dengan kedudukan golongan lain yang berada diluar garis keamiran LDII sehingga tidak berbaiat kepada imamnya.
Sedangkan yang berkaitan dengan menajiskan orang lain, dimana kader LDII setiap kali bersalaman harus membersihkan tangannya
dan tidak bersedia bermakmum kepada golongan lain dan mengelap ngepel masjid yang sudah digunakan oleh pihak lain.
19
C. Catatan Para Ulama Tentang LDII
Berikut ini, penulis akan memaparkan beberapa catatan khusus dari para ulama tentang LDII, diantaranya sebagai berikut:
1. KH Ma’ruf Amien
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kita bisa mentolelir perbedaan, tetapi tidak bisa mentolelir
penyimpangan. Penyimpangan ini harus diamputasi. Kita memberikan kesempatan kepada orang yang menyimpang itu untuk rujuk ilal haq. Kita
mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu kelompok jika kita telah melakukan investigasi secara mendalam terhadap kelompok itu.
LDII adalah suatu lembaga yang fatwa terhadapnya terikat dengan Islam J
ama’ah, karena ada prinsip-prisip Islam Jama’ah yang dianggap menyimpang. Adapun fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun
jika ia menggunakan ajaran- ajaran Islam jama’ah yang prisip-prinsipnya
menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan Islam Jama’ah. Memang ada satu keputusan Munas MUI ada yang menyinggung
19
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 26.
nama. D alam suatu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti
Ahmadiyyah, LDII....” Kalimatnya berbunyi seperti itu. Kenapa LDII dijadikan bagian yang sesat? Karena LDII dianggap sebagai penjelmaan
Islam Jama’ah. Sesudah itu, LDII berusaha meninggalkan hal-hal yang menyebabkan
kesesatannya itu. Mereka meminta audiensi ke MUI Pusat untuk mensosialisasikan apa yang disebutnya sebagai paradigma baru. Paradigma baru
ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jamaah sebagai satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan
dengan amaliah, bukan I’tiqadiyah. Mereka meninggalkan ajaran Islam Jamaah
seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas tempat shalat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka
bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa, itu bukanlah taqiyah. Sesudah itu mereka membuat pernyataan tertulis untuk menegaskan perubahan itu.
Dalam memandang LDII, MUI Pusat terbagi dalam dua pendapat, Pertama,
kita menerima, kemudian kita lakukan penyesuaian ke daerah. Klarifikasi secara nasional diberikan, sedangkan klarifikasi di daerah diberikan
secara parsial. Kedua, ada juga kelompok yang sangat mencurigai LDII, dan meminta klarifikasi dilakukan dari tingkat bawah bottom up, baru klarifikasi
nasional. Dengan demikian, ar-ruju ’ ilal haq dilakukan secara qaulan wa fi Ian
dalam ucapan dan tindakan, bukan hanya statemen.
Ketika LDII dianggap melakukan ar- ruju’ ilal haq, LDII dianggap sebagai
entitas yang pernah melakukan penyimpangan, karena LDII dikaitkan dengan Islam Jamaah. Dalam perjalanannya, LDII memiliki keinginan untuk kembali
kepada kebenaran. Namun, ada kelompok-kelompok yang sangat keras, menentang, seolah-olah LDII tidak boleh bertaubat.
LDII sekarang dalam tahap verifikasi secara kelembagaan maupun secara grass roots. Saya melihat, secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari
pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang
berpegang pada Islam Jamaah. Namun demikian, kondisi di bawah tidak
sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah. Kita
meminta ketegasan dari pengurus LDII dalam menyikapi kadernya yang masih
meneruskan ajaran Islam Jamaah. Kelompok-kelompok yang tidak patuh harus dinyatakan bukan bagian dari LDII. Sehingga LDII tidak lagi terkontaminasi
oleh kelompok-kelompok itu. Saya melihat mereka mempunyai itikad baik. Karena itu, saya berpesan
kepada ustadz-ustadz kita untuk memandang masalah ini dengan hati yang jernih. MUI kan mengajak yang sesat-sesat itu, seperti Ahmadiyah, untuk ruju ilal
haq. LDII adalah organisasi lokal. Lain dengan Ahmadiyah yang merupakan
organisasi internasional. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dengan pimpinan tertinggi mereka. Dan, karena itu saya nyatakan bahwa pernyataan
mereka Ahmadiyah itu akal-akalan.
