Jual Beli Salam Jual Beli Isthisna’

31

5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli

Beberapa bentuk jual beli yang pada saat ini populer dipraktikkan di masyarakat, yaitu antara lain jual beli salam, jual beli isthisna’, jual beli sharf dan jual beli murabahah.

a. Jual Beli Salam

As-Salam ata u bai’us salam adalah transaksi jual beli dengan pembayaran di depan sedang barang yang sifat-sifatnya sudah jelas diserahkan di kemudian hari. 26 Sedangkan syarat jual beli salam adalah: 1 Pihak yang berakad salam, pembeli Muslam, penjual Muslam alaih, disyaratkan harus cakap hukum, baligh dan berakal, sukarela. 2 Modal atau uang al-tsaman, hendaknya jelas harganya baik berupa uang, barang atau manfaat, dan modal harus segera diserahkan pada saat aqad. Modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pula jika modal berupa pembebasan hutang penjual, hal ini tidak dibolehkan sebab menimbulkan riba. 3 Barang Muslam fih. Barang yang menjadi obyek salam disyaratkan tidak termasuk barang yang diharamkan, jelas spesifikasinya jenis, warna, sifat dan lain-lain, jelas ukurannya timbangan, panjang, kualitas dan kuantitas, harus berwujud sehingga dapat diakui sebagai hutang, jelas waktu dan tempat, 26 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet.III, Jakarta: Pustaka Amani, 2007, h.15 32 pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya dan tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan dan harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam-macam barang tersebut, baik kualitas maupun kuantitas. 4 Shighat akad, hendaknya shighat akad dilakukan dengan jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa beraqad, antara ijab qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati, dan tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang. 27

b. Jual Beli Isthisna’

Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna’ berasal dari kata عن ص shana’a yang artinya membuat. 28 Kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta’ menjadi عانصتسإ Istishna’ yang berarti minta membuat sesuatu. Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. 29 Menurut Moh.Rifa’i, Istishna’ ialah kontrak transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum 27 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 111 28 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cet ke- 14, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997, h.796 29 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2009, h.113 33 ada. 30 Jadi, Kesimpulannya isthisna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu yang akan datang. 31 Ketentuan mengenai barang pada akad pembiayaan isthisna’ adalah sebagai berikut: 1 Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang. 2 Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3 Penyerahannya dilakukan kemudian. 4 Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 5 Pembeli musthasni’ tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6 Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 7 Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar hak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 30 Moh.Rifa’i, Konsep Perbankan Syariah, Semarang: Wicaksana, 2002, h.73 31 Abu Bakar Ibn Mas’ud al- Kasani, al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al- Shara’i Beirut: Darul Kitab al-Arabi edisi ke-2, review buku Muhammad Syafi ’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2009, h.113 34 Ketentuan pembayaran pada isthisna’ adalah sebagai berikut: 1 Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2 Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. 3 Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. 32

c. Jual Beli Mata Uang Sharf