Sejarah singkat LDII SEJARAH SINGKAT LDII DAN DOKTRIN-DOKTRIN AJARANNYA

12

BAB II SEJARAH SINGKAT LDII DAN DOKTRIN-DOKTRIN AJARANNYA

SERTA CATATAN PARA ULAMA TENTANG LDII

A. Sejarah singkat LDII

Sebelum menerangkan sejarah singkat LDII penulis akan menerangkan apakah LDII itu? LDII adalah singkatan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia, merupakan organisasi kemasyarakatan yang resmi dan legal yang mengikuti ketentuan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta pelaksanaannya meliputi PP No. 18 tahun 1986. LDII memiliki Anggaran Dasar AD dan Anggaran Rumah Tangga ART, program kerja dan pengurus mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa. LDII sudah tercatat di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Bakesbang dan Linmas Departemen Dalam Negeri. 1 Nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII selalu dikaitkan dengan Islam Jama’ah yang didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis. Pemilik nama kecil Madkhal 2 itu, merupakan keturunan asli pribumi Jawa Timur. Ayahnya bernama Abdul Azis bin Thahir bin Irsyad. Madkhal lahir di Desa Bangi, Purwosari, Kediri pada tahun 1915. 1 Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII, Direktori LDII 2003 Jakarta: LDII, 2003, h. 1 2 Dalam buku-buku yang ditulis oleh pihak luar LDII, nama madkhal sering ditulis dengan ejaan Madekal atau Madigol. Tidak jelas kapan ejaan ini digunakan. Barang kalli ini disebabkan karena lidah Jawa yang biasa”keseleo” ketika mengucapkan istilah-istilah Arab. Wallahu a’lam Keberadaan LDII selalu dikaitkan dengan nama Islam jama’ah atau Darul Hadits yang didirikan pada tahun 1952, seiring dengan berdirinya pondok pesantren ponpes Burengan di Kediri. 3 Islam Jama’ah itu sendiri bukanlah gerakan yang memproklamirkan diri, melainkan bahasa pengidentifikasian para pihak. 4 Sejak tahun 1963, Ponpes “tempat persemaian kader” tersebut telah diserahkan kepimpinannya kepada Drs. Nurhasyim alumni IAIN Sunan Kali Jaga, Jogyakarta, dengan tetap menempatkan Ustadz Nurhasan sebagai guru ngajinya. Pada masa pengelolaan pondok inilah, berbagai kekeliruan dalam pengamalan ajaran Islam yang dikenal dengan Islam Jama’ah, didakwah banyak terjadi kesalahan karena itulah, pada tahun 1971 Jaksa Agung Republik Indonesia melarang Islam Jama’ah karena dianggap sebagai aliran sesat. 5 Setelah pemilihan umum pemilu tahun 1971, Lembaga Karyawan Islam LEMKARI didirikan pada tanggal 3 januari 1972 atas arahan pangdam VIII Brawijaya, Mayjen TNI Wijoyo Suyono. Pendirian LEMKARI masih menuai tuduhan sesat, sehubungan salah satu tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk menampung dan mengarahkan para alumni Pondok Burengan atau para pengikut Islam Jama’ah. Merespon tuduhan tersebut, LEMKARI mengeluarkan surat pernyataan No. 165A-4VI1979 tertanggal 20 Juni 1979 yang melarang semua anggotanya untuk mengajarkan ajaran Islam Jama’ah atau Darul Hadits. Terhadap anggota LEMKARI yang masih mengikuti ajaran Islam Jama’ah, Direktorium 3 Penegasan tahun ini disebutkan dalam Riwayat singkat Pondok Burengan Kediri yang ditullis oleh Abdul Rochman selaku pimpinan pondok pada tanggal 2 September 1979. Keterangan resmi ini membantah pernyataan banyak pihak yang menyebut pendiri Islam Jama’ah pada tahun 1951. 4 Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010. 