LDII boleh saja mengamalkan beberapa ajaran Nurhasan, sepanjang ajaran yang diamalkan itu tidak mengandung kesesatan. Mereka sudah tidak
memegang secara penuh ajaran Nurhasan. Mungkin masih ada ajaran yang dipertahankan, tetapi yang sifatnya amaliyah saja. Saya melihat, sudah ada
perubahan. Kita harus terus mendorong agar perubahan itu menyentuh sampai ke simpul-simpul paling bawah.
Kalau orang mau bertaubat, jangan dilihat masa lalunya, maa madha faata,
itu sudah masa lalu. Yang jelas mereka telah berubah. Masa kita mau membongkar Umar bin Khatab masa lalu. Sayyidina Umar masa lalunya kan
suka mabuk. Tetapi beliau menjadi sahabat utama Nabi. Kalau anggota di simpul-simpul masih memakai pola lama, itu pasti
ada. Sekarang di dalam intern LDII ada pertarungan, antara yang ingin berubah dengan kelompok yang ingin bertahan. Tetapi, kendali organisasi
dipegang oleh orang yang ingin berubah secara formal, dari pusat sampai ke wilayah-wilayah. Secara formal, mereka adalah bagian yang sudah berubah.
Mereka adalah bagian yang ingin berada di lingkungan MUI. Jadi, menurut saya, kita jangan bertumpu pada simpul-simpul. Simpul-simpul itu harus kita bina
supaya mereka berubah. Dan pada saatnya LDII harus berani membuat tindakan terhadap jamaahnya yang tidak mau melakukan perubahan itu. LDII
juga harus siap untuk menjaga kemurnian LDII dengan paradigma baru. Pada
saatnya, LDII harus berani menindak anggotanya yang bandel, yang masih dalam posisi paradigma lama.
20
2. KH. Ali Yafie
21
Tokoh Ulama Saya ingin menyampaikan bahwa memang menarik mengkaji
perkembangan Islam di Indonesia. Bagian dari perkembangan tersebut, kit a
harus lihat LDII di situ. Jadi kita tidak boleh menuding sembarang, tanpa data dan fakta dari hasil penelitian. Karena saya tidak punya data yang cukup, saya
tidak ingin memberikan vonis kepada LDII. Jadi saya anjurkan untuk melakukan penelitian yang mendalam, secara kekerabatan, tidak seperti polisi atau jaksa yang
sedang menyelidik, Intinya secara ukuwah Islamiyah. Jadi tahu bagaimana sejarahnya, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya,dan lain sebagainya. Jadi,
sebagai ilmuwan, kita tidak boleh ngomong seperti orang awam. Itu harapan saya Saya belum pernah melihat, belum pernah bersentuhan dengan tokoh
tokoh LDII. Saya berharap ada kajian yang terbuka tentang LDII, supaya ada ruang untuk tabayyun
20
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h 73- 78.
21
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 79- 80.
3. Prof. Dr. H. Utang Ranuwidjaya
22
Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat konsep paradigma baru LDII sudah bagus kalau dilihat dari paparan yang
mereka sampaikan. Hal itu saya kemukakan berdasarkan pemantauan saya di beberapa tempat seperti di Jakarta, Surabaya, Lampung, dan Kediri. Sebenarnya,
dengan paradigma baru tersebut, mereka ingin meninggalkan paham-paham yang dulu diwariskan oleh Islam Jamaah. Bahkan sekarang, justru mereka
ingin membersihkan paham-paham Isla
m Jama’ah tersebut, jika memang
masih ada di dalam tubuh gerakan LDII. Paradigma baru LDII adalah suatu cerminan bahwa mereka ingin kembali pangkuan Majelis Ulama Indonesia
untuk mendapatkan pembinaa, dan merupakan keinginan bersatu LDII dengan segenap kekuatan Islam Indonesia.
Namun demikian, proses sosialisasi paradigma baru LDII yang mereka lakukan baru sampai tingkat PAC, belum sampai ke grass roots. Kalau begitu
kenyataannya, sosialisasi tersebut harus terus ditingkatkan dan diupayakan secara cepat dan maksimal. Selama ini, memang kita masih melihat dan
mendengar laporan dari para pengurus atau pimpinan Majelis Ulama Indonesia, baik di Provinsi, Kabupaten atau Kota maupun MUI Kecamatan di
mana di beberapa tempat masih ada pola-pola lama yang mereka terapkan Tapi pada umumnya, informasi dari MUI Provinsi dan Kabupaten atau Kota
menyatakan bahwa sudah bagus pembinaan di internal LDII. Mereka LDII juga
22
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 81- 84.
sudah membuka komunikasi dengan MUI dan ormas-ormas yang lain, meski di beberapa tempat masih terdapat kekakuan dari pihak LDII sendiri dalam berbaur
dan dalam meninggalkan kesan-kesan eksklusifnya. Inilah sosialisasi paradigma baru LDII yang sedang dalam proses tersebut.
