69
BAB IV ANALISA AYAT 18 SURAT Al-FATH
Bai’at merupakan sisi kegiatan politik yang paling jelas yang dilakukan oleh umat. Dalam pandangan Islam, ba’iat merupakan tiang pancang bagi
sistem hukum dan bahkan dalam sejarah Islam pada zaman Rasulullah Saw, bai’at mendahului pendirian suatu negara. Bai’at merupakan dasar masyarakat
politik Islam dan perangkat untuk menyatakan kelaziman kepada jalan dan syariat Islam.
Ketika Rasulullah Saw menjelang wafatnya, kaum muslimin akan merasakan kekosongan kepemimpinan dan terlihat begitu banyak di hadapan
mereka masalah-masalah dan tanggung jawab akibat dari kekosongan itu. Peristiwa Saqifah merupakan awal terbentuknya sistem kekhalifahan dan
kepemimpinan pasca Rasulullah. Ada kemiripan pertemuan Saqifah dengan pertemuan nasional atau muktamar luar biasa yang membicarakan nasib umat
dalam perjalanannya pada masa yang akan datang. Hasil yang terbesar dalam pertemuan adalah berdirinya institusi kekhalifahan yang sejak saat itu menjadi
model pemerintahan Islam atau negara Islam.
1
A. Pemaknaan Ayat 18 Surat al-Fath Menurut LDII
Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan
mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
1
M. Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, Jakarta: Rabbani Press, cet. ke-1, h. 157
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar
”. Q.S. al-Fath: 10
Dakwaan penyimpangan tentang bai’at terhadap LDII, sebagai berikut: Bai’at
merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam, dalam hal ini Nurhasan; Keabsahan bai’at ditentukan oleh ketaatan kader kepada imamnya. Pemahaman
tersebut dipersoalkan karena bertentangan dengan pekem-pakem bai’at yang
dipahami dalam syari’at, seperti apa yang penulis jelaskan pada bab sebelumnya, dimana bai’at tersebut dialamatkan kepada khalifah, jika masih ada di muka bumi.
Sehingga maksud bai’at adalah perjanjian untuk taat, bersumpah setia kepada khalifah
nya untuk mendengar dan taat kepadanya, baik dalam hal yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan mudah maupun sulit.
Rasulullah SAW bersabda: “Maka apabila engkau melihat adanya khilafah, menyatulah padanya,
meskipun ia memukul punggungmu. Dan jika khalifah tidak ada, maka menghindar.” HR. Thabrani dari Khalid bin Sabi’.
Ḫadîts tersebut ditafsirkan bahwa wajibnya bai’at adalah kepada khalifah. Thabrani mengatakan bahwa yang di maksud “menghindar” dalam hadîts tersebut
adalah menghindar dari kelompok-kelompok partai manusia golongan atau firqoh-firqoh
, yang tidak mengikuti seorang pun dalam firqoh yang ada. Dengan kata lain, apabila khlifah atau kekhalifah
an sedang vakum maka wajib bai’at pun tidak ada.
Sed angkan menurut LDII konsep bai’at tidak berbeda dengan konsep
khalifah . Kajian tentang Ba’iat dalam LDII, tidak diarahkan sebagai wacana
memilih pemimpin untuk mendirikan negara tersendiri, tetapi sebatas keilmuan saja. Hal ini sama dengan yang berlaku dalam pemahaman umum orang-orang
Islam baik di Indonesia, Malaysia, ataupun beberapa negara berpenduduk Islam lainnya, sehubungan dengan historis, Islam tertampilkan dalam wajahnya yang
demikian untuk difahami oleh para penganut agama Islam. Dakwaan tersebut mengundang pertanyaan atas kebenaran pemberlakuan
konsep tersebut pada tingkat praktis, Aceng Karimullah misalnya, menyatakan wallahu a’lam pada saat dipertanyakan bai’at dan karena selama bergabung di
LDII fenomena yang didakwakan tersebut tidak dialaminya. Beliau menyatakan bahwa LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran yang harus di
bai’at. Yang ada hanya keberadaan ketua umum di tingkat DPP dan berbagai tingkat pengurus dibawahnya ketua DPD Provinsi, Kabupaten atau kota, PC, dan
PAC. Masalah keamiran tersebut sebatas masalah keilmuan saja dan nilai-nilainya diperaktekkan di dalam kehidupan bermasyarakat, diperaktekkan di dalam
organisasi, di pekerjaan dan diperaktekkan dalam pondok pesantren. Imam juga bukan istilah yang menyeramkan karena kenyataanya sudah lumrah di jumpai
dalam kehidupan kita sehari-hari dengan sebutan lain seperti manager, ketua atau kepala bahkan dalam hadîts ada istilah lain lagi untuk pemimpin ini, yaitu ro
o’in penggembala kepemimpinan inilah yang dikembangkan di LDII, bahwa pada
hakekatnya setiap orang adalah roo’in sebagaimana diriwayatkan dalam shahih al-
Bukhari:
ْم ّك ع ر
ْم ّكو و ْسم
ْنع هتّعر
“Setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya dari yang dipimpin” Ḫadîts Riwayat Bukhari
Demikian pula dengan bai’at kata ini juga bukan istilah yang menyeramkan bahkan kata-kata ini juga terdapat di dalam al-
Qur’an seperti dalam surat al-Fath ayat 10 atau Mumtahanah ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut:
2
2
Wawancara pribadi dengan Aceng Karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010
Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan
mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar ”. Q.S.
al-Fath: 10
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak- anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan
kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
”.Q.S. al- Mumtahanah: 12
B. Pendapat Para Ulama Tentang Bai’at