Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

TESIS

Oleh

NANDA NOVZIRANSYAH 107032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NANDA NOVZIRANSYAH 107032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

Nama Mahasiswa : Nanda Novziransyah Nomor Induk Mahasiswa : 107032113

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc)

Ketua Anggota

(dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 15 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K

2. Ir. Kalsum, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2013

Nanda Novziransyah 107032113/IKM


(6)

ABSTRAK

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia maka meningkat pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitikyang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yang berjumlah 221 orang, metode stratified random sampling digunakan untuk mengambil sampel pada tiap bidang dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 69 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, budaya organisasi dan kinerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat, bivariat, multivariat. Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sistem imbalan (ρ=0,016) dan pola komunikasi (ρ=0,032); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah inisiatif individu

(ρ=0,703); toleransi terhadap tindakan beresiko (ρ=0,108); pengarahan (ρ=0,098); integrasi (ρ=0,353); dukungan manajemen (ρ=0,662); kontrol (ρ=0,948); identitas (ρ=0,532); toleransi terhadap konflik (ρ=0,336).

Disarankan kepada manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan untuk menerapkan pemberian sistem imbalan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai dan lebih transparan dalam pemberiannya sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan juga menerapkan pola komunikasi organisasi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan pimpinan tiap bagian melakukan pertemuan dengan karyawannya sehingga karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.


(7)

ABSTRACT

Human Resource Management of an organization is a facility to improve human quality for by improving the human resources, the performance and effectiveness of an organization will improve and the employees with high discipline and performance can be materialized. In improving the performance of employees, it is needed to analyze the factors influencing the performance by paying attention to the needs of the employees such as through the forming of a good and well-coordinated organizational (corporate) culture on the performance of the employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan.

This analytical survey study with cross-sectional approach was intended to describe the inter-variable influence through statistic analysis. The population of this study was all of the 221 employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan and 69 of them were selected to the samples for this study through stratified random sampling method. The data for this study were primary and secondary data. The primary data were obtained through distributing the questionnaires containing the data related to demography, organizational (corporate) culture and performance. The data obtained were analyzed through univariate, bivariate and multivariate analysis. The hypothesis was tested at the level of significance 0.05 or 95%.

The result of this study showed that (1) the variables influencing the performance of the employees were reward system (ρ=0,016), and pattern of communication (ρ=0,032); and (2) the variables that did not have influence on the performance of employees were individual initiative (ρ=0,703), tolerance towards action at risk (ρ=0,108), supervision (ρ=0,098), integration (ρ=0,353), managerial support (ρ=0,662), control (ρ=0,948), identity (ρ=0,532), and tolerance towards conflict (ρ=0,336).

The management of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan is suggested to apply the reward system which is appropriate with the achievement achieved which is transparently given that it can motivate the employees to work more productively to improve the performance of company and to apply the pattern of organizational communication that can provide the information needed by the employees in implanting their job and the head of every department should have a meeting with their employees that the employees are motivated to improve their performance.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT. Puji syukur yang tak terhingga atas segala limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke alam yang berilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ” Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.”.

Tujuan penulisan Tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terselesaikannya Tesis ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.sc (CTM), Sp. A (K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir, Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis.

4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran di tengah – tengah kesibukannya.

6. Ir. Kalsum, M.Kes dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Komisi Penguji yang telah membantu memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

7. Ir. Dyananto R. S.H, M.M, M.T, M.H selaku General Manager PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan, Syarifuddin selaku Deputi Manager Perencanaan Kepegawaian PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan dan Rustam Effendi selaku Deputi Manager SDM dan Umum PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan izin dan membantu terlaksananya penelitian ini.


(10)

8. Mayor Ckm Suharto, S.K.M, M.Kes yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan serta memberikan bantuan dan dorongan moril dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10.Teman-teman program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya peminatan Kesehatan Kerja angkatan 2010 dan angkatan 2011 yang telah memberikan bantuan dan dorongan moril dalam menyelesaikan tesis ini.

11.Kedua orang tua saya tercinta H. Syahusni Chan, BA dan Hj. Pitsun Maizar yang telah memberikan dukungan, doa serta ridho-nya dan menjadi motivasi serta inspirasi selama menyelesaikan studi.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin.

Medan, Februari 2014 Penulis

Nanda Novziransyah 107032113/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nanda Novziransyah, lahir pada tanggal 5 November 1985 di kota Medan Sumatera Utara, anak kedua dari empat bersaudara dari bapak Syahusni Chaniago dan Ibu Pitsun Maizar.

Riwayat pendidikan umum. Pada tahun 1991-1997, sekolah di SD Swasta Al-Azhar Kecamatan Medan Johor Kotamadia Medan dengan status berijazah. Tahun 1997-2000, sekolah di SLTP Swasta Al-Azhar Kecamatan Medan Johor Kotamadia Medan dengan status berijazah. Tahun 2000-2003, sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan dengan status berijazah.