5 Sk Jaksa Agung RI No. Kep-089D.A101971 tanggal 29 oktober 1971. pusat LEMKARI pada tanggal 9 September 1979 menyatakan akan memecatnya atau menganggap si pelanggar sebagai oknum. Pada awalnya nama LEMKARI hanyalah lembaga yang menampung eks pengikut Islam Jama’ah di Jawa Timur. Di daerah-daerah lain, lembaga yang menampung eks pengikut Islam Jama’ah mempunyai nama yang berbeda. Di Jawa Tengah lembaga penampung eks pengikut Islam Ja ma’ah dikenal dengan Yayasan Karyawan Indonesia YAKARI, di Jawa Barat dikenal dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam LKDI, sedangkan di Jakarta dikenal dengan nama Karyawan Dakwah Islam KADIM. Untuk menyeragamkan nama berbagai lembaga tersebut, atas arahan Amir Murtono selaku Ketua Umum DPP Golkar, maka pada tanggal 9-10 Februari 1975 diadakan Reuni Alumni Pondok Pesantren Burengan Banjaran kediri. Berdasarkan arahan dan petunjuk Amir Murtono dan kesepakatan peserta reuni, dihasilkan satu nama yaitu Lembaga Karyawan Islam yang disingkat sebagai LEMKARI. Pada tahun 1990, atas dasar pidato pengarahan Rudini selaku Menteri Dalam Negeri, dan Sudharmono SH selaku wakil presiden, LEMKARI mengubah namannya menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII dikarenakan nama LEMKARI memiliki kesamaan singkatan dengan Lembaga Karatedo Indonesia. Atas dasar yang arahan kedua pejabat pemerintah tersebut, dan berbagai masukan yang terjadi baik pada sidang-sidang komisi, maupun sidang Paripurna dalam Musyawarah Besar MUBES IV LEMKARI tahun 1990, terjadi perubahan nama secara formal yang ditetapkan dalam keputusan MUBES IV LEMKARI No.VIMUBES-IVLEMKARI1990 pasal 3, yaitu mengubah nama organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI, menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang disingkat LDII. Masa setelah ini, alumni Ponpes LDII mengalami perkembangan hingga ke mancanegara. Lantaran jauh di negeri orang, untuk menjaga ukhuwah alumni tersebut membentuk perwakilan di Singapura, Malaysia, Saudi Arabia Makkah, bahkan di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa. Untuk mengukuhkan akseptabilitas publik, LDII mengeluarkan konsep Paradigma Baru pada tahun 2005. Dalam Musyawarah Nasional MUNAS-nya pada tahun 2005, LDII menegaskan secara mutlak untuk tidak berafiliasi dengan golongan ataupun partai politik manapun. Konsep tersebut pula diterjemahkan sebagai sikap organisasi yang lebih terbuka dengan pihak luar. 6 Pengguliran paradigma baru, tonggak perubahan minsed LDII secara formal terjadi pada tahun 2005, 7 ketika Munas LDII pada tahun tersebut berhasil mengeluarkan konsep paradigma baru. Konsep tersebut merupakan political will LDII dalam merespon stigmatisasi yang menggiring LDII dalam dakwaan sebagai aliran sesat. Menurut Aceng Karimullah, sebagai ketua departemen pendidikan agama dan dakwah LDII, lahirrnya paradigma baru bermula pada masa kepemimpinan pertama Prof. DR. Ir. KH Abdullah Syam, MSc. Pada tahun 1998- 2005. Kemudian pada Munas VI LDII 2005, konsep ini diperkuat kembali ketika Abdullah Syam terpilih kembali sebagai ketua Umum LDII untuk yang kedua kalinya. Pada Munas VI LDII 2005 ini pula LDII menegaskan sikap politiknya 6 Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah. 7 Menurut keterangan pengurus LDII, pada tahun 1986, LDII sebagai ormas tidak berafiliasi pada partai politik apapun netral. Lalu netralitas ini dipertegas lagi pada Munas VII LDII 2005. yang sebelumnya berafiliasi ke Golkar