Bursa Komoditi Dalam Perspektif Hukum Islam

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: NURLAILA 107043101983

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H /2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Nurlaila, 107043101983, “BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.Skripsi Strata Satu (S1( Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.

Tujuan penulisan skripsi adalah untuk mengetahui proses transaksi jual beli dalam bursa komoditi, faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam bursa komoditi dan mengetahui pandangan dalam hukum Islam tentang bursa komoditi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan objek penelitian dengan metode normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka dan internet.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrak berjangka memiliki pengertian mirip dengan kontrak forward yaitu sebuah kontrak untuk membeli atau menjual suatu komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga yang telah ditetapkan sekarang karena transaksi semacam kontrak berjangka jelas memperdagangkan sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan oleh segelintir orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis terbesar di dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah uang yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan kontribusi langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya kesejahteraan masyarakat.

Kata kunci : Kontrak, Gharar, dan Perdagangan Bursa Berjangka Pembimbing : Dr.H.Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc,MA


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih terdapat kekurangan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala kepedulian mereka yang telah memberikan berbagai bentuk bantuan baik berupa sapaan moril, kritik, masukan, dorongan semangat, maupun sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. JM.Muslimin, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M,Ag., dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

3. Bapak Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc.MA., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu luang, motivasi serta pikiran untuk


(7)

vii

4. Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama’ yang telah memberikan pinjaman buku kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang, Ayahanda H.Ahmad Thofandi, Ms., BA., dan Ibunda Hj.Siti Sarah yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungannya baik dalam bentuk materil dan immateril, dan juga nasihat yang disampaikan selalu memberikan cahaya inspirasi dalam melewati setiap langkah kehidupanku. Penulis memohon maaf atas segala perilaku penulis yang tidak berkenan di hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kasih dan sayang keduanya kepada penulis yang telah merawat dan membesarkan dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan kasih sayang.

7. Kakak-kakak penulis yang tersayang Ahmad Shobirun, Nur Salim, Siti Rofi’ah Nurul Husna,Ridlwanullah dan Nurur Rahmah dan kepada kakak -kakak iparku Elin Miranti, Nur Aulia, Angka Utama, Lathifah dan Anshori yang telah memberikan sindiran-sindirannya yang memberikan semangat kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini.


(8)

viii

dan semangat kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini baik dalam bentuk materil dan immateril. Dan yang selalu menemani kehidupan penulis baik dalam suka maupun duka.

9. Ibu Mertua penulis, Aisyah dan Segenap Keluarga Besar suami penulis, yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini.

10.Nenek penulis, Hj. Sri Habibah, Paman penulis, Zikri dan Harisun Alaikum dan Bibi-Bibi penulis, Siti Maryam, Nurhidayati,S.Pd., Fatimah S.Pd., dan Sri Hastuti, yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mahasiswa Perbandingan Mazhab Fikih Kelas A angkatan 2007 yang saya tidak sebutkan satu persatu.

Terima kasih atas semua bantuan yang tak akan penulis lupakan. Semoga silaturahmi kita dapat terus terjalin dan semoga Allah Swt. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.Amiiin.

Jakarta: 08 Mei 2014 M 08 Rajab 1435 H


(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian... 7

E. Review Studi Terdahulu ... 8

F. Sistematika Penulisan ... BAB II : LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI ... 13

A. Akad ... . Pengertian Akad ... . Rukun-Rukun Akad ... . Syarat-Syarat Akad ... . Macam-Macam Akad ... . Hal-hal yang dapat Merusak Akad ...


(10)

x

B. Jual Beli ... 8 . Pengertian Jual Beli... . Dasar Hukum Jual Beli ... . Rukun dan Syarat Jual Beli ... . Macam-Macam Jual Beli ... . Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli ...

BAB III : GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA .. 33

A. Pengertian Pasar Modal…… ... 7 B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka... C. Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa ... D. Jenis – Jenis Bursa ... E. Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi) ... 7 F. Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka ... 7 G. Visi dan Misi Bursa Komoditi ... 8 H. Produk Bursa Komoditi ...

BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BURSA

KOMODITI BERJANGKA... 55

A. Risiko Pasar ... B. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko pada Bursa Komoditi ... C. Prinsip-Prinsip Islam Dalam Perdagangan ... D. Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam .


(11)

xi

B. Saran-saran ... 78


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan zaman, saat ini banyak sekali ditemukan berbagai jenis transaksi keuangan Islam berkembang mulai dari yang paling sederhana hingga yang konsepnya sangat kompleks. Mulai dari industri perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pasar modal dan bursa efek.1 Selain itu Indonesia juga memiliki bursa komoditi berjangka yang dikenal dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang baru mendapat ijin resmi sejak 21 November 2000 dan memulai kegiatan transaksi secara resmi pada tanggal 15 Desember 2000. Pasar barang berjangka atau Bursa Berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/ atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Kontrak Berjangka.

Bursa komoditi merupakan tempat pertemuan antara permintaan dan penawaran komoditas dan derivatifnya. Pihak penjual dan pihak pembeli barang-barang komoditas bertemu di bursa tersebut. Selain pembeli dan penjual, ada pula pedagang perantara yang dikenal dengan komisioner dan makelar. Komisioner mengambil posisi sendiri, sedangkan makelar tidak dapat memegang posisi.2

1

Soewardi Yusuf, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi Likuiditas Pada Perbankan Syariah, (Jakarta:Karim review, special edition January 2008), h.6.

2

Bursa Komoditi, diakses pada 9 Desember 2010 dari http://id.wikipedia. org/wiki /Komoditi


(13)

Komoditi yang umumnya ditransaksikan adalah CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah), logam (emas, perak, nikel) dan juga kontrak berjangka yang menggunakan komoditi sebagai aset acuannya. Kontrak berjangka ini mencakup harga spot, kontrak serah atau kontrak berjangka.3

Spekulator juga melakukan pembelian dan penjualan kontrak berjangka untuk mendapatkan keuntungan dan menyediakan likuiditas terhadap sistem perdagangan berjangka. Pengenalan komoditi sebagai barang dagangan atau bahan yang memiliki nilai ekonomis. Sejarah dari perdagangan komoditi mulai dari awalnya di Eropa kemudian berkembang ke Amerika dan Asia diteruskan dengan pembahasan lebih lanjut dari sistem perdagangan komoditas, dari mulai pelaku pasarnya, siklus perdagangannya dan prospek perdagangannya berdasarkan hasil survey.