Pengurus LDII, baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten sudah cukup tegas dalam menerapkan paradigma barunya. Bahkan, beberapa kali saya
mendengar ucapan dari para pimpinan LDII Provinsi yang mengatakan, Andaikata masih ada yang menerapkan pola lama dan menjalankan paham
paham Islam Jamaah, maka kepada mereka diminta untuk keluar dari LDII, dan dianggap itu bukan warga LDII.
Jadi, kalau melihat ketegasan semacam itu sih, saya agak optimis bahwa paham-paham tentang Islam Jamaah secara bertahap
akan ditinggalkan oleh organisasi LDII ini. Sebenarnya, ajaran LDII itu perlu pendalaman dan penelitian lebih
lanjut, karena di lapangan yang saya temukan hanya di permukaan. Tentunya, jawaban saya tidak begitu valid, karena belum mendalami apa yang terjadi di
lapangan. Sebatas yang saya dengar, sebatas apa yang saya lihat, dan kesimpulan dari diskusi-diskusi dengan MUI di Provinsi dan Kabupaten,
dimana memang masih ditemukan masalah-masalah implementasi di lapangan terkait dengan paradigma baru LDII. Ini harus terus dipantau sejauh mana
mereka jujur, ikhlas, terbuka dan bertanggungjawab untuk melaksanakan paradigma barunya. Apakah itu menyangkut sesuatu yang sangat rahasia,
ataupun yang biasa mereka buka itu, mestinya dilakukan pemantauan dan penelitian yang lebih lanjut di lapangan secara mendalam.
4. Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj
23
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Aliran atau madzhab atau firaq Islamiah itu, sepanjang masa akan tetap ada.
Kajian mengenai al-Firaq al-Islamiah firqah-firqah Islam dan al-Firaq al- Kharijah anil Islam firqah-firqah
yang keluar dari Islam adalah salah satu mata kuliah wajib di Timur Tengah, baik itu di Ummul Qura Makkah maupun di
Al-Azhar Kairo. Yang termasuk firqah Islam adalah Mutazilah, Khawarij, Jabariah, Qadariah, Murjiah, Jahamiah; Syiah, Sy
i’ah Itsna Asyariah, Imamiah, dan Zaidiah. Sedangkan firqah yang keluar dari Islam yaitu Syiah Ismailiah,
Bahaiyah, Qadianiyah, dan Iain-lain. Kelompok kedua ini dianggap keluar dari
Islam karena mereka mengingkari prinsip-prinsip ma ’ulima minaddin
bidhdharuri prinsip yang sangat fundamental dalam Islam.
Orang atau kelompok yang mengingkari maulima minaddin bidhdharurah
24
bisa dikategorikan sesat. Sedangkan kelompok atau orang yang mengingkari ma
’ulima minaddin bitta allum hasil pemikirantelaahijtihad tidaklah sesat. Sampai-sampai, golongan Khawarij pun masih dianggap
sebagai bagian dari kelompok Islam firaq Islamiah, padahal mereka telah membunuh Sayidina Ali Karramallahu Wajhah.