menjadi menerapkan prinsip netral. Tidak berafiliasinya LDII ke golongan dan partai politik mana pun membuat warga LDII leluasa menyalurkan aspirasi politik sesuai dengan hati nurani masing-masing. Aceng Karimullah mengakui, kelahiran paradigma baru juga dilatarbelakangi oleh suasana kerukunan hidup bermasyarakat dan beragama yang semakin dinamis dan bebas, selain juga dilatarbelakangi oleh kebebasan mengiringi Reformasi. Salah satu persoalan yang dituduhkan kepada LDII adalah sikap eklusifitasnya. Sikap tersebut menurut Aceng Karimullah disebabkan oleh paradigma lama y ang menerapkan prinsip “tangan kanan shodaqoh, tangan kiri tidak mengetahui “ yang telah membuat berbagai kegiatan LDII terkesan tertutup dan hanya untuk kalangan sendiri. Tetapi dengan paradigma baru yang menerapkan prinsip “waamma bini’mati robbika fahaddits” 8 maka kegiatan yang dilakukan oleh warga LDII menjadi lebih terbuka. Juga berdasarkan firman Allah dalam al- Qur’an:      “ Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali.” QS. Al-Baqarah [2]: 271 Tuduhan sebagian kelompok kepada LDII yang terjadi sejak pendirian LEMKARI bukanlah sesuatu yang dinafikan keberadaannya. Hal ini mendorong LDII untuk mengembangkan respon yang berangkat dari prinsip 9 : 8 “Terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-menyebutnya dengan bersyukur.” QS. Adh-Dhuha [93]: 11 9 “ Tolaklah balaslah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. “QS. Al- Mukminun [23]: 96     Prinsip tersebut membuat LDII cenderung defensif kedalam tanpa berusaha mencari penjelasan dari pihak yang menuduhnya, untuk menghindari polemik. Termasuk dalam hal ini terhadap berbagai buku yang disebarkan ke masyarakat umum yang isinya menyebarkan dakwaan-dakwaan negatif terhadap LDII, sikap resmi LDII sementara ini masih menghindari polemik. Namun demikian sebagai organisasi yang harus legal, LDII merupakan suatu lembaga yang memiliki badan Hukum. 10 Dalam paradigma baru, klarifikasi LDII dikembangkan lagi dengan prinsip tabayyun, yang membuat LDII lebih terbuka pada saat diperlukan. Prinsip LDII lebih aktif dalam mengekspos berbagai kegiatan ibadah sosialnya dibandingkan sebelumnya. Misalnya, LDII telah peduli untuk membantu korban bencana alam seperti bencana tsunami di Aceh, gempa bumi di Bengkulu, Yogyakarta, Klaten, bencana banjir dan longsor di Surakarta, serta banjir di Lamongan. Contoh lain adalah ibadah qurban. Pada tahun 2006 digelar secara terbuka dalam kegiatan “Tebar Qurban LDII Jakarta” yang disaksikan oleh sekretaris MUI provinsi DKI Jakarta. Begitu pula dengan kegiatan yang sama pada tahun 2007 yang disaksikan oleh Ketua Umum MUI provinsi DKI Jakarta. Paradigma baru juga ditafsirkan melalui cara bersikap LDII dalam berinteraksi dengan kelompok- kelompok Islam lain tentang “sofware” perangkat 10 Sejak tanggal 20 pebruari 2008, sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, No. AHU-18.AH.01.06.Tahun 2008-LDII secara resmi diakui sebagai Badan Hukum lunak organisasi LDII. Sekarang, prinsip tersebut dikembangkan lagi secara lebih proaktif dengan saling mengunjungi untuk bersilaturrahmi antara LDII dengan tokoh masyarakat dan para ulama serta organisasi sosial kemasyarakatan lain. Misalnya, menerima silahturrahmi dari MUI, MPU Aceh, Majelis Ugama Islam Singapore MUIS, NU, Muhammadiyyah, dan lain-lain untuk menyaksikan berbagai kegiatan LDII.

B. Doktrin-Doktrin Agama LDII