Bursa komoditi (Commodity Exchange) ialah suatu asosiasi atau gabungan pedagang-pedagang yang mengadakan pasaran yang terurus dan teratur untuk pembelian dan penjualan komoditi tertentu. Komoditi yang diperdagangkan itu tidak dibawa ke tempat transaksi dan tentang benar adanya komoditi disaksikan atau dinyatakan oleh dokumen-dokumen yang menerangkan banyaknya serta mutunya. Perdagangan dalam Commodity Exchange pada mulanya adalah tujuan hedging (lindung nilai) melalui pembelian serta penjualan dengan syarat penyerahan di kemudian hari apa yang dikenal dengan future trading.

3 “Bursa Komoditi”,diakses pada 9 Desember 2010 dari

http://id.wikipedia. org/wiki /Komoditi


(14)

Lazimnya, sistem perdagangan ini, pembeli (buyer) tidak melihat secara langsung jenis barang (komoditi) yang biasanya banyak diperdagangkan dalam bursa ini adalah CPO (crude palm oil, minyak sawit mentah), logam (emas, perak, nikel), dan bahan-bahan baku serta hasil-hasil bumi lainnya yang dapat digolongkan dengan cermat berdasarkan mutu (kualitasnya). Dalam hal ini, pembeli melalui sebuah komisi dagang tertentu dapat mengetahui sifat, jenis dan mutu barang yang ditransaksikan. Dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, pelaksanaan transaksi dapat dilakukan dengan menggunakan telex, fax, telepon dan internet. Kesepakatan antara pembeli dan penjual terhadap ketentuan harga jual beli suatu komoditi pertanda transaksi telah mencapai final, yang dilanjutkan dengan penyerahan barang di kemudian hari (future). Atau customer dapat menyimpannya pada commision house sebagai stock commodity yang dapat dijadikan objek transaksi oleh customer lainnya.4

Future trading oleh para produsen dijadikan sarana untuk melakukan hedging, yaitu strategi untuk mengurangi resiko yang diakibatkan oleh fluktuasi harga. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya, para spekulator atau spekulan dari pemilik modal mulai melihat bahwa kontrak ini sangat menarik untuk dikembangkan menjadi instrumen untuk spekulasi. Seorang spekulator dapat saja membeli kontrak futures untuk penyerahan di masa datang dan mulai spekulasi dengan perkiraan harga komoditas pada saat penyerahan. Sehingga dalam hal ini para spekulator mengambil alih resiko

4 Ustadz Setiawan Budi Utomo,”Hukum Bursa Berjangka (Future Market) &

Bursa Commodity (Commodity Exchange)” diakses pada April 2009 dari


(15)

dari para petani. Sejak saat itulah terjadinya futures market sebagai pasar untuk spekulasi para spekulan.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi sebagai landasan hukum pelaksanaan perdagangan berjangka (future trading) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi yang penyerahannya dilakukan kemudian berdasarkan kontrak berjangka atau opsi atas kontrak berjangka. Perdagangan berjangka berlangsung hanya di pasar-pasar yang terorganisasi atau dikenal sebagai Bursa Berjangka.

Di Indonesia telah beroperasi Bursa Komoditi Berjangka. Komoditi pertanian dibeli secara pesanan, artinya uang dibayar di muka sedangkan barang diterima kemudian. Di pedesaan pun transaksi jenis ini banyak ditemui dan dikenal sebagai jual beli ijon. Tentu saja ijon sangat berbeda dengan Bursa Komoditi Berjangka, karena dalam jual beli ijon terdapat gharar (ketidakjelasan/ ketidakpastian) akan kuantitas yang diperjualbelikan. Gharar sendiri didefinisikan sebagai suatu jual beli dimana penjual tidak tahu apa yang dijual dan pembeli tidak tahu apa yang dibeli. Dalam jual beli komoditi berjangka di pasar primer, memang tidak terdapat gharar, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jual beli komoditi berjangka boleh dilakukan. Secara fikih, jual beli komoditi berjangka di pasar primer dapat dikategorikan sebagai Bai’ as-Salam yang halal hukumnya.

Namun demikian, yang terjadi di bursa komoditi berjangka bukanlah jual beli komoditi berjangka di pasar primer. Yang terjadi adalah jual beli komoditi berjangka di pasar sekunder, artinya seseorang membeli komoditi


(16)

pertanian secara future (uang diserahkan di awal, barang diterima kemudian), kemudian barang yang belum diserahterimakan tersebut ia jual pada investor di bursa komoditi berjangka. Secara fikih ini berarti jual beli Salam, yaitu menjual barang yang belum diserahterimakan. Nah bila demikian keadaannya, transaksi ini haram dilakukan, bukan karena terdapat gharar dalam transaksi di pasar primernya, namun karena tidak dibolehkan menjual barang yang belum diserahterimakan sebagaimana terjadi di pasar sekunder. Begitu pula transaksi lain di bursa komoditi berjangka di mana pembayarannya tidak dilakukan dengan uang tunai, namun dibayar dengan utang. Ini pun diharamkan karena mirip dengan riba jahiliyah.

Target pasar bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinu di mana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hendak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Namun di sisi lain ia mengandung banyak sekali unsur kezhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, mempermainkan keseimbangan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana alam lainnya.5

Seperti yang telah dijelaskan diatas, Tidak boleh menjual barang dagangan sebelum ia membeli barang tersebut karena hal itu masuk kategori jual beli barang yang tidak dimilikinya. Adapun jual beli yang belum dimiliki

5

Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,


(17)

oleh penjual mengandung gharar (tipuan) karena ia belum tentu bisa menghadirkan barang itu kepada pembeli. Dalam kitab Al-Muwattha’ diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: “Janganlah engkau menjual barang yang tidak kau miliki”. Dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam disebutkan bahwa ia bertanya:”Ya Rasulullah, telah datang kepadaku seseorang yang ingin membeli barang padaku padahal barang itu belum aku miliki kemudian aku pun membelinya di pasar.

Nabi Muhammad Saw.bersabda:

)

6

(

Artinya ”Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui Rasulullah Saw, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut. Rasulullah Saw. menjawab:

”Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu.

(HR.Tirmidzi).

Jadi dapat disimpulkan, barang yang diperjualbelikan dalam transaksi perdagangan harus jelas dari sisi nilai, harga, sifat, zat, kualitas dan ukurannya.7

Tertarik terhadap masalah di atas maka penulis akan mencoba mengangkat permasalahan dan menuangkannya dalam tulisan yang diberi judul ”BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

6

Imam Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar syarh muntaqa al-Akhbar

(Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372), h.164

7

Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syari’ah, cet.I, (Jakarta: PT. Serambi


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pembatasan permasalahan merupakan hal yang penting untuk menghindari dari melebar dan meluasnya objek kajian skripsi. Untuk itu, penulis akan membatasi permasalahan tentang hukum perdagangan di dalam bursa komoditi.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan-rumusan masalah penulisan skripsi ini, tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli? b. Faktor-faktor apakah yang dapat menimbulkan risiko dalam Bursa

Komoditi?

c. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang bursa komoditi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam

Bursa Komoditi.