Riwayat pendidikan dokter. Pada tahun 2003-2008 mengikuti program studi pendidikan dokter umum di Universitas Islam Sumatera Utara Medan dengan status berijazah. Tahun 2008-2009 dilanjutkan dengan mengikuti keprofesian untuk mendapatkan gelar dokter di Universitas Islam Sumatera Utara Medan dengan status berijazah.

Pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Kesehatan Kerja di Universitas Sumatera Utara, saat ini bekerja di PT. SC Johnson Manufacturing Medan sebagai dokter perusahaan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1. Bagi Manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan ... 9

1.5.2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Budaya Organisasi ... 10

2.1.1 Pengertian Budaya ... 10

2.1.2 Pengertian Organisasi... 11

2.1.3 Pengertian Budaya Organisasi ... 13

2.1.4 Model Kultur Organisasi ... 14

2.1.5 Elemen Budaya Organisasi ... 20

2.1.6 Budaya Organisasi yang Kuat ... 21

2.1.7 Fungsi Budaya Organisasi ... 22

2.1.8 Karakteristik Budaya Organisasi... 23

2.2 Kinerja Pegawai ... 25

2.2.1 Pengertian Kinerja ... 25

2.2.2 Pengertian Kinerja Pegawai ... 25

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... . 26

2.2.4 Unsur-Unsur Penilaian Pegawai ... 27

2.3 Pengertian & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia .... 30

2.3.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ... 30


(13)

2.4 Hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai ... 33

2.5 Landasan Teori ... 33

2.6 Kerangka Konsep... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi Dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.5.1 Variabel Bebas ... 39

3.5.2 Variabel Terikat ... 40

3.6 Metode Pegukuran ... 40

3.7 Metode Analisis Data ... 42

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1. Visi, Misi dan Moto PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 45

4.1.2. Organisasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 46

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Budaya Organisasi PT. PLN(Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 48

4.4. Kinerja Karyawan ... 49

4.5. Hubungan Variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 52

4.5.1. Inisiatif Individu ... 52

4.5.2. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko ... 53

4.5.3. Pengarahan ... 54

4.5.4. Integrasi ... 55

4.5.5. Dukungan Manajemen ... 56

4.5.6. Kontrol ... 57

4.5.7. Identitas ... 58

4.5.8. Sistem Imbalan ... 58

4.5.9. Toleransi Terhadap Konflik ... 59

4.5.10. Pola Komunikasi ... 60


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Pengaruh Inisiatif Individu terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 65

5.2. Pengaruh Toleransi terhadap Tindakan Beresiko terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 66

5.3. Pengaruh Pengarahan terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 67

5.4. Pengaruh Integrasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 68

5.5. Pengaruh Dukungan Manajemen terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 70

5.6. Pengaruh Kontrol terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 71

5.7. Pengaruh Identitas terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 72

5.8. Pengaruh Sistem Imbalan terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 72

5.9. Pengaruh Toleransi terhadap Konflik terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 79

5.10. Pengaruh Pola Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 79

5.11. Pengaruh Budaya Organsasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Proporsi Pengambilan sampel ... 37

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 41

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 47

4.2 Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Budaya Organisasi ... 48

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja ... 49

4.4 Uraian Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja ... 50

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Inisiatif Individu ... 52

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Toleransi terhadap Tindakan Beresiko ... 53

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengarahan ... 54

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Integrasi ... 55

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Manajemen ... 56

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kontrol ... 57

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Identitas ... 58

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Imbalan ... 59

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Toleransi terhadap Konflik ... 60


(16)

4.15 Hubungan Variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan

PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 62 4.16 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 89

2. Kuesioner penelitian ... 90

3. Master Data Penelitian ... 98

4. Hasil Uji Univariat ... 128

5. Hasil Uji Bivariat ... 132

6. Hasil Uji Multivariat ... 142

7. Hasil Uji Validitas ... 145


(19)

ABSTRAK

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia maka meningkat pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitikyang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yang berjumlah 221 orang, metode stratified random sampling digunakan untuk mengambil sampel pada tiap bidang dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 69 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, budaya organisasi dan kinerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat, bivariat, multivariat. Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sistem imbalan (ρ=0,016) dan pola komunikasi (ρ=0,032); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah inisiatif individu

(ρ=0,703); toleransi terhadap tindakan beresiko (ρ=0,108); pengarahan (ρ=0,098); integrasi (ρ=0,353); dukungan manajemen (ρ=0,662); kontrol (ρ=0,948); identitas (ρ=0,532); toleransi terhadap konflik (ρ=0,336).

