Jual Beli Sesuatu Yang Belum Dimiliki Secara Penuh Oleh Penjual

71 Adapun ta’liq dalam kondisi seperti itu tidak diperbolehkan karena tidak adanya kebutuhan mendesak dan tidak adanya unsur maslahah yang terbangun, bahkan terkadang dapat menimbulkan kemudharatan, yaitu ketika hasil panen lebih banyak dari yang telah disepakati oleh pembeli, karena ia akan merasa tidak mampu untuk membayarnya. Terkadang juga harganya berubah dari hasil panen yang dihasilkan dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Maka kemudharatan dapat dipastikan akan menimpa salah satu pihak yang berakad dengan penuh penyesalan dan kerugian. Hal ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan transaksi jual beli atau tetap melanjutkan transaksi dengan tidak adanya saling ridho. Padahal saling ridho merupakan hal yang sangat ditekankan oleh syaria’t dalam transaksi jual beli. Oleh karenanya kemaslahatan dapat terbangun ketika larangan jual beli hasil panen yang belum layak panen untuk waktu yang akan datang itu tetap dilarang, sekalipun transaksi tersebut dapat diharapkan hasilnya dan dijual dengan harga keseluruhan sekaligus.

2. Jual Beli Sesuatu Yang Belum Dimiliki Secara Penuh Oleh Penjual

Transaksi ini merupakan jual beli yang bertentangan dengan aturan fikih. Karena fikih tidak membolehkan seseorang menjual sesuatu yang belum dimilikinya pada waktu transaksi berlangsung terhadap objek transaksinya yang utama. Dalam hasyisyah penjelasan Ibnu Abidin yang dikutip oleh Hussein Shahatah dikatakan: 72 Termasuk salah satu syarat dari jual beli adalah objek transaksinya harus dimiliki secara penuh oleh penjual dari apa yang ia jual untuk dirinya sendiri. Maka tidak diperkenankan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, walaupun pada akhirnya objek tersebut akan menjadi miliknya setelah transaksi berlangsung, sebagai aplikasi dari sebuah shahih tentang larangan seseorang menjual sesuatu yang bukan miliknya. 18 Adapun transaksi salam yang terjadi di pasar keuangan yang dikenal dengan future contract, maka sesungguhnya transaksi tersebut mengandung banyak hal m erugikan efek samping secara syar’i. Diantaranya adalah tidak disyaratkan dalam transaksi tersebut kepemilikan bagi si penjual, akan tetapi cukup dengan adanya komitmen untuk menyerahkan komoditi pada waktu tertentu, jika si pembeli memintanya. Sebagaimana pula tidak disyaratkan adanya uang muka dalam transaksinya, yang ada hanyalah syarat untuk membayar nishbah yang tidak lebih dari 10. Maka hal ini merupakan jual beli sesuatu yang bukan miliknya yang dilarang dalam agama dan tidak termasuk dalam transaksi salam yang telah mendapat rukhshah untuk menjalankannya. Transaksi-transaksi seperti tersebut di atas jelas dilarang dalam syari’ah, walaupun si penjual-memiliki suatu komoditi tertentu kemudian diserahkan kepada sang pembeli. Akan tetapi, kenyataan yang ada tidak demikian, karena transaksi ini hanya berakhir dengan pembayaran selisih 18 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.237 73 dari harga agio, dan yang berakhir dengan serah terima komoditi tidak lebih dari tiga persennya, sebagaimana dibatasi oleh para broker yang ada dalam pasar tersebut. Dan inilah yang menjadikan transaksi ini lebih dekat kepada perjudian daripada suatu transaksi jual beli. 19 Sebuah permasalahan yang terkait dengan jual beli sesuatu yang belum dimiliki secara penuh, sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis yang melarang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah larangan tersebut termasuk setiap apa yang tidak dimiliki oleh seorang penjual pada waktu transaksi berlangsung, baik itu bentuk komoditi tertentu atau komoditi yang dalam tanggungan yang tersifati kadar dan karakternya mausuf fii dzimmah seperti salam, atau juga apakah untuk komoditi yang bersifat mausuf fii dzimmah dan dapat diserahkan beberapa saat setelah transaksi berlangsung atau hanya khusus untuk kondisi-kondisi tertentu? Larangan hadis terhadap seseorang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya itu jika yang dimaksud dalam transaksi yang penyerahan obyek transaksinya harus dilakukan pada waktu akad berlangsung maka hal demikian dibolehkan, karena illat dari larangan hadis adalah adanya unsur gharar yang timbul akibat ketidakmampuan dalam penyerahan komoditi, dan gharar tersebut akan hilang atau berkurang tatkala ada keyakinan dari pihak penjual untuk mendapatkan komoditi dan kemudian diserahkan kepada pembeli. 20 19 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.238 20 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.239-240 74 Dalam masalah ini Ibnu Qudamah berkata bahwa tidak adanya perbedaan pendapat ulama terkait hukum masalah ini. Adapun ‘illat penyebab larangan dari hal tersebut adalah adanya unsur yang timbul akibat adanya ketidakmampuan penyerahan komoditi. Dalam permasalahan ini transaksi salam dikatakan sebagai pengecualian dari larangan untuk menjual sesuatu yang dikatakan hadis yang terkait dengan salam merupakan mukhasis pengkhususan dari umumnya hadis tentang larangan untuk menjual yang bukan miliknya. Islam menolak bisnis yang melibatkan transaksi forward. Nabi Muhammad Saw. melarang penjualan barang yang belum dimiliki. Berdasarkan hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak dibenarkan untuk menjual bahan pangan sebelum barang tersebut ada di tangan penjual. Menurut Imam Syafi’i tidak dibenarkan untuk menjual apapun, bahan pangan, tanah atau kebun sebelum mengambil alih hak milik barang tersebut. Dalam masalah ini Imam Ahmad tidak menyebutkan barang tertentu misalnya barang-barang yang mudah membusuk, yang tidak ada di tangan penjual, oleh Nabi SAW dilarang karena mengandung unsur yang meragukan untuk sampai ke tangan pembeli. Terdapat semacam untung-untungan bahwa pengirimannya tidak akan diselesaikan oleh penjualnya oleh karena berbagai alasan yang tidak terduga. Kurang lebihnya ini sama halnya dengan judi, barang tersebut mungkin dikirim, mungkin juga tidak. Dengan jelas disitu terdapat unsur yang meragukan dan untung-untungan. Disamping itu, akan merugikan 75 pembeli apabila barang tersebut hilang atau rusak selama dalam pengiriman kepadanya. 21

3. Bisnis Spekulatif