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap bursa komoditi.


(19)

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan:

1. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu yang terdapat dalam hukum Islam terhadap bursa komoditi.

2. Sebagai motivator dalam rangka meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya.

3. Untuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy( Pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi, disamping itu metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai satu tujuan, sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu mencari data-data dari referensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Referensi diambil dari kitab-kitab, buku-buku Hukum Islam, artikel, internet, jurnal serta dokumen-dokumen yang secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan pembahasan yang ada dalam skripsi ini.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penyusunan penelitian, penulis melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan “metode normatif”, yaitu penelitian hukum


(20)

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Tentunya terkait dengan berbagai macam referensi yang berdasarkan kajian tentang topik pembahasan yang penulis teliti, dengan menggunakan landasan atau dasar dari Hukum Islam.

3. Data Penelitian

Yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni penelitian yang berusaha menyajikan pemaparan dan penjelasan terhadap masalah yang diangkat dari data yang telah diperoleh peneliti sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan-kesimpulan dari permasalahan yang ada. Adapun data-data tersebut didapatkan tanpa menggunakan instrumen, atau alat lainnya seperti angket, kuesioner dan lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian library research (studi pustaka) yaitu kajian kepustakaan yang dilakukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep yang akan dikaji. Bahan yang digunakan untuk kajian pustaka adalah buku, Al-Qur’an, Hadits, majalah, internet dan beberapa makalah yang berkaitan dan relevan dengan kajian ini.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.


(21)

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Artikel dengan judul”Commodity Murabahah Product (CMP( Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam” yang ditulis oleh Luqman Hakim Handoko. Perbedaannya dengan skripsi penulis adalah artikel tersebut melihat komoditi murabahah dari sudut pandang ekonomi Islam. Sedangkan skripsi ini fokus pada hukum bursa komoditi dalam pandangan hukum Islam.

2. Skripsi tahun 2003 yang berjudul”Bursa berjangka komoditi : sebuah tinjauan etika bisnis Islami” yang merupakan skripsi tahun 2003 dari Deny Pribadi mahasiswa program studi Mu’amalat FSH UIN Jakarta. Adapun skripsi ini hanya membahas tentang bursa berjangka komoditi dam etika bisnis Islami tanpa menjelaskan bagaimana hukum Islam terhadap Bursa Komoditi sebagaimana yang ingin penulis sampaikan.

3. Skripsi tahun 2011 yang berjudul “Tinjauan Syari’ah Terhadap Deposito Berbasis Komoditi Murabahah yang merupakan skripsi tahun 2011 dari Fitoyo Pambudi (107046101953( mahasiswa program studi Mu’amalat FSH UIN Jakarta. Skripsi hanya menjelaskan pada komoditi murabahah dalam bentuk penghimpunan dana serta penjelasan terkait bursa komoditi berjangka dari aspek fikih mu’amalat tanpa menjelaskan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap bursa komoditi sebagaimana yang ingin penulis sampaikan.


(22)

4. Skripsi tahun 2008 yang berjudul “Kajian Hukum Islam Tentang Tindak Pidana Penggelapan Bisnis Komoditi CPO” merupakan skripsi tahun 2008 dari Karunial Achyar (103045128145) mahasiswa program studi Pidana Islam. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum Islam terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO. Sedangkan skripsi ini fokus terhadap bagaimana hukum bursa komoditi dalam perspektif hukum Islam.

F. Sistematika Penulisan

Agar karya ilmiah tersusun dengan rapi dan sistematis, maka penulis membagi pembahasan dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Tinjauan (review) Terdahulu serta Sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori Tentang Akad dan Jual beli

Bab ini menjelaskan tentang Pengertian „Akad, Rukun-rukun Akad, Syarat-syarat Akad, Macam-Macam Akad, Hal-hal yang dapat merusak Akad, Berakhirnya Akad, Pengertian Jual Beli, Dasar Hukum Jual Beli, Rukun dan Syarat Jual Beli, Macam-Macam Jual Beli dan Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli.

Bab III: Gambaran Umum Bursa Komoditi Berjangka

Bab ini menjelaskan tentang Pengertian Pasar Modal, Pengertian Bursa Komoditi Berjangka, Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa, Jenis-jenis


(23)

Bursa, Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi), Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka, Visi dan Misi Bursa Komoditi dan Produk Bursa Komoditi.

Bab IV: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bursa Komoditi

Bab ini menjelaskan tentang Risiko Pasar, Faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko pada Bursa Komoditi, Prinsip-Prinsip Islam dalam Perdagangan dan Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam.

Bab V: Penutup


(24)

13

LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI

A. Akad

1. Pengertian Akad

Secara bahasa Akad berarti ikatan (ar-Ribthu), perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq). Dalam fikih didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Akad juga dapat didefinisikan sebagai kontrak antara dua belah pihak.1

2. Rukun-Rukun Akad

Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:

a. ‘Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing satu pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang.

b. Ma’qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.

c. Maudhu’al-‘aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.

1

Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, cet.I, (Jakarta:PT.


(25)

d. Sighat al’aqd ialah ijab dan qabul.2 Bentuk dari ijab dan kabul ini dapat diungkapkan dengan beberapa cara, yakni dengan:

1) Lisan, Cara ini paling banyak dan biasa dilakukan mayoritas orang dalam melaksanakan akad, sebab lebih mudah dilakukan dan cepat diketahui oleh pihak yang berakad.

2) Perbuatan, yaitu suatu perikatan yang menunjukkan rasa saling meridhai atau biasa kita sebut dengan tha’ati atau mutha’ah (saling memberi dan menerima).

3) Isyarat, hal ini biasanya dilakukan bagi orang yang tidak mampu untuk berbicara (cacat) atau lemah dalam berbicara, sedangkan bagi orang yang bisa berbicara tidak boleh berakad dengan menggunakan isyarat. Isyarat ini dilakukan asalkan para pihak memahami perikatan yang dilakukan.

