56 sebagai HAM. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sistematika pembahasan
dalam Bab ini disusun sebagai berikut. Pertama, mengemukakan pengaturan hukum nasional Indonesia mengenai kebebasan beragama
infra
Sub-judul A. Kedua, mengemukakan pengaturan hukum internasional mengenai kebebasan
beragama
infra
Sub-judul B. Ketiga, mengidentifikasi adanya inkoherensi antara hukum nasional Indonesia dan hukum internasional serta memberikan solusi atas
inkoherensi dalam rangka
a coherent body of law
keduanya
infra
Sub-judul C.
A. Pengaturan Hukum Nasional Indonesia Mengenai Kebebasan
Beragama
Dalam sub-judul ini penulis akan mendiskusikan konsep hubungan antara negara dan agama di Indonesia
infra
Sub-judul A.1 serta selanjutnya mendiskusikan peraturan perundang-undangan legislasi dan regulasi berkaitan
dengan hak atas kebebasan beragama di Indonesia
infra
Sub-judul A.2 3. Hak-hak yang dimaksud meliputi: 1 Kebebasan dalam meyakini suatu agama,
serta 2 Kebebasan dalam menjalankanmengekspresikan agama yang diyakini.
1. Konsep Hubungan antara Negara dan Agama di Indonesia
Indonesia bukan negara sekuler serta bukan negara agama mayoritas. Dalam sidang-sidang BPUPKI tahun 1945, golongan Islam menyatakan bahwa
Indonesia harus berdasarkan Islam sesuai dengan Al- Qur’an dan Sunah. Namun
pendapat ini ditentang oleh kaum nasionalis yang menyadari adanya agamakepercayaan lain di Indonesia. Perdebatan tersebut akhirnya mencapai
57 konsensus penting berupa Rancangan UUD yang memuat pasal mengenai
kebebasan beragama y ang berbunyi “Negara menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk memeluk agama apa pun dan untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama masing-
masing.”
1
Namun golongan Islam tidak menyetujui sehingga diubah menjadi,
pertama
, “Negara harus mendasarkan pada Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Kedua
, “Negara akan menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama lain dan untuk beribadah
sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
2
Sekali lagi golongan Islam menentang ayat kedua ketentuan tersebut sehingga diubah menjadi “Negara
menjamin kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agama masing-masi
ng.”
Konsep negara Islam ditentang oleh kaum nasionalis dengan latar belakang keanekaragaman agamakepercayaan yang diyakini oleh bangsa
Indonesia. Ketentuan mengenai syari’at Islam berpotensi timbulnya kedudukan yang lebih menguntungkan bagi Islam dibandingkan dengan penganut agama
lain.
3
Di samping konsep negara Islam, konsep negara sekuler juga ditentang sebagai dasar negara Indonesia karena dipandang sebagai sebuah pemikiran,
1
Adnan Buyung Nasution, Op. Cit. Hlm. 102.
2
Ibid. Hlm. 103.
3
Ibid. Hlm. 105.
58 tujuan, dan sikap yang terbatas pada kehidupan duniawi. Sekulerisme dianggap
tidak sanggup memberi bimbingan yang kuat dan tegas dibanding agama.
4
Penolakan terhadap konsep-konsep hubungan negara dan agama tersebut menyebabkan konsep hubungan negara dan agama di Indonesia sangat ambigu.
Sila pertama Pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang membuat
Indonesia semakin digambarkan sebagai bukan negara sekuler namun juga bukan negara agama mayoritas.
5
Hal ini dipertegas oleh Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 tersebut berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pasal 29 Ayat 2 UUD
1945 sebagai penjabarannya menjamin seseorang bebas mendiskusikan atau memilih atau tidak memilih suatu agama tanpa campur tangan negara, dan ketika
telah menganut agama dia bebas mengikuti ajaran-ajarannya, berpartisipasi dalam kebaktian, menyebarkan ajaran-ajarannya dan menjadi pejabat dalam organisasi
agamanya.
6
2. Kebebasan dalam Meyakini suatu Agama