Disarankan kepada manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan untuk menerapkan pemberian sistem imbalan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai dan lebih transparan dalam pemberiannya sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan juga menerapkan pola komunikasi organisasi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan pimpinan tiap bagian melakukan pertemuan dengan karyawannya sehingga karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.


(20)

ABSTRACT

Human Resource Management of an organization is a facility to improve human quality for by improving the human resources, the performance and effectiveness of an organization will improve and the employees with high discipline and performance can be materialized. In improving the performance of employees, it is needed to analyze the factors influencing the performance by paying attention to the needs of the employees such as through the forming of a good and well-coordinated organizational (corporate) culture on the performance of the employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan.

This analytical survey study with cross-sectional approach was intended to describe the inter-variable influence through statistic analysis. The population of this study was all of the 221 employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan and 69 of them were selected to the samples for this study through stratified random sampling method. The data for this study were primary and secondary data. The primary data were obtained through distributing the questionnaires containing the data related to demography, organizational (corporate) culture and performance. The data obtained were analyzed through univariate, bivariate and multivariate analysis. The hypothesis was tested at the level of significance 0.05 or 95%.

The result of this study showed that (1) the variables influencing the performance of the employees were reward system (ρ=0,016), and pattern of communication (ρ=0,032); and (2) the variables that did not have influence on the performance of employees were individual initiative (ρ=0,703), tolerance towards action at risk (ρ=0,108), supervision (ρ=0,098), integration (ρ=0,353), managerial support (ρ=0,662), control (ρ=0,948), identity (ρ=0,532), and tolerance towards conflict (ρ=0,336).

The management of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan is suggested to apply the reward system which is appropriate with the achievement achieved which is transparently given that it can motivate the employees to work more productively to improve the performance of company and to apply the pattern of organizational communication that can provide the information needed by the employees in implanting their job and the head of every department should have a meeting with their employees that the employees are motivated to improve their performance.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia (SDM) yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Agar tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas baik pendidikan fomal maupun informal, mudahnya akses untuk mendapatkan pendidikan dan penyediaan berbagai fasilitas sosial yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas SDM. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat. Saat ini kemampuan sumber daya manusia masih rendah terbukti dalam urutan Human Development Indeks Indonesia berada pada urutan 121 dari 185 negara hal ini akan berdampak pada rendahnya daya saing dalam berbagai bidang (Dimyati, 2013).

Sumber daya manusia merupakan unsur yang strategis dalam menentukan sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa depan


(22)

organisasi. Dalam kondisi lingkungan tersebut, manajemen dituntut untuk mengembangkan cara baru untuk mempertahankan pegawai pada produktifitas tinggi serta mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi maksimal pada organisasi. Masalah sumber daya manusia yang kelihatannya hanya merupakan masalah intern dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat luas sebagai pelayanan publik yang diukur dari kinerja.

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi sehingga diperlukan pula peran yang besar dari pimpinan organisasi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi.

Setiap individu selalu mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sifat tersebut dapat menjadi ciri khas bagi seseorang sehingga kita dapat mengetahui bagaimana sifatnya. Sama halnya dengan manusia, organisasi juga mempunyai sifat-sifat tertentu. Melalui sifat-sifat tersebut kita juga dapat mengetahui bagaimana karakter dari organisasi tersebut. Sifat tersebut kita kenal dengan budaya organisasi atau organization culture. Budaya-budaya yang dimiliki oleh setiap suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma dalam mengatur masing-masing anggotanya dari suku bangsa tersebut maupun orang yang berasal dari suku lain, dengan demikian


(23)

dapat dikatakan bahwa suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur bagaimana anggota-anggotanya untuk bertindak.

Budaya memberikan identitas bagi para anggota organisasi dan membangkitkan komitmen terhadap keyakinan dan nilai yang lebih besar dari dirinya sendiri. Meskipun ide-ide ini telah menjadi bagian budaya itu sendiri yang bisa datang di manapun organisasi itu berada. Suatu organisasi budaya berfungsi untuk menghubungkan para anggotanya sehingga mereka tahu bagaimana berinteraksi satu sama lain.

Budaya organisasi merupakan sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi bisa mengatasi, menanggulangi permasalahan yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integritas internal yang sudah berjalan dengan cukup baik sehingga perlu diajarkan dan diterapkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berteman dengan mereka-mereka tersebut (Scain dalam Lako, 2004). Menurut Robbins (2006) terdapat beberapa karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu : inisiatif, toleransi, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi dan pola komunikasi.

Setiap individu yang tergabung di dalam sebuah organisasi memiliki budaya yang berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun semua perbedaan itu akan dilebur menjadi satu di dalam sebuah budaya yaitu budaya organisasi, untuk menjadi sebuah kelompok yang bekerjasama dalam


(24)

mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang telah disepakati bersama sebelumnya, tetapi dalam proses tersebut tidak tertutup kemungkinan ada individu yang bisa menerima dan juga yang tidak bisa menerimanya, yang mungkin bertentangan dengan budaya yang dimilikinya.