4) Tulisan, cara ini biasa kita sebut dengan Surat Perjanjian, yang berisikan identitas para pihak, objek perjanjian, hak dan kewajiban para pihak, mulai dari permulaan hingga berakhirnya perjanjian. Cara ini boleh dilakukan baik oleh orang yang bisa berbicara dan dalam satu tempat maupun yang tidak bisa berbicara dan dalam satu tempat ataupun tidak, dengan syarat bahwa tulisan itu haruslah jelas dan dapat dipahami oleh kedua pihak yang berakad.3

2

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, cet.V,(Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2010), h.47

3

Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya

pada Lembaga Keuangan Syari’ah, cet.I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.46


(26)

3. Syarat-Syarat Akad

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad: a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah

akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros atau yang lainnya.

b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.

c. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan ‘aqid yang memiliki barang. d. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’.

e. Akad dapat memberikan faidah.

f. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya.

g. Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.4

4. Macam-Macam Akad

Akad dapat dibagi dilihat dari beberapa segi. Jika dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’, akad terbagi dua yaitu:

a. Akad Shahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh

4


(27)

akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat kepada pihak-pihak yang berakad.

b. Akad yang tidak Shahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.5

5. Hal-Hal Yang Dapat Merusak Akad

Akad yang dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Keterpaksaan atau dures (al-Ikrah)

Salah satu asas akad menurut Hukum Islam adalah kerelaan (al-ridha) dari para pihak yang melakukan akad. Implementasi asas ini diwujudkan dalam bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting dalam akad. Jika sebuah akad dilakukan tanpa adanya kerelaan, berarti akad tersebut dibuat dengan secara terpaksa.6

Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, para ulama membagi ikrah menjadi dua macam, yaitu:

1) Pemaksaan sempurna (ikrah tam), yaitu yang berakibat pada hilangnya jiwa, atau anggota badan, atau pukulan keras yang bisa mengakibatkan cacat fisik pada dirinya atau kerabatnya.

2) Pemaksaan tidak sempurna (ikrah naqish), yaitu mengakibatkan rasa sakit yang ringan atau berupa pukulan yang ringan.

5

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid IV, (Beirut: Dar

al-Fikr,1984), h.240

6


(28)

Para ulama mensyaratkan bahwa pemaksaan yang berpengaruh pada akad adalah pemaksaan yang tidak disyariatkan (tidak dibenarkan secara hukum). Namun jika pemaksaan itu dikehendaki secara hukum, maka pemaksaan itu tidak berpengaruh. Misalnya, pemaksaan hakim terhadap seseorang yang berhutang untuk menjual kelebihan hartanya (dari kebutuhan) untuk membayar hutang. b. Kesalahan mengenai obyek akad (Ghalath)

Ghalath berarti kesalahan, yakni kesalahan orang yang berakad dalam menggambarkan obyek akad, baik kesalahan dalam menyebutkan sifatnya. Misalnya, seseorang membeli perhiasan yang diduganya adalah emas, namun ternyata tembaga. Akad seperti ini sama dengan akad pada sesuatu yang tidak ada obyeknya. Dengan demikian, status hukum jual beli tersebut adalah batal, karena obyek akad yang dikehendaki oleh pembeli tidak ada.

c. Penipuan (Tadlis) atau ketidakpastian (Taghrir) pada obyek akad Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada obyek akad dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya untuk menyesatkan pihak yang berakad dan merugikan salah satu pihak yang berakad tersebut. Upaya ini disebut juga dengan tadlis (penipuan).7

Tadlis ada tiga macam:

1) Tadlis perbuatan, yakni menyebutkan sifat yang tidak nyata pada obyek akad.

7


(29)

2) Tadlis ucapan, seperti berbohong yang dilakukan oleh salah seorang yang berakad untuk mendorong agar pihak lain mau melakukan akad. Tadlis kadang terjadi juga pada harga barang yang dijual, atau menipu dengan memberi penjelasan yang menyesatkan.

3) Tadlis dengan menyembunyikan cacat pada obyek akad padahal ia sudah mengetahui kecacatan tersebut.

Akad yang mengandung tipuan (tadlis) dilarang oleh hukum Islam, tetapi tidak berpengaruh pada akad, kecuali jika disertai tipuan besar. Dalam hal disertai tipuan besar, maka pihak yang ditipu berhak membatalkan akad, untuk menyelamatkan dirinya dari kerugian, artinya ia sebagai pihak yang ditipu diberi hak khiyar mem-fasakh akad jual belinya, disebabkan adanya tipu daya yang disertai rayuan. d. Ketidakseimbangan obyek akad (Ghaban) disertai ketidakpastian

(Taghrir)

Pengertian ghaban di kalangan ulama adalah tidak terwujudnya keseimbangan antara obyek akad (barang) dengan harganya, seperti harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga sesungguhnya. Sedangkan taghrir (ketidakpastian) adalah menyebutkan keunggulan pada barang tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Namun Ghaban kurang berpengaruh pada akad, karena hal itu sering terjadi sehingga sulit menghindarinya sehingga ia tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan akad. 8

8


(30)

6. Berakhirnya Akad (Intiha’ al-‘Aqd)

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai dan pertanggungan (kafalah), akad dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya.

Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut:

a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.

b. Dengan sebab adanya khiyar. Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan kontrak untuk meneruskan atau tidak meneruskan kontrak dengan mekanisme tertentu. Baik khiyar rukyat, khiyar ‘aib, khiyar syarth atau majelis. Khiyar rukyat adalah hak pilih salah satu pihak berkontrak, pembeli misalnya untuk menyatakan bahwa kontrak yang dilakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika kontrak berlangsung, berlaku atau tidak berlaku (tidak diteruskan). Khiyar ‘aib yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan kontrak bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek kontrak dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika kontrak berlangsung. Khiyar syarth adalah hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad, keduanya atau


(31)

bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan kontrak dalam selang waktu yang ditentukan. Khiyar majelis adalah hak pilih masih dalam majelis akad dan belum berpisah.9

c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut iqalah.

d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran (khiyar naqd) penjual mengatakan, bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar, akad akan menjadi rusak (batal).

e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.

f. Karena tidak dapat izin pihak yang berwenang. g. Karena kematian.10

B. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Perdagangan atau jual beli )عيبلا ( menurut bahasa artinya menjual, menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).11 Sebagaimana Allah Swt. Berfirman:

9

Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.77-79

10

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2007),

h.99-100

11


(32)











Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan

shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.(Q.S.Al-Fathir: 29).

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu dengan yang sepadan menurut cara yang dibenarkan.12

2. Dasar Hukum Jual Beli

Al-Qur’an Allah Swt. Berfirman:





































Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba. Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(Q.S.Al-Baqarah: 275).

12


(33)

Hadits

13

Artinya: ”Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya: Apakah profesi yang paling baik?

Rasulullah menjawab:”Seseorang berusaha dengan tangannya sendiri dan

setiap jual beli yang diberkahi.”

Jual beli yang diberkahi adalah jual beli yang tidak mengandung unsur penipuan dan merugikan orang lain.

