Hak untuk MembelaMempertahankan Agama yang Diyakini

80 Urusan Pendidikan dan Agama Yunani. 48 Pengadilan menyatakan bahwa penerapan keharusan adanya perizinan memang selaras dengan Article 9 ECHR, namun dengan catatan hanya berupa verifikasi persyaratan formal tertentu apakah sudah dipenuhi atau belum. Namun pengadilan menemukan dan mengemukakan bahwa Yunani telah menggunakan perizinan ini untuk menerapkan pula persyaratan-persyaratan yang kaku, atau yang bersifat mempersulit, bahkan melarang praktik keagamaan tertentu. Pengadilan memutuskan bahwa dakwaan terhadap pemohon merupakan suatu bentuk intervensi terhadap kebebasan mereka dalam memanifestasikan agama mereka, suatu intervensi yang tidak diperlukantidak diharuskan dalam suatu masyarakat demokratik. 49

c. Hak untuk MembelaMempertahankan Agama yang Diyakini

Hak untuk membelamempertahankan agama yang diyakini merupakan konsekuensi pembahasan tentang hak untuk bebas memeluk dan menjalankan agama sesuai tafsir yang diyakini dan pengaplikasian dalam menjalankan hak tersebut. Tidak ada aturan secara spesifik mengenai hak untuk membelamempertahankan agama dalam pengaturan hukum Indonesia. Namun hak ini berlaku secara lex generalis dan sudah melekat dengan kebebasan untuk menjalankanmengekspresikan agamakeyakinan yang telah dipeluk seseorang. Sebagai bagian dari dimensi eksternal, hak ini mendapatkan pembatasan. 48 Manousakis and Others v. Greece, 23 EHRR 387 1997 EctHR 1996-IV, 26 September 1996. 49 Ibid., Lihat juga Manfred Nowak dan Tanja Vosprnik dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 213. 81 Hak seseorang atau sekelompok orang dalam mempertahankan agamakeyakinannya dihadapkan dengan situasi yang menunjukkan adanya interpretasi yang berbeda satu sama lain mengenai suatu agama. Meskipun konstitusi telah memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk memeluk dan beribadah menurut agamakepercayaannya, 50 namun dalam praktik ditemui interpretasi yang berlainan. Sering kali ditemui adanya justifikasi sepihak kesahihan ajaran suatu agama yang ditafsirkan oleh sekelompok agama terhadap kelompok lain yang berujung tindakan anarkis. Hal ini dilatarbelakangi pengaturan yang memberikan ruang pemberian predikat sesat terhadap suatu agama berupa UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. Pengaturan ini diderivasikan dalam sebuah SKB yang melarang penyebarluasan ajaran Ahmadiyah. Dalam rangka kebebasan berekspresi, setiap orang atau sekelompok orang dapat mengekspresikan dan membelamempertahankan agamanya di muka umum. Namun kebebasan ini harus tunduk pada ketentuan pembatasan hak. Pasal 9 UU No. 9 Tahun I998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menyatakan bahwa bentuk penyampaian pendapat di muka urnum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasadernonstrasi, pawai, rapat umurn, danatau mimbar bebas. Pelaksanaan hak mempertahankan agama sebagai wujud kebebasan berekspresi tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang- 50 Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 jis. Pasal 28E ayat 1 jo. ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 28I ayat 1 UUD 1945. Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. 82 undangan, serta harus tetap menghormati hak orang lain. Oleh karena itu segala tindakan anarkis dalam upaya perwujudan hak merupakan sesuatu yang dilarang secara hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku yaitu UU No. 9 Tahun 1998.

d. Hak untuk Menyebarluaskan Ajaran Agama