auditor itu sendiri, maka kualitas audit yang dihasilkan pun dapat ditentukan oleh
karakter auditor dan lamanya waktu yang diberikan dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Penelitian sebelumnya dilakukan pada studi empiris di Thailand sehingga penelitian tersebut hanya menggambarkan kondisi auditor yang ada di
11 Thailand. Namun pada penelitian ini, penelitian dilakukan pada KAP yang
berada di wilayah Jakarta. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh variabel profesionalisme, karakteristik personal auditor, dan batasan waktu
audit terhadap kualitas audit apabila dilakukan penelitian di Jakarta.
B. Perumusan Masalah