3. Rukun Dan Syarat Jual Beli

Jual beli yang sah menurut Islam harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:

a. Orang yang berakad (Penjual dan Pembeli). Syarat bagi orang yang melakukan akad adalah berakal, baligh,atas kehendak sendiri dan tidak pemboros. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan selama terpenuhi syarat tersebut, ia berhak melakukan jual beli tanpa ada seorangpun yang boleh menghalanginya, termasuk wali maupun suaminya.

b. Obyek jual beli, yang terdiri dari barang yang diperjualbelikan dan harga barang. Barang yang diperjualbelikan disyaratkan suci (bersihnya barang), dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar dan benda-benda haram lainnya, tidak sah menjadi obyek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak

13

Muhammad bin Ismail al-Shan’ani,Subul al-Salam, Juz III, (Kairo: Syirkah


(34)

bermanfaat bagi manusia dalam pandangan syara’. Selanjutnya, barang tersebut memang milik penjual atau yang mewakilinya. Barang itu diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar (ukuran/nilai), maupun sifat-sifatnya sehingga di antara keduanya tidak terjadi penipuan. 14

c. Nilai tukar (harga barang) hendaknya merupakan harga yang disepakati kedua belah pihak. Harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi) sekalipun secara hukum (seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit). Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka harus jelas waktu pembayarannya. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter atau saling mempertukarkan barang (al-muqayyadhah), maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’ seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara’. 15

d. Lafal atau sighat ijab dan kabul. Ijab adalah ucapan penjual bahwa ia menjual barangnya, sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan akan penjualan barang dengan harga tertentu. Dalam ilmu ekonomi, ijab dan kabul merupakan proses transaksi antara penjual dan pembeli hingga ada kesepakatan antara kedua pihak. Ini dilakukan dengan prinsip suka sama suka.16

14

Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h.82

15 Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 102


(35)

4. Macam-Macam Jual Beli

Macam-macam bentuk jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. a. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli terdapat tiga

macam bentuk jual beli:

1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan

penjual dan pembeli. Jual beli ini boleh karena lazim dilakukan masyarakat.

2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah jual beli yang tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. 17

b. Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga: 1) Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang

dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan

17

Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi,


(36)

isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak.

2) Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan Giro. 18

3) Jual beli dengan perbuatan (saling membutuhkan) atau dikenal dengan istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan kabul, seperti seseorang mengambil baju yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual.

c. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam:

1) Jual beli yang sah menurut hukum. Jual beli dikatakan sah, apabila sesuai dengan rukun dan syarat jual beli, barang yang dijual bukan milik orang lain dan tidak terikat oleh Khiyar. Namun jual beli yang sah dapat juga dilarang (batil) oleh syariat apabila melanggar ketentuan pokok, yakni merugikan salah satu pihak, memonopoli pasar dan merusak mekanisme pasar.

2) Jual beli yang batil menurut hukum. Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batil atau tidak sah (batal), apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan.19

18

Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya

pada Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.71-72

19

Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya


(37)

Selain pembelian di atas, ada juga jual beli yang dilarang. Jual beli yang dilarang terbagi dua:

Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:

a. Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga untuk diperjualbelikan, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar. Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh diperjualbelikan adalah air mani (sperma) binatang. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya.

b. Jual beli yang belum jelas

Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual, maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang dilarang karena samar-samar antara lain:

1) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya. Misalnya, menjual putik mangga untuk dipetik kalau telah tua/ masak nanti. Termasuk dalam kelompok ini adalah larangan menjual pohon secara tahunan.


(38)

2) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya, menjual ikan di kolam/ laut, menjual ubi/ singkong yang masih ditanam, atau jual beli dengan Habalul Habalah yaitu jual beli anak binatang yang masih berada dalam kandungan induknya. 20

Rasulullah Saw.bersabda:

21

Artinya:“Dari Ibnu Umar r.a., katanya:” Orang-orang jahiiliyah mengadakan jual beli daging dengan menjanjikan habalil habalah, yaitu apabila anak unta yang dalam kandungan telah lahir, kemudian anak unta itu mengandung pula. Maka Rasulullah Saw. melarang mereka melakukan jual beli seperti itu. (H.R.Muslim). c. Jual beli bersyarat

Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsur-unsur yang merugikan dilarang oleh agama. Contoh jual beli bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab kabul si pembeli berkata: ”Baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak gadismu harus menjadi istriku”. Atau sebaliknya si penjual berkata: Ya, saya jual mobil ini kepadamu sekian asal anak gadismu menjadi istriku. 22

20

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid V, cet ke-8

(Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 2005), h.3496

21Ma’mur Daud,

Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta: Widjaya, 1984 ), h.141


(39)

d. Jual beli yang menimbulkan kemudaratan.

Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib dan buku-buku bacaan porno. Memperjualbelikan barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari perbuatan dosa dan maksiat.

e. Jual beli yang dilarang karena dianiaya

Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung) kepada induknya. Menjual anak binatang seperti ini, selain memisahkan anak dari induknya juga melakukan penganiayaan terhadap anak binatang.

f. Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau di ladang. Hal ini dilarang agama karena jual beli ini masih samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan.

g. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.


(40)

h. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain ini. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu pihak.

i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar. Seperti seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab kabul.

Rasulullah Saw.bersabda:

)

23

Artinya: ”Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah Saw. melarang dua macam cara jual beli. Yaitu mulamasah dan munabadzah. Mulamasah adalah menjual dengan cara menyentuh barang dagangan tanpa diteliti oleh pembeli. Munabadzah adalah menjual dengan cara melemparkan barang dagangan kepada si pembeli tanpa meneliti barang itu. (H.R. Muslim).

j. Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah sedang

23Ma’mur Daud,

Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta:


(41)

ukurannya dengan ditimbang (dikilo) sehingga akan merugikan pemilik padi kering.24

Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli:

a. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari pasar, ia membeli barang itu semata-mata agar lain tidak dapat membelinya.

b. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam proses transaksi

c. Menghambat orang-orang desa di luar kota dan membeli barang-barang mereka sebelum sampai ke pasar sementara mereka belum mengetahui harga di pasar. Tindakan itu dilarang karena merugikan penjual yang sedang menuju pasar dan merusak mekanisme pasar. d. Membeli barang untuk ditahan (ditimbun) agar dapat dijual dengan

harga yang lebih mahal sedangkan masyarakat umum sangat membutuhkannya. Tindakan itu dilarang karena dapat merusak dan mengganggu ketenteraman umum.

e. Menjual barang untuk keperluan maksiat. f. Jual beli dengan penipuan

g. Menjual yang bukan atau belum menjadi miliknya dan tidak punya hak akan barang tersebut.

h. Jual beli utang dengan utang.25

24

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh

Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h.85

25


(42)

5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli

Beberapa bentuk jual beli yang pada saat ini populer dipraktikkan di masyarakat, yaitu antara lain jual beli salam, jual beli isthisna’, jual beli sharf dan jual beli murabahah.

a. Jual Beli Salam

As-Salam atau bai’us salam adalah transaksi jual beli dengan pembayaran di depan sedang barang yang sifat-sifatnya sudah jelas diserahkan di kemudian hari.26

Sedangkan syarat jual beli salam adalah:

1) Pihak yang berakad salam, pembeli (Muslam), penjual (Muslam alaih), disyaratkan harus cakap hukum, baligh dan berakal, sukarela.

