Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan
mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar ”. Q.S.
al-Fath: 10
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak- anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan
kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
”.Q.S. al- Mumtahanah: 12
B. Pendapat Para Ulama Tentang Bai’at
Bai’at sebagaimana yang telah dijelaskan merupakan janji setia terhadap sistem politik Islam atau kekhalifahan, serta kesetian dan kepatuhan kepada
pemimpin. Bai’at erat sekali hubungannya dengan imâmah kepemimpinan dalam menjaga agama untuk mengurusi urusan-urusan duniawi. Ada beberapa pendapat-
pendapat ulama mengenai bai’at yang erat hubungannya dengan imâmah. 1.
Pendapat Jumhur Ulama Sunnah wal-Jama’ah Mereka para jumhur ulama Sunnah wal-
Jama’ah mengambil kesimpulan bahwa urusan-urusan umat tidak akan berjalan dengan
lancar dan mulus tanpa adanya seorang pemimpin atau imâmah. Dan tidak akan sah seorang menjadi imam khalifah kecuali melalui proses
bai’at. Dan selama setia terhadap bai’at maka hukumnya wajib, tidak ada bai’at kecuali setelah bermusyawarah dengan kaum muslimin.
Jumhur ulama juga mensyaratkan pengangkatan khalifah, yaitu sebagai pengganti Rasulullah SAW harus berasal dari suku Quraisy
yang bersifat adil dengan cara bai’at dan musyawarah dengan ada perselisihan dalam beberapa hal, seperti penentuan siapa orang yang sah
dibai’at.
3
2. Pendapat Ulama Syi’ah
Ulama syi’ah dengan berbagai aliran berpandangan bahwa mengangkat seorang imam hukumnya wajib. Tetapi pendapat mereka
dengan imâmah bertolak belakang dengan pendapat Jumhur Ulama kaum muslimin.
Ulama sekte Zaidiyyah, berpendapat bahwa imâmah tidak diduduki kecuali oleh anak-anak keturunan Fatimah serta anak-anak keturunan
Hasan dan Husen. Sebab mereka berpandangan keturunan Fatimah layak menjadi pemimpin dan membawa kepemimpinan yang wajib
ditaati. Dan pengangkatan pemimpin ini melalui peroses bai’at seperti dilakukan ketika zaid bin Ali di masa pemerintahan Hisyam bin Abdul
Malik, golongan ini segera membai’atnya.
4
Sedangkan menurut ulama sekte Ismailiyyah jabatan imâmah adalah suatu jabatan “ketuhanan” yang dipilih oleh Allah swt. Menurut
sekte ini bahwa yang berhak menjadi imâmah setelah wafatnya Rasulullah adalah Ali bukan Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka
3
Ali Ahmad as-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah, Study Banding Aqidah dan Tafsir, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001, jilid 1, cet. ke-1, hal. 17.
4
As-salus, Esiklopedi Sunnah-Syiah, h. 25.
beranggapan kaum muslimin pada saat itu telah meninggalkan salah satu rukun iman,
5
karena tidak mengankat Ali sebagai Imam. 3.
Pendapat Ulama Ahli Fiqih Berbeda dengan ulam ahli fiqih dari mazhab apapun, yang
meletakkan bai’at sebagai bagian hukum Islam yang prinsipil. Tidak terdapat dalam satu bab fiqih pun yang bernama bai’at misalnya.
Ulama- ulama fiqih berpendapat bahhwa hukum bai’at tidak pernah ada
dalam agama Islam. Bai’at merupakan sebuah tradisi Arab yang sifatnya tidak mengikat.
6
Dengan demikian apapun bentuk bai’at yang diberikan kepada seorang imam atau pemimpin apa saja, maka bai’at itu
tidak memiliki ikatan yang religius yang suci.
C. Analisa Terhadap Pemaknaan Bai’at Menurut LDII