Hak Anak untuk Menentukan Agama

68 seseorang. 24 Kebebasan tersebut tetap diakui walaupun tidak secara eksplisit dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

c. Hak Anak untuk Menentukan Agama

Indonesia memberikan pengakuan, penghormatan, serta perlindungan terhadap hak atas kebebasan meyakini suatu agama bagi setiap orang, termasuk anak. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 1 angka 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Hak anak atas kebebasan beragama dimuat dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan “ Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.” Pasal 42 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan “ 1 Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. 2 Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.” Perlindungan atas hak anak dalam rangka memeluk agama merupakan suatu kebutuhan yang mutlak. Pemberdayaan anak penting agar mereka tidak sekadar menjadi objek dari hak agama orang tua. Hal ini dikarenakan pada 24 General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 2 dan paragraf 5. 69 dasarnya anak secara otomatis mengikuti agama yang dianut oleh orang tua mereka. 25 Pengaturan tentang hak anak untuk beragama berimplikasi pada persoalan adopsi, karena berpengaruh terhadap proteksi kebebasan beragama anak oleh orang tua angkatnya. Pengaturan tentang adopsi di Indonesia memuat ketentuan mengenai agama sebagai salah satu syarat keabsahan pengangkatan anak. Pasal 39 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan “Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.” PP No. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak juga memberikan pengaturan mengenai agama dalam pengangkatan anak. Pasal 3 menyatakan “1 Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.” Pasal 13 menyatakan “Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat: c. beragama sama dengan agama calon anak angkat. ” Pengaturan tersebut secara langsung ataupun tidak langsung telah membatasi hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hak anak tersebut juga termaktub dalam Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” 25 Rajaji Ramanadha Babu Gogineni dan Lars Gule, Humanisme dan Kebebasan dari Agama dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 638. 70 Ketika seorang anak menjadi tidak dapat diasuh oleh orang yang berkompeten karena kendala agama, maka sebenarnya telah terjadi pembatasan terhadap hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Di sisi lain pengaturan ini dapat memicu penyelundupan atas syarat administratif tersebut, misalnya anak berganti agama dahulu supaya sesuai dengan agama calon orang tua angkatnya. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran HAM terhadap anak.

3. Kebebasan dalam MenjalankanMengekspresikan Agama yang