2) Modal atau uang (al-tsaman), hendaknya jelas harganya baik berupa uang, barang atau manfaat, dan modal harus segera diserahkan pada saat aqad. Modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pula jika modal berupa pembebasan hutang penjual, hal ini tidak dibolehkan sebab menimbulkan riba.

3) Barang (Muslam fih). Barang yang menjadi obyek salam disyaratkan tidak termasuk barang yang diharamkan, jelas spesifikasinya (jenis, warna, sifat dan lain-lain), jelas ukurannya (timbangan, panjang, kualitas dan kuantitas), harus berwujud sehingga dapat diakui sebagai hutang, jelas waktu dan tempat,

26

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid,


(43)

pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya dan tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan dan harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam-macam barang tersebut, baik kualitas maupun kuantitas. 4) Shighat akad, hendaknya shighat akad dilakukan dengan jelas dan

disebutkan secara spesifik dengan siapa beraqad, antara ijab qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati, dan tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.27

b. Jual Beli Isthisna’

Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna’ berasal dari kata عن ص (shana’a) yang artinya membuat.28 Kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta’ menjadi عانصتسإ (Istishna’) yang berarti minta membuat (sesuatu). Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.29 Menurut Moh.Rifa’i, Istishna’ ialah kontrak/ transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum

27

Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 111

28

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia

Terlengkap, cet ke- 14, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h.796

29 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik

, (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113


(44)

ada.30 Jadi, Kesimpulannya isthisna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu yang akan datang.31

Ketentuan mengenai barang pada akad pembiayaan isthisna’ adalah sebagai berikut:

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang. 2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

3) Penyerahannya dilakukan kemudian.

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

5) Pembeli (musthasni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

30 Moh.Rifa’i,

Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: Wicaksana, 2002), h.73

31Abu Bakar Ibn Mas’ud al

- Kasani, al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al-Shara’i (Beirut: Darul Kitab al-Arabi edisi ke-2), review buku Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113


(45)

Ketentuan pembayaran pada isthisna’ adalah sebagai berikut:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.

2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.32

c. Jual Beli Mata Uang (Sharf)

Menurut bahasa, ash-sharf memiliki beberapa arti, yaitu kelebihan, tambahan, menolak. Adapun menurut terminologis, sharf adalah pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan uang atau disebut juga Valas. Atau jual beli antara barang sejenis secara tunai. Atau jual beli atau pertukaran antara mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya.33

Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang terutama jual beli valuta asing. Akan tetapi tidak semua bentuk yang ada tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam. Landasan operasional jual beli valuta asing yaitu berdasarkan keputusan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) antara lain:

Pertama: Ketentuan Umum: Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

32

Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, h. 359

33

Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah,


(46)

2) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan) 3) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka

nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqbudh).

4) Apabila berlainan jenis maka dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Kedua: Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing

1) Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.

2) Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward aggreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

3) Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram karena mengandung unsur maisir (spekulasi).


(47)

4) Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ciri-ciri option adalah sebagai berikut:

1) Transaksi terjadi pada hak untuk memilih menjual atau membeli sekuritas sehingga objeknya bukan sekuritas itu sendiri. Eksistensi objek jual beli yang sebenarnya tidak ada, karena begitu batas waktunya jatuh tempo maka option-nya otomatis tidak ada. Islam melarang jual beli dengan adanya batas waktu yang otomatis berakhir dengan jatuh temponya batas waktu itu.

2) Kenyataannya, transaksi jual beli ini jarang terlaksana, melainkan diselesaikan dengan perolehan pembeli atas option atau perjual atas perbedaan harga. Jika terjadi perbedaan sehingga keuntungan diperoleh, itu bukan karena kemanfaatan barang yang dimiliki. Islam membolehkan jual beli barang karena barang itu memang memiliki manfaat bagi pemiliknya.

3) Jenis perdagangan ini saat spekulasi dengan naiknya harga bagi pembeli dan turunnya harga bagi penjual, sehingga apabila keuntungan terjadi, maka dapat dipastikan ada pihak yang mengalami kerugian.


(48)

Berdasarkan karakteristik itu maka memperdagangkannya adalah haram. Sebab, syarat dan rukun jual beli tidak terpenuhi. Ini dapat menjurus pada perdagangan yang taghrir, gharar, dan maysir (perjudian). Namun, pemberian hak (opsi atau dalam fikih disebut syuf’ah) kepada pemegang sekuritas lama diperbolehkan, bahkan wajib. Apabila opsi itu tidak digunakan oleh pemiliknya, sebaiknya opsi itu diberikan atau dialihkan kepada orang lain atas persetujuan pemiliknya. Opsi itu boleh dialihkan untuk menghindari perbuatan menyia-nyiakan sesuatu yang bermafaat menjadi tidak bermanfaat.

d. Jual Beli Murabahah

Jual beli murabahah adalah jual beli barang seharga modal pembelian/ kulakan ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10 % atau 20 %.34

Murabahah adalah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi bisnis).

Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi hal-hal berikut:

1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/ hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya

34


(49)

bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.

2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli (capital outlay) pada suatu komoditi, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah.

3) Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.

4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan.

5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan.35

35


(50)

7

GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA

A. Pengertian Pasar Modal

Sebelum membahas tentang bursa komoditi berjangka, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang pasar modal.

Pengertian pasar modal, sebagaimana pasar konvensional pada umumnya, adalah merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar (market) merupakan sarana yang mempertemukan aktivitas pembeli dan penjual untuk suatu komoditas atau jasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian pasar modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan atau merupakan aktivitas yang memperjualbelikan surat-surat berharga.

Modal atau dana yang diperdagangkan dalam pasar modal diwujudkan dalam bentuk surat berharga atau dalam terminologi financial market disebut efek yang berupa saham, obligasi atau sertifikat atas saham atau dalam bentuk surat berharga lainnya.

Dalam aktivitas sehari-hari pasar modal kebanyakan dilakukan di suatu tempat yang disebut dengan Bursa Efek. Perdagangan efek dalam Bahasa Inggris disebut Securities Exchange atau Stock Market atau Capital Market. Kendati istilah itu berbeda, tetapi esensinya sama, yaitu tempat

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,


(51)

bertemunya penjual dan pembeli dana yang di pasar modal tersebut diperantarai oleh anggota bursa yang disebut sebagai pedagang perantara atau broker atau pialang. Dalam kegiatan perdagangan dan perekonomian ada beberapa macam bursa yang dikenal seperti bursa uang, bursa komoditas di samping bursa efek sendiri. Bursa uang adalah pasar jual beli surat berharga untuk jangka pendek (Kurang dari satu tahun). Yang diperdagangkan pada pasar uang antara lain surat-surat pemerintah (bills and notes), sekuritas badan-badan pemerintah, sertifikat deposito, perjanjian imbal beli dan surat perusahaan (company commersial paper), antara lain: promes, aksep dan wesel. Lembaga-lembaga yang aktif di pasar uang adalah Bank Komersial, Merchants Banks, Bank Dagang, Penyalur Uang dan Bank Sentral.

