Hak untuk Bebas Menjalankan Agama sesuai Tafsir yang Diyakini

72 beragama itu sendiri. 30 Penilaian apakah pembatasan itu benar-benar diperlukan harus didasarkan pertimbangan yang objektif. 31 Pembahasan penulis atas kebebasan dalam menjalankanmengekspresikan agama yang diyakini akan meliputi beberapa hak spesifik yaitu a hak untuk bebas menjalankan agama sesuai tafsir yang diyakini; b hak untuk mendirikan tempat ibadah; c hak untuk membelamempertahankan agama yang diyakini; serta d hak untuk menyebarluaskan ajaran agama.

a. Hak untuk Bebas Menjalankan Agama sesuai Tafsir yang Diyakini

Hak untuk bebas menjalankan agama sesuai tafsir yang diyakini di Indonesia mendapatkan beberapa pengaturan berupa UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama serta yang lebih spesifik yakni SKB No: 3 Tahun 2008, No: Kep-033AJA62008, dan No: 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI dan Warga Masyarakat oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI. Tujuan adanya UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama adalah mencegah terjadinya penyelewengan- 30 General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 8. Lihat juga paragraf 2 dan 10. 31 Ibid. 73 penyelewengan dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok 32 serta melindungi ketentraman beragama tersebut dari penodaanpenghinaan serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. 33 Dalam penjelasan Pasal 1 disebutkan bahwa agama yang dimaksud adalah agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu Confusius. 34 Pelanggaran atas larangan dalam UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya melalui surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. 35 UU ini juga menetapkan pasal baru KUHP Pasal 156a yang memberikan sanksi pidana maksimum lima tahun bagi yang mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia serta dengan maksud agar supaya orang tidak menganut apapun juga, yang bersendikan Ke- Tuhanan Yang Maha Esa. 36 Dalam perjalanan penerapannya, terdapat pihak yang mempermasalahkan substansi berkenaan dengan konstitusionalitas UU No. 1PNPS1965 tentang 32 Pasal 1-3 UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. 33 Pasal 4 UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. Lihat juga Penjelasan I, umum angka 4. 34 Hal ini menunjukkan bahwa hanya agama tersebut yang diakui keberadaannya di Indonesia. 35 Pasal 2 UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. 36 Pasal 4 UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. 74 Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 140PUU-VII2009 telah menyatakan bahwa UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama konstitusional. Namun dalam putusan tersebut terdapat disenting opinion yang disampaikan oleh salah satu hakim konstitusi yakni Maria Farida Indrati yang menyatakan: “Bahwa Undang -Undang a quo merupakan produk masa lampau, yang walaupun berdasarkan Aturan Peralihan Pasal I Undang-Undang Dasar 1945 secara formal masih mempunyai daya laku validity, namun secara substansial mempunyai berbagai kelemahan karena adanya perubahan yang sangat mendasar terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal-pasal yang menyangkut hak- hak asasi manusia.” Substansi undang-undang tersebut sebenarnya telah melanggar hak atas kebebasan menjalankan agama sesuai dengan tafsir yang diyakini oleh seseorang. Padahal pengaturan mengenai HAM akan selalu disejajarkan dan tidak dapat dikesampingkan dari materi-materi yang lain dalam konstitusi Negara. 37 Walaupun Putusan MK menyatakan bahwa undang-undang tersebut konstitusional, namun pada kenyataannya terdapat inkonsistensi dalam undang- undang a quo terhadap ketentuan konstitusi mengenai kebebasan beragama yang seharusnya dilindungi. SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI bermuatan spesifik yaitu pembekuan 37 B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewa rganegaraan dan Hak Asasi Manusia , Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003, hlm. 272. 75 kegiatan JAI. 38 Latar belakang disusunnya SKB adalah keberadaan aliran Ahmadiyah yang dipandang sudah melenceng dari agama induknya.Secara khusus, keputusan tersebut melarang penyebarluasan ajaran Ahmadiyah. 39 SKB tersebut memberikan peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, danatau anggota pengurus JAI untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. 40 Sedangkan secara umum SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI juga berlaku bagi bangsa Indonesia secara luas karena memberikan peringatan dan perintah kepada masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Selain itu, dalam SKB tersebut juga termuat sanksi terhadap penganut, anggota, danatau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah yang telah dimuat dalam SKB. 41 Pelanggaran terhadap larangan 38 Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 6, Desember 2010, hlm. 101. 39 Diktum Kedua SKB No: 3 Tahun 2008. 40 Ibid. 41 Ibid., Diktum Ketiga dan Kelima SKB No: 3 Tahun 2008. 76 penyebarluasan dapat diancam dengan hukuman maksimum lima tahun penjara atas tuduhan melakukan penistaan. 42 SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI justru menjadi pintu masuk diskriminasi terhadap JAI karena pemerintah secara jelas menyatakan pembekuan terhadap segala kegiatan JAI. JAI dilarang untuk menjalankan agamanya sesuai dengan tafsir yang diyakini. Akibatnya JAI mempunyai dua pilihan: bisa melanjutkan langkahnya jika keluar dari Islam; atau menjadi bagian dari Islam dengan catatan harus mengubah ajarannya. 43 Secara tidak langsung hal ini menyiratkan bahwa JAI tidak boleh beribadah dengan keyakinan mereka sendiri. Negara melakukan pelanggaran HAM yaitu melanggar kewajiban korelatifnya berupa kewajiban untuk menghormati dan melindungi HAM setiap warga negaranya. Ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama serta SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI tidak memberikan jaminan hak atas kebebasan untuk menjalankanmemanifestasikan agamakepercayaan yang diyakini. Ketentuan tersebut mengandung larangan menafsirkan suatu agama di Indonesia. Ketika ada seseorang yang beribadah sesuai keyakinannya namun tidak sama persis dengan ajaran agamanya tersebut, maka ia dianggap melakukan kejahatan penodaan agama sesuai dengan Pasal 156a KUHP. 42 Ibid. 43 Nicola Cobran, Op. Cit, hlm. 713. 77 Pembatasan hak dalam menjalankan agama di Indonesia melalui UU No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama serta SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI adalah tidak tepat karena dilatarbelakangi adanya pencampuradukan kepentingan stabilitas politik atau keamanan negara, bukan atas dasar melindungi keamanan pribadi pemeluk agama. Ketentuan tersebut justru menjadi pintu masuk diskriminasi yang berujung kekerasan terhadap pemeluk agama yang seharusnya dilindungi. Namun pembatasan hak dengan latar belakang seperti ini jelas tidak diperbolehkan karena stabilitas politik atau keamanan negara tidak termasuk dalam salah satu kriteria pembatasan hak yang diperbolehkan. 44

b. Hak untuk Mendirikan Tempat Ibadah