Menurut Lako (2004) peran strategis budaya organisasi kurang disadari dan dipahami oleh kebanyakan orang pelaku organisasi di Indonesia, terutama prinsipal yaitu pemilik dan agents dan dipercaya untuk mengelola organisasi. Banyaknya masalah yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan akhir-akhir ini menunjukan bahwa kesadaran manajemen terhadap peran strategis dan implementasi budaya organisasi dalam instansi pemerintahan masih lemah dan mengkhawatirkan, sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Kinerja itu sendiri adalah tingkat pencapaian atas pelaksanaan tugas tertentu. Menurut Rue & Bryan dalam Tjandra (2005) kinerja didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil serta merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan. Suatu organisasi baik pemerintahan atau swasta dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para individu yang terdapat pada organisasi tersebut. Dengan kata lain, kinerja individu berhubungan sejalan dengan kinerja organisasi.

Pengukuran kinerja organisasi perlu dilakukan dalam memastikan pemahaman para pelaksana dan mengukur pencapaian prestasi, memastikan tercapainya skema


(25)

prestasi yang disepakati, memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaan, memberikan penghargaan maupun hukuman yang obyektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati, menjadikan sebagai alat komunikasi antara pegawai dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja suatu organisasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) dimana budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Demikian juga dengan hasil penelitian Sinaga (2008) bahwa budaya organisasi dan reward secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Kinerja yang dimiliki suatu perusahaan pada hakikatnya merupakan suatu akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh karyawan. Karyawan akan bersedia bekerja dengan penuh semangat apabila merasa kebutuhan baik fisik dan non fisik terpenuhi. Kinerja instansi pemerintahan sangat ditentukan oleh kinerja karyawan yang menjadi ujung tombak kantor itu. Kesadaran para karyawan ataupun pimpinannya akan pengaruh positif budaya organisasi terhadap produktivitas organisasi akan memberikan motivasi yang kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangankan budaya organisasi yang dimiliki, sehingga merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi. Sebagaimana temuan Kotter dan


(26)

Heskett, menunjukkan bahwa organisasi berprestasi karena ditopang budaya organisasi yang kuat.

Hubungan antara budaya organisasi dengan suskes atau gagalnya kinerja suatu organisasi diyakini oleh para ilmuwan perilaku organisasi dan manajemen serta sejumlah peneliti sangat erat. Budaya organisasi diyakini merupakan faktor penentu utama terhadap kesuksesan kinerja organisasi. Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai (values) budaya organisasi dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (Sinaga, 2008).

Hasil survei awal di PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan pada tanggal 20 Maret 2013, dilakukan wawancara dengan bagian SDM didapatkan informasi bahwa budaya organisasi yang diterapkan di PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yaitu saling percaya, integritas, peduli, dan pembelajaran yang disebut dengan istilah SIPP. Upaya yang dilakukan oleh pihak managemen untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan reward

berupa insentif diluar dari yang telah ditentukan dan juga pemberian cuti hari bagi karyawan yang dinilai berprestasi dengan masa kerja minimal satu windu. Selain dengan pemberian reward juga pihak manajemen juga melaksakan pelatihan bagi karyawan, bentuk pelatihan yang dilaksanakan meliputi: (a) pelatihan profesi yaitu pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan kompetensi karyawan, (b) pelatihan penunjang yaitu pelatihan yang dilakukan untuk menunjang profesi, (c) pelatihan


(27)

penjenjang yaitu pelatihan yang dilakukan untuk menaikkan level kompetensi / grade dan juga untuk kenaikan jabatan.

Melalui budaya yang dikembangkan oleh PT. PLN (Persero) saat ini, maka upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk meningkatkan kinerja belum sepenuhnya mencapai target yang diharapkan adalah berada pada rentang sangat optimal sampai optimal, tetapi dari hasil penilaian pihak manajemen terhadap karyawan dari delapan variabel penilaian yang meliputi luar biasa (LBS) yaitu 0%, sangat optimal (SOP) yaitu 0,9%, sangat potensial (SPO) yaitu 4,1%, optimal (OPT) yaitu 44,8%, potensial (POT) yaitu 49%, kandidat potensial (KPO) yaitu 0,9%, perlu penyesuaian (PPS) yaitu 0%, perlu perhatian / sangat perlu perhatian (PPE / SPP) yaitu 0,5%. Dari delapan variabel tersebut yang terbanyak pada level potensial yaitu 49%. Selain hal tersebut pihak manajemen juga menginformasikan masih di dapat karyawan yang terlambat masuk kerja, menunda pekerjaan, menunda untuk mengikuti pelatihan (Diklat), adanya rasa takut dalam menyampaikan pendapat, bila ada informasi yang berhubungan dengan pemberian insentif maka karyawan lebih proaktik sebaliknya bila ada informasi yang berhubungan dengan pekerjaan maka responnya reaktif, respon time dalam menyelesaikan pekerjaan lambat.