Bursa komoditas adalah pasar tempat aktivitas jual beli produksi pertanian dan perkebunan, sedangkan bursa efek adalah pasar di mana diadakan jual beli efek. Dua pasar terakhir mempunyai tempat permanen, sementara pasar uang tidak mempunyai tempat resmi. Istilah exchange merupakan istilah lain dari kata pasar, karena di tempat itulah terjadi pertukaran atau exchange, yaitu kegiatan jual dan kegiatan beli yang membutuhkan peran pedagang perantara karena tata cara jual beli efek mengharuskan adanya pedagang perantara.

Pasar modal menyediakan sumber pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih panjang, yang diinvestasikan sebagai modal untuk menciptakan

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h. 7


(52)

dan memperluas lapangan kerja yang akan meningkatkan volume aktivitas perekonomian yang profitable dan sehat.

Perbedaan antara pasar uang dan pasar modal bisa menjadi samar jika dikaitkan dengan pembiayaan jangka panjang. Pada pasar yang modern dan canggih, mungkin sekali perusahaan memperoleh pembiayaan jangka panjang di pasar uang melalui emisi commercial paper secara terus menerus. Selain itu, pinjaman jangka panjang pemerintah dan sekuritas badan pemerintah dapat juga dijual di pasar uang. Namun demikian satu hal yang tetap berbeda adalah semua instrumen pasar uang adalah utang dan jangka waktunya lebih pendek, sedangkan pembiayaan jangka panjang dan atas modal sendiri (securities) yang sesungguhnya hanya dapat diperoleh dari pasar modal.

B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka

Kata Bursa diambil dari kata bourse, yang berarti tempat bertemunya penjual dan pembeli komoditas tertentu dengan penyelenggaranya melalui prosedur perantara. 8

Sedangkan menurut istilah bursa memiliki sejumlah definisi karena mempertimbangkan sejumlah tinjauan (tempat, pertemuan dan jenis kinerja yang dilakukan). Ditinjau dari segi tempat, bursa adalah tempat di mana sejumlah perusahaan melangsungkan perdagangan seputar hasil-hasil pertanian, industri dan surat-surat berharga (sekuritas).7

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h. 7- 8

Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 778), h. 8

8 M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.

7Sya’ban M.Islam al-Barwary, Bursoh al-Auraq al-Maliyah min Mandhury Islamiy


(53)

M.Irsan Nasarudin, menyebutkan bahwa kata bursa berasal dari kata kota Brugge (Belgia) pada abad ke- di mana keluarga Van der Burse mempergunakan tempat itu sebagai tempat transaksi antara pedagang wesel dan valuta asing dari Italia.7

Sedangkan komoditi, memiliki beberapa definisi, di antaranya:

Pertama; Sesuatu benda nyata yang relatif mudah diperdagangkan, dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa berjangka.

Kedua; Secara lebih umum, suatu produk yang diperdagangkan termasuk valuta asing, instrument keuangan dan indeks. Karakteristik dari komoditi yaitu harga adalah ditentukan penawaran dan permintaan pasar bukan ditentukan oleh penyalur ataupun penjual dan harga tersebut adalah berdasarkan perhitungan harga masing-masing pelaku komoditi. Contohnya adalah produk pertanian seperti kopi, kakao, gula, kedelai, jagung, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), olein, dan emas. 8

Bursa komoditi adalah sebuah pasar terbuka yang terorganisir di mana penjual dan pembeli saling berhubungan untuk bertransaksi komoditi dan instrumen keuangan secara langsung maupun berjangka. Kontrak berjangka ialah kontrak yang memiliki opsi penyerahan fisik atau

7 M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, AspekHukum Pasar Modal Indonesia, h.

8Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia


(54)

penyelesaian tunai dengan harga, waktu dan tempat yang telah distandarisasi oleh Bursa Komoditi.

Dalam perdagangan berjangka, komoditas itu digantikan dengan kontrak dan nilai satuan yang digunakan adalah lot. Apabila kontrak berjangka dilakukan dengan cara penyelesaian tunai (tanpa penyerahan barang) maka pelaku perdagangan berjangka yang mengalami kerugian wajib untuk mentransfer sejumlah uang tunai kepada pelaku perdagangan yang memperoleh keuntungan. Kontrak berjangka dengan penyerahan tunai hanya diperbolehkan kalau harga penyelesaian aset acuan sudah dapat diterima umum seperti misalnya harga saham yang diperdagangkan di bursa saham.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bursa komoditi berjangka adalah tempat/ fasilitas memperjualbelikan kontrak spot dan berjangka komoditi atau instrumen finansial dengan harga yang telah disepakati dan penyerahan barangnya dilakukan pada waktu yang telah ditentukan.

C. Macam-macam Transaksi Pasar Bursa

1. Dari segi waktu

Dilihat dari sisi waktu, transaksi bursa terbagi menjadi dua macam: a. Transaksi Spot (tunai/ langsung). Yakni transaksi dimana dua pihak

yang melakukan transaksi melakukan serah terima jual beli secara langsung atau paling lambat dua kali jam.

PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX:

Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future),

(Jakarta: PT. BKDI/ICDX, 8 ), h.

Abe Layman, Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk

Keuntungan Dari Pasar Uang, cet.I, (Jakarta: Visimedia, 8 8), h.

PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX:

Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future),


(1)

87 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menganalisa beberapa hal yang menjadi fokus kajian penulis di atas, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

. Transaksi multilateral atau many to many yaitu semua harga dan likuiditas ditentukan oleh pembeli dan penjual dikarenakan Bursa hanyalah penyedia tempat, sarana dan sistem untuk penjual dan pembeli yang mana penjual dan pembeli tidak saling mengenal. Transaksi PALN, dimana client dan nasabah melakukan transaksi order jual beli secara langsung melalui perantara (pialang berjangka). Yang mana pialang berjangka akan meneruskan ke Bursa. Kemudian Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) dan ISI berkoordinasi guna keperluan kliring. Dari BKDI maka order jual beli client/ nasabah akan diteruskan / dilimpahkan ke pialang berjangka luar negeri yang merupakan anggota bursa luar negeri akan meneruskan order tersebut ke bursa luar negeri tersebut. Lembaga kliring akan bertanggungjawab melakukan proses penyelesaian transaksi di bursa menjamin hak dan kewajiban setiap pembeli dan penjual dalam perhitungan rugi/ laba dan dalam proses penyerahan fisik.