23
Habib setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 89- 92
24
Hal-hal, prisip-prinsip pokok agama yang sudah final dan pasti, yang tidak boleh dipertentangkan
Di dalam Islam terdapat beragam aliran dan golongan. Sebagian besar golongan tersebut tidak bisa dianggap sesat, karena ada dua perbedaan, yaitu
perbedaan yang bersifat wacana dan perbedaan yang bersifat aksiamal, Lha, LDII ini perbedaannya amal. Mereka tidak kita anggap sesat, tetapi
mutanathth i’, tanaththu’, orang yang eksklusif, kelompok eksklusif. Namun
demikian, LDII masih dalam bagian firqah Islamiah, karena meyakini apa yang disebut maulima minaddin bidhdharurah, meski dalam beberapa hal LDII
menurut beberapa kalangan yang mengamati organisasi ini berbeda dengan mayoritas ulama dalam menafsirkan ayat tertentu. Perbedaan penafsiran itu
sendiri dalam banyak kesempatan dibantah oleh pengurus LDII. Seandainya dugaan para pengamat itu benar, perbedaan itu tidak menyebabkan LDII
menyandang label sesat. Itu tidak sesat, hanya salah atau sempit. Itu tanaththu, mutanatti, hatta
Khawarij kita tidak mengatakan sesat. Padahal dia yang membunuh Sayidina Ali, kita tidak mengatakan sesat, tetapi mutasyaddid,
mutatharrif. LDII tidak bisa disamakan dengan Ahmadiyah. Ahmadiyah itu sesat
karena mengingkari ma
’ulima minaddin bidhdharurah, mengakui adanya Nabi
setelah Nabi Muhammad SAW Saya menanggapi perubahan paradigma LDII secara positif. Paradigma Baru LDII harus disikapi dengan positif. Mereka
LDII mengakui kesalahan, dalam tanda petik: kesalahan ajarannya atau
kesalahan doktrinnya, bukan kesalahan aqidah. Aqidah nggak salah, dari awal nggak salah.
Aqidah dia rukun iman yang enam itu. Rukun Islamnya itu
sama. Ya seperti pesantren dulu, dimana Bahasa Inggris itu haram. Sekarang, justru
membolehkan. NU sendiri, pada Muktamar tahun 30-an Itu
mengharamkan pakai dasi atau pakai celana. Sekarang, tidak.
Orang yang menganggap orang lain sesat itu, juga sesat. Man kaffara ahlal kitab al-Quran fahuwa kafir.
Orang yang menganggap sesat orang lain, yang tidak menolak hal-hal prinsip maka ia sesat juga, kecuali yang prinsip tadi.
Kita NU, menghindari bahasa sesat. Pleno NU di Cisalak Bogor, menyatakan aliran Ahmadiyah adalah aliran yang ditolak oleh mayoritas umat
Islam, tapi tidak mengatakan sesat, karena sesat itu adalah caci-maki. Kata syatm
itu kita hindari. Dalam menyikapi masalah-masalah yang berkaitan dengan perbedaan
dalam memahami agama, masyarakat itu tergantung dengan ulama kyai. Kalau masyarakat NU ya apa kata kyai-nya. Kalau kyainya tambah maju,
berkembang, terbuka, maka masyarakatnya akan mengikuti. Oleh karena itu, para ustadz dan dai tidak boleh berhenti belajar, agar wawasan menjadi luas dan
siap menerima perbedaan. Asal mereka mau belajar, mereka akan menjadi toleran. Orang kalau mandeg, merasa dirinya pinter, maka ia akan
berpandangan sempit. Kalau mau belajar terus, ia akan menjadi toleran, tasamuh.
Bukan berarti menghalalkan yang haram, menerima yang sesat, tidak. Tetapi menyikapinya dengan kepala dingin, dengan argumentatif.
5. Dr. M. Syafi’i Mufid, MA
25
Peneliti Departemen Agama Republik Indonesia LDII yang saya ketahui itu kan sebuah organisasi Islam. Yang awalnya
dari LEMKARI kemudian menjadi LDII. Nah, sebelumnya ada yang namanya Islam Jamaah. Sebelum Islam Jamaah, ada yang namanya Darul Hadits. Jadi,
itu proses dimulainya sebuah tafsir terhadap ajaran-ajaran Islam tentang im ȃ mah
tentang jamaah kemudian implementasinya dalam bentuk gerakan, yang namanya gerakan Islam Jamaah atau Darul Hadits.
Sebetulnya, ajaran inti dari yang kita kenal Islam Jamaah itu adalah mengenai kejamaahan dan keimâmahan. Apa yang dipahami dari kawan-kawan
Islam Jamaah itu adalah atsar-nya dari Sayidina Umar yaitu la islama illa bil jamaah walajamaata illa bil imamah wala imamata illa bithoah wala thoata illa
bil baiat. Kemudian mamata laisa lahu biatun mata mitatan jahiliyatan,
haditsnya maupun atsarya. itu, lazim di kalangan umat Islam. Tidak merupakan sesuatu yang aneh, artinya masyhur umum, dikenal. Yang menjadi aneh pada
waktu itu adalah, kalau orang tidak masuk jamaah, mereka itu dianggap bukan Islam. Itu masalahnya. Nah, ini kekeliruan penafsiran yang banyak dilakukan
oleh kelompok-kelompok. Kemudian oleh Majelis Ulama Indonesia dikatakan sebagai kelompok sesat. Itu adalah klaim kebenaran yang hanya ada pada
mereka. La islama illa bil jamaah. Kata-kata jamaah itu hanya untuk Darul Hadits, Islam Jamaah. Kan begitu awalnya. Mestinya tidak begitu. Jadi, Islam
Jamaah adalah Al jamaah min jamaatul muslimin. Jadi, satu jamaah dari
25
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 97.