Berdasarkan uraian data diatas penulis tertarik untuk meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karywan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.


(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan di PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini nantinya dapat memberi manfaat bagi PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara dalam hal meningkatkan kualitas SDM karyawannya dan dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5.1. Bagi Manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara

Bagi manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai :


(29)

1. Sebagai bahan pertimbangan, saran dan informasi bagi pihak manajemen dan pimpinan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara dalam usaha peningkatan kinerja pegawai.

2. Memberikan gambaran mengenai kondisi sumber daya manusia (karyawan) yang dimiliki, sehingga apabila ada yang menjadi kelemahan dapat diambil kebijakan yang tepat sehingga menjadi suatu kekuatan baru bagi organisasi.

1.5.2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Khususnya Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Manfaat bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja ialah :

1. Dapat menjadi acuan dan bahan pembelajaran serta referensi bagi penulis lainnya yang akan melakukan penelitian dengan judul atau materi yang sama. 2. Dapat menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di bidang


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya

Menurut Peruci dan Hamby (dalam Tampubolon, 2004:184) mendefisinisikan budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu.

Menurut Stoner (1995: 181) budaya (culture) adalah gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu.

Kemudian Alisyahbana (dalam Supartono, 2004:31) budaya merupakan manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.

Menurut Edward Taylor dalam Sobirin, Achmad (2007 : 52), budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seoang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

Berdasarkan pengertian diatas maka budaya dapat disimpulkan yaitu segala sesuatu yang merupakan hasil pemikiran dan kemudian dilakukan dalam


(31)

kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai anggota dalam masyarakat. Hasil pemikiran tersebut dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai dan moral yang didapat dari interaksi manusia dengan lingkungannya, baik interaksi terhadap alam maupun terhadap manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Soekanto (171:1990) masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Maka dengan begitu tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan, dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya, Sehingga suatu organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat tentulah memiliki kebudayaan didalamnya.

2.1.2. Pengertian Organisasi

Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu organon yang berarti alat atau instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia. Ketika seorang mendirikan sebuah organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu sendiri melainkan agar dia dan semua orang yang terlibat didalamnya dapat mencapai tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif. Itulah sebabnya kenapa organisasi itu sering didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Stoner (1995:6) Organisasi (organization) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Pengertian ini juga didukung oleh Gers (dalam Supardi dan Anwar, 2004:5) yang mengatakan organisasi merupakan tata hubungan antara orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama dengan adanya pembagian


(32)

tugas dan tanggung jawab. Menurut Malinowski dalam Cahyani (2004 : 2) juga mengatakan organisasi sebagai suatu kelompok orang yang bersatu dalam tugas-tugas, terikat pada lingkungan tertentu, menggunakan alat teknologi dan patuh pada peraturan.

Menurut Sobirin (2007 : 7) organisasi adalah sebagai unit sosial atau entitas yang didirikan oleh manusia untuk jangka waktu yang relative lama, beranggotakan sekelompok manusia-manusia minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu dan mempunyai identitas diri yang membedakan satu entitas dengan entitas lainnya.

Menurut Rivai dalam Kartono (2003 : 188) organisasi merupakan wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Organsasi merupakan suatu unit terkoordinasi yang terdiri dari dua orang atau lebih berfungsi mencapai suatu sasaran tertentu. Sedangkan menurut J. Bernard dalam Tika (2006 : 3) organisasi adalah kerja sama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kelompok yang menghimpun anggota-anggota yang memiliki satu tujuan tertentu dan bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana dalam kelompok tersebut memiliki struktur yang memuat unit-unit kerja sebagai pengelompokan tugas-tugas atau pekerjaan sejenis dari yang mudah hingga yang terberat dimana setiap unit memiliki volume dan beban kerja yang harus diwujudkan


(33)

guna mencapai tujuan organisasi. Dalam pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan koordinasi dalam pelaksanaan kerjasama yang berdasarkan prosedur yang telah diatur secara formal.

2.1.3. Pengertian Budaya Organisasi

Victor S.L Tan dalam Tunggal (2007 : 2) , budaya organisasi merupakan suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi. Keyakinan adalahh semua asumsi dan persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu yang benar dan sah.

Menurut Davis dalam Lako (2004 : 29) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005: 113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal. Menurut Robbins dalam Tampubolon (2004) bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai, norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.