. Kurangnya informasi tentang bursa komoditi berjangka, seorang spekulator dapat mengalami kerugian yang besar karena tidak memiliki keahlian komoditi yang menjadi subjek dari kontrak berjangka, tidak memiliki indeks saham atau produk lainnya. Dengan demikian kerugian


(2)

yang mereka alami sehubungan dengan perdagangan berjangkanya tidak dapat ditutupi atau dikompensasi oleh keuntungan dari pasar fisiknya. . Dalam pandangan syari’ah, pembahasan yang dilakukan oleh ulama

mengenai kontrak berjangka dan instrumen turunan (derivative) lainnya umumnya terletak pada kandungan gharar yang berlebihan di dalamnya. Gharar mempunyai risiko berlebihan yang mana membuat perdagangan itu menyerupai atau bahkan menjadi perjudian. Gharar timbul karena adanya ketidakpastian atau ketidakcukupan informasi dalam persyaratan-persyaratan yang ada dalam suatu kontrak seperti harga, obyek transaksi, jumlah obyek, waktu penyerahan, tempat penyerahan, dan lainnya. Rasulullah Saw telah melarang jual beli yang mengandung gharar ini karena kontrak berjangka memiliki pengertian mirip dengan kontrak forward yaitu sebuah kontrak untuk membeli atau menjual suatu komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga yang telah ditetapkan sekarang. Transaksi semacam kontrak berjangka jelas memperdagangkan sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan oleh segelintir orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis terbesar di dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah uang yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan kontribusi langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya kesejahteraan masyarakat.


(3)

78

B. Saran

Perdagangan berjangka sering disebut perdagangan yang beresiko, kompleks dan sangat bergejolak, sehingga hanya cocok bagi orang yang memiliki ketrampilan bisnis yang tinggi. Karenanya sebelum melibatkan diri dalam kegiatan ini penulis menyarankan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:

. Mengerti dan memahami Kontrak Berjangka serta kewajiban apa saja yang harus dipenuhi bila Anda melakukan perdagangan berjangka.

. Mengerti dan memahami kemungkinan dihadapinya resiko dan berbagai aspek perdagangan lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko (Risk Disclosure Statement) yang disampaikan Pialang Berjangka kepada Anda.

. Pedagang atau pelaku pasar adalah manusia, jadi yang menggerakkan harga pasar adalah manusia. Pedagang atau pelaku pasar menggunakan akal mereka untuk berpikir setelah mempelajari segala data dan analisis untuk mengambil posisi beli atau jual. Dengan mengenali secara piawai perangkat- perangkat yang digunakan oleh pelaku pasar, kita bisa berpikir seperti pelaku pasar. Untuk bisa menghasilkan keuntungan dalam perdagangan berjangka atau future trading kita harus bisa berpikir seperti pedagang atau pelaku pasar. Menganalisis secara teknikal bukan untuk membuktikan bahwa kita pintar, tetapi bisa menyelaraskan pemikiran kita, seperti pemikiran pedagang sehingga kita bisa mengantisipasi pergerakan harga sesuai dengan analisis.


(4)

81

Abu Bakar, Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi. Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman, 1995.

Antonio, Muhammmad Syafi’i. Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2009.

Daud, Ma’mur. Terjemah Shahih Muslim. Jilid III.cet.I. Jakarta: Widjaya, 1984.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Djohanoputro, Bramantyo. Manajemen Risiko Terintegrasi. Jakarta: PPM, 2006. Ghazaly, Abdul Rohman, Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat.

Jakarta: Kencana, 2010.

Ghozali, Imam. Manajemen Risiko Perbankan. Semarang: Pusat Penerbit Universitas Diponegoro, 2007.

Huda, Nurul dan Heykal, Muhammad. Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010.

Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqh Para Mujtahid, cet.III, Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Kasani, Abu Bakar Ibn Mas’ud. al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al-Shara’i. Beirut: Darul Kitab al-Arabi, edisi ke-2, review buku Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2009.

Lathif, Ah. Azharuddin. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: UIN Press, 2005.

Layman, Abe. Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan Dari Pasar Uang. Jakarta: Visimedia, 2010.

Marbun, BN. Kamus Manajemen. Jakarta: PPM, 2006.

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana, 2007.

Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. cet.I. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.


(5)

82

Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursoh al-Auraq al-Maliyah min Mandhury Islamiy. Damaskus: Dar al-Fikr, 2002

Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursa Saham Menurut Pandangan Islam. cet.I. Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2007

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cet.14. Jakarta: Pustaka Progresif, 1997.

Mushlih, Abdullah dan Shalah, Al-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq, 2004.

Nafik, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syari’ah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001.

Nasarudin, M. Irsan dan Indra, Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004.

PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia. Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi/ Commodity Future. Jakarta: PT.BKDI/ ICDX, 2013.

Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid IV. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996.

Rais, Isnawati dan Hasanudin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syari’ah. cet.I. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Rasyid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Bandung, 1992. Rifa’i, Moh. Konsep Perbankan Syariah. Semarang : Wicaksana, 2002.

Shan’ani, Muhammad bin Ismail, Subul al-Salam, Juz III, Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi,1960.

Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. cet.I. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, cet.V. Jakarta: UIN Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010.

Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Syahatah, Hussein dan Fayyad, Athiyyah. Bursa Efek: Tuntutan Islam Dalam Transaksi di Pasar Modal. Penerjemah A. Syakur, Surabaya: Pustaka Progressif, 2004.


(6)

Syahatah, Hussein dan adh- Dharir. Siddiq Muhammad al- Amin, Transaksi dan Etika Bisnis dalam Islam. Penerjemah: Saptono Budi Satryo dan Fauziah R, Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005.

Syaukani, Imam Muhammad Ibn Ali. Nailu al-Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar. Tt. Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372.

Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Jilid IV, Beirut: Dar-al-Fikr,1984

Yusuf, Soewardi, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi Likuiditas Pada Perbankan Syari’ah, special edition, Jakarta: Karim Review, 2008.

Internet

“Bursa Komoditi” Artikel diakses pada 9 Desember 2010, dari http:id/wikipedia. org/wiki/komoditas

Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari http://daudario.wordpress.com

Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/

Pusat Konsultasi Syariah,Artikel diakses pada syariahonline.com

Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni 2012 dari http://resikopasar.blogspot.com/2012/06/resikopasar.html

Utomo, Ustadz Setiawan Budi, “Hukum Bursa Berjangka (Future Market) dan Bursa Commodity (Commodty Exchange)”, Artikel diakses pada April 2009 dari http://ustadzbu.blogspot.com/2009/04/hukum-bursa--berjangka.future- market.html