99 dan Agama Yunani.
104
Pengadilan menyatakan bahwa penerapan keharusan adanya perizinan memang selaras dengan Article 9 ECHR, namun dengan catatan
hanya berupa verifikasi persyaratan formal tertentu apakah sudah dipenuhi atau belum. Namun pengadilan menemukan dan mengemukakan bahwa Yunani telah
menggunakan perizinan ini untuk menerapkan pula persyaratan-persyaratan yang kaku, atau yang bersifat mempersulit, bahkan melarang praktik keagamaan
tertentu. Pengadilan memutuskan bahwa dakwaan terhadap pemohon merupakan suatu bentuk intervensi terhadap kebebasan mereka dalam memanifestasikan
agama mereka, suatu intervensi yang tidak diperlukan.
105
c. Hak untuk MembelaMempertahankan Agama yang Diyakini
Hak untuk membelamempertahankan agama yang diyakini merupakan bagian dari hak untuk bebas memeluk dan menjalankanmengekspresikan agama
sesuai tafsir yang diyakini. Hak tersebut dihadapkan dengan situasi yang menunjukkan adanya interpretasi yang berbeda satu sama lain mengenai suatu
agama.
106
Tidak ada
aturan yang
spesifik mengenai
hak untuk
membelamempertahankan agama dalam pengaturan hukum internasional. Namun hak ini berlaku secara
lex generalis
dan sudah melekat dengan kebebasan untuk
104
Manousakis and Others v. Greece, 23 EHRR 387 1997 EctHR 1996-IV, 26 September 1996.
105
Ibid., Lihat juga Manfred Nowak dan Tanja Vosprnik dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 213.
106
General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 8.
100 menjalankanmengekspresikan agamakeyakinan yang telah dipeluk seseorang.
Sebagai bagian dari dimensi eksternal, hak ini mendapatkan pembatasan.
Kebebasan mempertahankan agama merupakan wujud kebebasan mengekspresikan agama. Dalam rangka menjalankan kebebasan untuk
mempertahankan agamanya tersebut setiap orang dapat dikenai pembatasan yang didasarkan untuk melindungi keamanan publik, ketertiban, kesehatan, atau moral
atau hak-hak dasar orang lain.
107
Oleh karena itu tidak seorangpun dapat memaksakan pendapat atau agama atau keyakinannya terhadap orang lain dalam
rangka mempertahankan agamanya.
108
d. Hak untuk Menyebarluaskan Ajaran Agama
Kebebasan menyebarkan agama bukanlah kebebasan yang tidak dapat dikenai pembatasan.
109
Pembatasan yang paling utama dalam kebebasan ini ialah hak asasi orang lain yang menjadi sasaran penyebaran agama. Kebebasan
menjalankanmengekspresikan agama juga meliputi hak untuk mencoba meyakinkan orang lain untuk meyakini agamanya.
110
Oleh karena itu praktik pengajaran agama terhadap penganut atau non-penganut agama tetap diakui dalam
107
Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 207. Lihat juga General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 4.
108
General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 3.
109
Ibid. Hlm. 537.
110
Kokkinakis v. Greece, 17 EHRR 397 1994 EctHR 260-A, 25 Mei 1993. Pengadilan menegaskan bahwa kebebasan seseorang dalam memanifestasikan agamanya meliputi hak
untuk mencoba meyakinkan orang lain dengan maksud untuk memperoleh anggota baru.
101 hukum internasional
111
sepanjang tidak memenuhi kriteria pembatasan yang diperbolehkan.
C. Konvergensi Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional
Hukum nasional dan hukum internasional berkonvergensi sebagai sebuah sistem. Konsekuensi dari sistem adalah tidak boleh ada pertentangan atau
inkoherensi pada bagian-bagian dari sistem. Sehingga, sebagai sistem atau
a body of law
, aturan hukum nasional dan internasional harus koheren. Oleh karena itu ketika terjadi inkoherensi di antara keduanya, maka salah satu ketentuan yang
mengalami inkoherensi tersebut harus disisihkan.
Dalam Sub-judul ini penulis hendak mengidentifikasi inkoherensi antara hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia mengenai pengaturan
tentang kebebasan beragama sebagai HAM. Sebagai tolok ukur utama dalam rangka koherensi itu adalah prinsip non-intervensi yang diperkuat oleh prinsip
non-diskriminasi serta prinsip toleransi. Sistematika pembahasan dalam Sub- judul ini adalah sebagai berikut. Pertama, penulis akan menyoroti kedudukan
hukum internasional dalam sistem hukum Indonesia
infra
Sub-judul C.1. Kedua, penulis akan menjelaskan isu utama mengenai sumber inkoherensi dalam
perlindungan hukum terhadap kebebasan beragama di Indonesia yaitu ketidakjelasan visi bernegara mengenai hubungan antara negara dan agama
infra
Sub-judul C.2. Ketiga, menjelaskan keberlakuan prinsip non-intervensi dan
111
General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 5.