Scein dalam Stoner (1995) budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok


(34)

tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Pendapat Scein diatas diperkuat oleh Drucker (dalam Tika, 2006: 4) yang menyatakan budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan ddan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti diatas. Dari beberapa pendapat ahli diatas bisa disimpulkan bahwa Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggota untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

2.1.4. Model Kultur Organisasi

Banyak fenomena yang berkaitan atau mencerminkan suatu kultur, akan tetapi tidak seluruh fenomena tersebut dapat dikatakan suatu kultur dan menurut Edgar H. Schein perlu ditambahkan dua syarat agar sesuatu itu dapat disebut kultur, yaitu stabilitas struktural bahwa “sesuatu” itu tidak semata-mata dimiliki bersama oleh para anggota, melainkan juga tertanam secara mendalam serta stabil dalam struktur dan perilaku mereka; adanya pola atau integrasi bahwa unsur-unsur tersebut


(35)

termuat dalam suatu paradigma atau gestalt yang terdapat pada level yang lebih dalam dan mengikat semua itu menjadi satu kesatuan.

Mengingat luasnya fenomena yang tercakup di dalamnya maka untuk memahami kultur, Schein (1992) menyederhanakan menjadi tiga lapisan berdasarkan tingkat “kedalamannya”, yaitu artifak yang meliputi elemen-elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapis terluar; nilai-nilai yang sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup kesadaran pelaku; dan asumsi-asumsi kultural

atau basic assumption yang bersifat kelaziman atau taken for granted dan sering kali berada di luar kesadaran pelaku.

Ketika diterapkan pada organisasi, pada lapisan terluar, artifak, terdapat struktur dan proses-proses organisasional yang dapat diamati secara langsung oleh peneliti. Perlu diingat bahwa karakteristik artifak adalah hard to dechiper atau sulit ditafsirkan oleh pengamat luar. Dalam mengungkapnya dibutuhkan waktu yang cukup dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut, atau jalan yang lebih singkat adalah menganalisis melalui nilai-nilai ideal (espoused value), norma-norma, dan aturan-aturan yang berlaku dalam kegiatan sehari-hari organisasi.

Pada lapisan terdalam jika peneliti menggali lebih lanjut akan ditemukan keyakinan, persepsi, pemikiran, dan perasaan yang sifatnya taken for granted atau selalu dianggap benar oleh para pelaku, serta merupakan sumber dari nilai-nilai dan perilaku para anggota organisasi. Inilah yang dimaksud dengan asumsi-asumsi kultural yang merupakan dasar terdalam dari kultur sebuah organisasi. Menurut Schein, asumsi-asumsi inilah yang paling penting untuk ditemukan oleh seorang


(36)

peneliti. Jika asumsi-asumsi ini dipahami, maka kedua level lainnya akan dapat dijelaskan lebih mudah (1992:6).

a. Asumsi-asumsi Kultural, hubungan antara asumsi-asumsi kultural dengan individu-individu yang menjadi anggota organisasi dapat dibayangkan seperti ikan dengan air (Hatch, 1997: 210), seekor ikan menerima keberadaan air sebagai suatu “kebenaran” yang tidak perlu dipertanyakan lagi, bahkan sering kali tidak disadari. Para anggota organisasi, sebagai pelaku dalam kultur, menganggap bahwa apa yang dilakukan di dalam organisasi sebagai “the way we do things around here” (Michela dan Burke, 2000: 229), atau sudah sewajarnya dilakukan. Selain itu, yang harus dicatat bahwa kultur bukanlah asumsi atau keyakinan yang bersifat tunggal, tetapi seperangkat asumsi atau keyakinan yang saling berhubungan (tetapi tidak harus konsisten satu sama lain).

b. Nilai-nilai, nilai dapat dikelompokkan dalam dua level: individu dan kelompok. Nilai dalam konteks individu adalah wilayah kajian filsafat, etika, atau psikologi. Sementara itu, nilai yang menyangkut kelompok adalah cakupan dari sosiologi, ekonomi, politik, dan lain-lain bidang ilmu yang berkaitan dengan kemasyarakatan.

Pembahasan tentang nilai umumnya pada level kelompok karena kultur bagaimanapun adalah suatu fenomena kelompok. Namun, konteks nilai pada level individu tetap dibahas karena pengertian nilai yang paling mendasar sesungguhnya berada pada level ini. Nilai merupakan acuan bertindak, bersikap, dan berpikir seorang individu walaupun sumber dari nilai-nilai sebagian besar barangkali terletak pada level kelompok. Oleh karena itu, dalam konteks kultur, Mary Jo Hatch


(37)

mendefinisikan nilai sebagai prinsip-prinsip, tujuan-tujuan, dan standar-standar sosial yang berlaku di dalam suatu kultur dan dianggap memiliki nilai intrinsik (1997:214). Jika diterapkan dalam organisasi, maka nilai-nilai adalah sesuatu yang paling diperhatikan dan didahulukan oleh organisasi tersebut dalam setiap aktivitasnya baik itu berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, kesejahteraan, maupun loyalitas.