jamaah-jamaahnya umat Islam. Umat Islam itu banyak jamaahnya. Tidak satu- satunya. Nah, disini yang menjadi krusial itu.
Kalau ada orang mengatakan bahwa LDII itu eksklusif, dimana dia menganggap paling benar sendiri, yang kalau ada yang shalat di masjidnya, dia
cuci, itu kita kan mengecek, Apa benar perkataan orang itu. Orang yang ngomong pada kita, yang menyampaikan kepada kita tentang hal-hal yang tidak
benar, kita perlu tabayyun. Tabayyun inilah pekerjaan ulama yang mesti dilakukan. Tabayyun, apakah LDII itu sudah berubah, atau masih seperti Islam
Jamaah. Ini soal tabayyun. Jadi, mereka berupaya untuk melakukan perubahan, kita pun mengamatinya, berubah apa belum. Kan begitu
tabayyun nya.
Kalau sudah paradigma baru seperti itu, mana lagi yang sesat, ya nggak ada. Sepuluh kriteria kesesatan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia, tidak bisa diterapkan untuk LDII, kalau seperti yang dinyatakan dari hasil Rakernasnya. Nah, kalau mengenai praktek ini, kan manusia sekian ratus
ribu atau sekian juta itu, untuk melakukan perubahan paradigma itu memerlukan waktu. Jadi kalau masih ada sisa-sisa Islam Jamaah atau Darul
Hadits yang dititipkan untuk dibina di LDII belum lurus benar, itu proseslah. Menurut saya LDII itu sebuah organisasi Islam yang bagus, dan itu
organisasi Islam yang lahir pasca kemerdekaan. Ormas-ormas Islam ini, yang lahir sebelum kemerdekaan itu sudah berjasa, berjasa mendorong mewujudkan
proklamasi kemerdekaan RI, sekaligus mempertahankannya. Itu seperti
Syarikat Islam, NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Al Irsyad. Semua itu lahir sebelum Indonesia merdeka, dan itu berhasil menjadikan Indonesia merdeka.
Mereka juga berhasil mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nah LDII dan organisasi Islam yang lahir setelah kemerdekaan, mestinya mengisi
kemerdekaan ini dengan karya nyata, karya nyata yang persis dengan tujuan kemerdekaan itu. Apa tujuan kemerdekaan itu., ya memakmurkan rakyat
Indonesia. Kata-kata memakmurkan Indonesia ini, mesti menjadi orientasi ormas-ormas Islam yang baru, termasuk LDII. Nah, yang saya lihat nyatanya
LDII cukup bagus dalam membina ekonomi umat di kalangan warganya. Anggotanya itu tertib teratur. Nah, ini mudah-mudahan ke depan kalau asumsi
saya ini benar, ormas-ormas seperti LDII itu bisa memposisikan diri sebagai agent of change
dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Maka umat Islam di Indonesia ini akan punya kelanjutan yang bagus. Tapi kalau masih bangga
dengan romantika masa lalu, ya ketinggalan kereta. 6 .Dr. Adian Husaini, MA
26
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sejauh yang saya ketahui, MUI saat ini sedang melakukan penelitian dan
harus dichek tentang persoalan inti LDII itu. Karena dulu, mereka dikenal dituduh dengan isu-isu doktrin-doktrinnya seperti ajaran manqul. Mereka
diisukan mempunyai sanad sendiri dan merasa orang Islam yang lain bukan saudaranya. Bahkan, misalnya, dahulu jika kita menduduki kursi di rumahnya,
lalu kursi itu dilap dibersihkan lagi. Orang Islam lain dianggap najis dan lain
26
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 109-112.
