77 Pembatasan hak dalam menjalankan agama di Indonesia melalui UU No.
1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama serta SKB No: 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut,
Anggota, danatau Anggota Pengurus JAI adalah tidak tepat karena dilatarbelakangi adanya pencampuradukan kepentingan stabilitas politik atau
keamanan negara, bukan atas dasar melindungi keamanan pribadi pemeluk agama. Ketentuan tersebut justru menjadi pintu masuk diskriminasi yang berujung
kekerasan terhadap pemeluk agama yang seharusnya dilindungi. Namun pembatasan hak dengan latar belakang seperti ini jelas tidak diperbolehkan karena
stabilitas politik atau keamanan negara tidak termasuk dalam salah satu kriteria pembatasan hak yang diperbolehkan.
44
b. Hak untuk Mendirikan Tempat Ibadah
Mendirikan tempat ibadah merupakan salah satu pengaplikasian kebebasan menjalankanmengekspresikan agama yang diyakini. Dari hak atas kebebasan
beragama maka timbul hak untuk mendirikan tempat-tempat ibadah.
45
Pembahasan Pasal 29 UUD 1945 menimbulkan perdebatan mengenai kebebasan pendirian rumah ibadah di Indonesia terkait persoalan persyaratan
dalam perizinannya. Berkenaan dengan hal
tersebut muncul usulan ditambahkannya satu ayat dalam Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan “Negara
harus menyediakan tempat beribadah bagi tiap-tiap pemeluk agama dan
44
General comment No. 22: Article 18 ICCPR Freedom of thought, conscience or religion paragraf 8.
45
Buku VIII Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945. Hlm. 372.
78 kepercayaannya itu, agar dapat beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu.”
46
Namun usulan ini dipandang berlebihan. Rumusan Pasal 29 ayat 2 1945 secara substansial telah mencangkup kebebasan mendirikan
rumah ibadah sebagai bagian “beribadah menurut agama dan kepercayaan”.
Hukum nasional Indonesia memberikan pengaturan tentang kebebasan pendirian rumah ibadah berupa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri No: 9 Tahun 2006 dan No: 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala DaerahWakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah PBM No: 9 Tahun 2006 dan No: 8 Tahun 2006
tentang Pendirian Rumah Ibadah.
PBM No: 9 Tahun 2006 dan No: 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah mencantumkan persyaratan pendirian rumah ibadah. Pasal 14 menyatakan,
1 Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
2 Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 Sembilan puluh orang yang disahkan oleh pejabat
setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 3;
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 enam puluh orang yang disahkan oleh lurahkepala desa;
c.
rekomendasi tertulis
kepala kantor
departemen agama
kabupatenkota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupatenkota.
3 Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah
46
Ibid. Hlm. 384.
79
daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
Pengaturan administratif mengenai pendirian rumah ibadah telah membatasi kebebasan umat beragama mengekspresikan agamakeyakinannya
secara publik termasuk di dalamnya untuk melaksanakan ibadah secara kolektif dan menyebarkan agamanya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya persyaratan yang
kaku yang diberikan oleh negara berupa kewajiban pengumuman daftar nama serta pengumpulan dukungan dari masyarakat setempat. Hal ini menghalangi hak
kelompok penganut agama minoritas untuk menjalankan agamanya.
47
Pengaturan tentang pendirian rumah ibadah ini juga memicu radikalisasi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang hendak
mendirikan rumah ibadah, termasuk digunakannya cara-cara kekerasan. Seharusnya kebebasan mendirikan rumah ibadah dilindungi oleh Negara dari
siapapun yang hendak menghalangi. Memberikan perlindungan merupakan tanggungjawab mutlak negara terhadap norma hukum yang mengikat negara.
Mengingat kebebasan mendirikan rumah ibadah merupakan bagian hak atas kebebasan beragama sebagai HAM.
Sebagai perbandingan kasus
Mannousakis v. Greece
. Dalam kasus ini pengadilan HAM Eropa menguji kesesuaiankebenaran dari suatu dakwaan
terhadap pendirian dan pengoperasian suatu rumah ibadah tanpa izin dari Menteri
47
Jazim Hamidi, Op.cit., Hlm. 124-125.
80 Urusan Pendidikan dan Agama Yunani.
48
Pengadilan menyatakan bahwa penerapan keharusan adanya perizinan memang selaras dengan Article 9 ECHR,
namun dengan catatan hanya berupa verifikasi persyaratan formal tertentu apakah sudah dipenuhi atau belum. Namun pengadilan menemukan dan mengemukakan
bahwa Yunani telah menggunakan perizinan ini untuk menerapkan pula persyaratan-persyaratan yang kaku, atau yang bersifat mempersulit, bahkan
melarang praktik keagamaan tertentu. Pengadilan memutuskan bahwa dakwaan terhadap pemohon merupakan suatu bentuk intervensi terhadap kebebasan mereka
dalam memanifestasikan agama mereka, suatu intervensi yang tidak diperlukantidak diharuskan dalam suatu masyarakat demokratik.
49
c. Hak untuk MembelaMempertahankan Agama yang Diyakini