Berdasarkan kajian terhadap definisi yang ada, Kilmann (1981) menemukan bahwa pengertian umum yang dapat ditangkap dari definisi mengenai nilai meliputi objek-objek, kualitas-kualitas, standar-standar, atau kondisi-kondisi yang memuaskan atau dianggap dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia dan/atau menjadi pedoman dalam bertindak (Stackman dkk, 2000:38).

Sementara itu, Vijay Sathe (1985) mendefinisikan nilai sebagai asumsi dasar atau basic assumption tentang “what ideals are desirable or worth striving for”. Dengan kata lain, nilai menyangkut tentang ideal-ideal yang diinginkan atau layak diperjuangkan. Dalam definisi yang lain, Hofstede (1980:19), bahwa nilai adalah “a broad tendency to prefer certain state of affairs over others.” Setiap individu atau kelompok memiliki kecenderungan (preferensi) terhadap apa yang dianggap penting (nilai kebutuhan pragmatis), baik (nilai moral) atau benar (nilai pengetahuan).

Pokok permasalahan lain yang cukup penting dan sering dibicarakan oleh ahli-ahli kultur organisasi dalam kaitannya dengan nilai-nilai adalah transformasi atau perubahan nilai-nilai. Hal ini berguna sekali jika kita membahas dinamika nilai, misalnya pada kasus perubahan kultur organisasi. Manajemen perubahan kultur selalu dilakukan dengan prinsip dasar ini. Rokeach (1973) memberikan sebuah teori bahwa


(38)

perubahan nilai-nilai umumnya dilakukan dengan menghadapkan individu pada informasi, umpan balik, atau interpretasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakininya (prinsip self confronting).

c. Artifak, merupakan unsur terakhir yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan penelitian kultur organsasi dan sekaligus aspek penting yang sering kali mendapat penekanan khusus dalam penelitian kultur terutama yang menggunakan pendekatan simbolik-interpretif. Di satu sisi, kultur organisasi hanya dapat disimpulkan dari pengamatan terhadap artifak-artifak yang kelihatan. Namun di sisi lain, makna kultural yang sesungguhnya dari artifak-artifak tersebut tidak mudah diungkap. Hal ini membutuhkan keterlibatan yang mendalam dan waktu yang cukup panjang, sebelum seorang peneliti mampu menangkap makna-makna simbolik yang diberikan anggota kepada artifak yang ada.

Hacth (1997:216) membagi arrtifak menjadi tiga kelompok besar, yaitu 1. Manifestasi fisik contohnya: seni, gaya bangunan, penampilan, objek material, tata letak fisik; 2. Perilaku contohnya: upacara/ritual, pola-pola komunikasi, tradisi/adat istiadat, ganjaran/hukuman; 3. Verbal contohnya: anekdot/joke, jargon/nama/julukan, penjelasan-penjelasan, kisah-kisah/mitos/sejarah, pahlawan/penjahat, metafor.

Menurut Daft (1997: 323), beberapa aspek kultural penting yang teramati dan bersifat khas dari sebuah organisasi adalah ritus (rites) dan upacara, kisah (stories), symbol-simbol dan bahasa. Hal yang lebih kurang sama dikatakan oleh Dandridge dkk (1980: 77), bahwa unsur-unsur yang mencirikan karakter, ideologi, dan sistem


(39)

nilai pada sebuah organisasi adalah kisah-kisah (stories), mitos, upacara, ritual, logo, anekdot, dan lelucon (jokes).

Schein (1992: 245-252) memberikan keterangan yang agak berbeda tentang fungsi dan pengaruh artifak, khususnya artifak yang termasuk dalam kelompok artifak fisik dan verbal. Pengamatan terhadap artifak fisik dan verbal adalah kelompok artifak mekanisme sekunder jika dilakukan pada organisasi yang sudah mapan tidak serta-merta akan menjelaskan kultur yang berlaku. Mekanisme sekunder dapat digunakan untuk menjelaskan kultur dengan baik hanya pada kasus-kasus dimana mekanisme sekunder ini konsisten dengan mekanisme primer. Jika tidak, artifak yang termasuk dalam mekanisme sekunder tidak memiliki makna kultural yang konsisten dengan kultur yang berlaku (artinya diabaikan oleh para anggota atau menjadi sumber konflik intern). Hal ini dapat mengelabui pengamat dari luar yang tidak mengetahui secara mendalam latar belakang dan sejarah organisasi tersebut.