sebagainya. Mereka memakai Hadits tentang baiat. Menurut mereka, kalau seseorang tidak berbaiat, maka orang itu akan mati seperti matinya orang
jahiliyah. Yang mereka maksud dengan baiat di sini adalah harus baiat kepada imamnya. Nab, karena hal inilah kemudian, umat Islam yang lain menganggap
mereka berada di kelompok yang sesat. Jika sekarang mereka mengatakan ada paradigma baru, menurut saya hal
itu perlu ditelaah. Apakah mereka betul serius? Apakah benar mereka sudah merevisi ajaran-ajarannya? Apakah benar mereka sudah menganggap se-Islam
ini saudara se-Islamnya, dan mereka boleh menikah dengan orang Islam yang lain, dan mereka boleh bermakmum di belakang orang Islam yang lain. Apakah
sudah seperti itu? Sebab sejauh ini, meskipun ada banyak perbedaan di antara ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, tetapi
perbedaan itu tidak ada masalah. Termasuk menikah dengan ormas lain juga boleh, tidak menimbulkan masalah. Hal-hal semacam itu, saya kira perlu
dievaluasi. Paradigma baru LDII itu perlu dicocokkan. Masalahnya, sekarang ini
buku-buku yang beredar di jamaah-jamaah LDII itu adalah buku-buku yang lama. Apakah buku-buku dan ajaran-ajaran itu sudah direvisi? Jadi tidak cukup
hanya dengan menyatakan bahwa mereka sudah berubah, tetapi kemudian ke dalamnya bagaimana? Sama dengan Ahmadiyah kan? Dalam melihat
Ahmadiyah, pemerintah tidak cukup hanya dengan mendengarkan pernyataan mereka, tetapi harus melihat realita di lapangan. Itu yang lebih penting, karena
masyarakat melihat sendiri kenyataan di lapangan. Misalnya, masyarakat melihat
ada masjid LDII, apakah jamaah masjid itu sudah berbaur dengan jamaah yang lain? Kalau dulu mereka tidak mau shalat Jumat dengan yang lain,
mereka membuat jamaah Jumat sendiri. Nah, sekarang semua itu sudah berubah atau belum? Jadi, lebih penting praktek di lapangan, dan literatur lama
itu harus ada revisi. Saya tidak pernah mendalami LDII, makanya saya tidak mengungkapkan
lebih jauh. Meski demikian, kita tidak apriori. Okelah sekarang ada statement seperti itu, kita sambut dengan baik. Menurut saya, di samping menggunakan
pendekatan yang tegas seperti fatwa, MUI perlu juga menggunakan pendekatan yang lebih aktif dan persuasif terhadap mereka. Inilah yang disebut
dengan dakwah. Barangkali mereka belum tahu, bahwa ada sebagian yang salah dari ajaran mereka. Nah, kita tunjukkan kepada mereka dimana letak
kekeliruannya. Di sinilah perlunya MUI berperan lebih aktif.
41
BAB III PEN
GERTIAN BAI’AT
A. Pengertian Bai’at
setiap orang hampir tidak bisa membayangkan tentang adanya sistem politik yang sehat dan negara yang kuat dan stabil, serta jamaah yang sempurna
tanpa adanya keadilan para pemimpin dan kepatuhan rakyatnya. Sedangkan jamaah tidak ada harganya apabila individu-individu mereka tidak diikat oleh
sistem Islam, dan tidak dipersatukan oleh pemimpin yang mengatur urusan mereka. Sementara pemimpin tidak mempunyai bobot dan eksistensinya, apabila
ia direndahkan oleh jamaahnya, tidak didengar, dan ditaati. Oleh karena itu Islam menekankan akan urgensi loyalitas kepada jamaah muslim dan ketaatannya
kepada imam mereka, serta tidak keluar dari jamaah, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak.
1
Ada beberapa pengertian tentang baiat dan dalam hal ini bahwa baiat jika dilihat dari fiqih siyasah di kalangan kaum muslimin setelah pengajuan calon
khalifah dan pemilihan dari pihak ahl al-hill wa al-aqd, atau setelah penggantian
dari khalifah sebelumnya kaum muslimin diajak untuk memberikan baiat kepada khalifah
. Dalam hal ini akan dibahas sekitar pengertian baiat.
1
Ramli Kabi’ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “Telaah Bai’at dalam Khalifah dan Jamaah”. Terj dari judul aslinya Al-Bai’ah Fi’n- Nizhami as
siyasi al- Islami wa Thathabiqatuha fi Hayati as-Siyasiyah al-Muashirah Jakarta: el-Fawaz Press,
1993, h. 35