Perselisihan Hasil Pemilu . Tidak ada terobosan maupun pengaturan baru Ketentuan Pidana . Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 mengkategorisasi

Sengketa tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara: a KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu; dan b antara KPU, KPU Provinsi, dan KPU KabupatenKota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap. Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara pemilu ke PTTUN dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu telah digunakan. Selanjutnya, atas Putusan PTTUN atas sengketa tata usaha negara pemilu, hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung bersifat terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. Sama halnya seperti penanganan tindak piudana pemilu, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara pemilu dibentuk pula Majelis Khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan pengadilan tinggi tata usaha negara dan Mahkamah Agung Pasal 270.

16. Perselisihan Hasil Pemilu . Tidak ada terobosan maupun pengaturan baru

yang substantif dalam UU No. 8 Tahun 2012 terkait dengan penananganan perselisihan hasil pemilu diatur dalam Pasal 273. Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional, Peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi. Peserta Pemilu disini tentu saja Universitas Sumatera Utara tetap merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 26 UU No. 8 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota; dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD. Dengan demikian, Undang-Undang baru ini “tetap” tidak memberi peluang bagi perseorangan calon anggota legislatif untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Batasan pengajuan permohonan perselisihan hasil kepada Mahkamah Konstitusi tetap sama dengan pemilu 2009, yaitu paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional oleh KPU. Satu-satunya ketentuan baru terkait perselisihan hasil pemilu dalam UU No. 8 Tahun 2012 ini hanyalah berupa pengaturan apabila pengajuan permohonan kurang lengkap, maka pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, hanya diberikan waktu 1 x 24 jam itupun diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi, bukan dalam UU Pemilu.

17. Ketentuan Pidana . Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 mengkategorisasi

antara tindak pidana yang berupa pelanggaran dengan tindak pidana yang berupa kejahatan, beserta segala sifat yang menyertainya. Selain itu juga terdapat perubahan pengaturan ketentuan pidana, dimana dalam UU ini dilakukan penghapusan atas ketentuan pidana minimum. Penghapusan ketentuan pidana minimum ini menurut Pansus Pemilu dilakukan dalam rangka memberikan asas kepastian hukum dan memudahkan bagi hakim dalam memberikan putusan. Universitas Sumatera Utara Beberapa ketentuan yang tertuang dalam UU No. 8 Tahun 2012 tersebut semestinya harus dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak yang berkepentingan sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tercipta Pemilihan Umum yang berkualitas.Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah lembaga yang dibentuk guna melakukan pengujian undang undang dituntut untuk bekerja secara profesional dalam memutus segala perkara yang masuk ke lembaga tersebut. Keberadaan lembaga tersebut sejauh ini masih dibutuhkan guna mengawal dan melakukan pengkajian undang-undang yang dihasilkan oleh DPR maupun menyelesaikan sengketa Pemilu yang terjadi. Salah satu contoh nyata kiprah MK yang berdampak positif dalam perjalanan demokrasi bangsa adalah peran MK yang cukup dominan dalam pengkajian UU No. 8 Tahun 2012 ini. http:kpuindragirihulu.wordpress.com20131027memahami-uu-no-08-tahun- 2012-tentang-pemilu-dpr-dpd-dan-dprd, diakses pada 4 Agustus 2014, pukul 20.00 WIB. 2.3Perilaku dan Preferensi Pemilih Beragam fenomena politik dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan tingkah laku behavioral approach. Pendekatan ini bersumber dari premis yang menyatakan bahwa persoalan dasar organisasi politik dan pemerintah adalah tingkah laku warga negara. Salah satu aspek tingkah laku politik itu adalah tingkah laku pemilih, yang khusus membahas tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan kegiatan pemilihan umum. Persoalan ini menyangkut serangkaian kegiatan untuk membuat keputusan apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum dan kalau memutuskan untuk memilih apakah memilih partai Universitas Sumatera Utara atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y. Persoalan memilih dan tidak memilih merupakan hak seorang warga negara. Di Indonesia hak memilih dikenal dengan hak pilih aktif yakni hak yang dimiliki seseorang untuk ikut dalam memberikan suara pada saat pemilihan umum. Memilih dan tidak memilih juga dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik sepanjang kegiatan itu dilakukan secara sadar. Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Sosiologis

Dokumen yang terkait

Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU” (Studi Deskriptif Kuantitatif Untuk Mengetahui Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU).

1 41 110

Persepsi Mahasiswa Terhadap Standar Jurnalistik Citizen Journalism (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU Angkatan 2008, 2009, dan 2010 Terhadap Standar Jurnalistik Artikel Tentang Tewasnya Osama Bin Laden di WWW.K

6 41 112

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilu Presiden 2004 (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fisip Usu Angkatan 2003)

0 32 9

Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi

5 46 104

PENGARUH AGEN SOSIALISASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi pada Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)

3 17 95

PENGARUH PERILAKU ELITE POLITIK TERHADAP PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2014 DI SMK INDONESIA YOGYAKARTA

0 3 109

Budaya Politik Pemilih Pemula (Studi Analisis Budaya Politik Pemilih Pemula Mahasiswa Universitas Sumatera Utara) BUDAYA POLITIK

0 0 60

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Preferensi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Pada Mahasiswa Tingkat I Jurusan Ilmu Politik FISIP USU)

0 0 46

Preferensi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Pada Mahasiswa Tingkat I Jurusan Ilmu Politik FISIP USU)

0 0 13

PEMETAAN PEMILIH PEMULA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILU 2014

0 0 141