Dalam pengertian ini, Schein menggaris-bawahi bahwa artifak (khususnya bentuk fisik dan verbal) tidak memiliki makna kultural yang berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan perilaku pendiri organisasi pada awal pertumbuhan dan perkembangan organisasi tersebut. Ketika organisasi telah mapan, artifak ini memberikan makna kultural tertentu kepada para anggota, tetapi dengan syarat bahwa hal itu konsisten dengan mekanisme primer yang telah terbentuk dalam sejarah organisasi. Dengan kata lain, artifak-artifak dalam kultur sebuah organisasi biasanya memiliki makna kultural yang konsisten jika kultur organisasi tersebut tergolong kultur yang kuat.


(40)

Penjelasan Schein ini memperkuat gambaran bahwa artifak bukanlah unsur yang mudah ditafsirkan dalam ssebuah organisasi. Pemahaman terhadap artifak mempersyaratkan pula pemahaman terhadap latar belakang dan sejarah organisasi, khususnya bagaimana para pendirinya membangun dan menanamkan nilai-nilai tertentu kepada anggotanya.

2.1.5. Elemen Budaya Organisasi

Beberapa ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) antara lain : nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein (1992) yaitu : pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artefak.

Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku.

1. Elemen Idealistik

Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-niali individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideologi organisasi tetap lestari.

Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni


(41)

asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran, asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.

2. Elemen Behavioural

Elemen bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi.

2.1.6. Budaya Organisasi yang Kuat

Deal dan Kennedy (1982) dalam bukunya Corporate Culture mengemukakan bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat sebagai berikut:

a. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. b. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam instansi digariskan

dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam instansi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. c. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi


(42)

orang-orang yang bekerja dalam instansi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi.

d. Organisasi/instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan instansi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya, pemberi saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya.

e. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri acara-acara ritual ini.

f. Memiliki jaringan kulturul yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya.

2.1.7. Fungsi Budaya Organisasi

Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior membagi lima fungsi budaya organisasi, sebagai berikut:

a. Berperan menetapkan batasan.

b. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.

c. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individual seseorang.

d. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.

e. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.


(43)

2.1.8. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins dalam Tika, (2006) terdapat beberapa karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu :

1. Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauh mana pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko dalam mengambil kesempatan yang dapat memajukan dan mengembangkan organisasi. Tindakan yang beresiko yang dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh pegawai.

3. Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi. 4. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong


(44)

Handoko (2003 : 195) koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan- tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah (departemen atau bidang - bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan. 5. Dukungan manajemen yaitu sejauhmana para pimpinan organisasi dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap pegawai. Dukungan tersebut dapat berupa adanya upaya pengembangan kemampuan para pegawai seperti mengadakan pelatihan.

6. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi. Pengawasan menurut Handoko (2003: 360) dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi tercapai.

7. Identitas dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian professional tertentu.

8. Sistem imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik yaitu sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi, dan bagaimana pula tanggapan organisasi terhadap konflik tersebut.


(45)

10. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif.

2.2. Kinerja Pegawai 2.2.1. Pengertian Kinerja

1. Menurut Rivai (2005) Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama.

2. Menurut Mangkunegara (2001) Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan penampilan kerja oleh pegawai di tempat kerjanya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

2.2.2. Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi,


(46)

seperti yang diungkapkan oleh Mathis & Jackson (2002).

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Anwar P. Mangkunegara (2001), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu :

1. Faktor Individu.

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Lingkungan Organisasi.

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Menurut Mathis dan Jakson (2001), Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:

a. Kemampuan mereka. b. Motivasi.


(47)

c. Dukungan yang diterima.

d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan. e. Hubungan mereka dengan organisasi.

2.2.4. Unsur-unsur Penilaian Pegawai

Menurut Hasibuan (2002: 56), kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu :

1. Kesetiaan.

Kinerja dapat diukur dari kesetiaan pegawai terhadap tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Menurut Syuhadhak (1994: 76) kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan, menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

2. Prestasi Kerja.

Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang pegawai dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

3. Kedisiplinan.

Sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya.

4. Kreatifitas.

Merupakan kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreatifitas dan mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya


(48)

sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 5. Kerjasama.

Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.

6. Kecakapan.

Dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya.

7. Tanggung jawab.

Yaitu kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.

Menurut Wibowo (2012: 235), banyak faktor yang dapat dijadikan ukuran kinerja, namun ukuran kinerja harus relevan, signifikan, dan komprehensif. Keluarga ukuran berkaitan dengan tipe ukuran yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Produktivitas.

Biasanya dinyatakan sebagai hubungan antara input dan output suatu proses. Oleh karena itu, produktifitas merupakan hubungan antara jumlah output dibandingkan dengan sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi output. 2. Kualitas.

Kualitas biasanya termasuk baik ukuran internal seperti susut, jumlah ditolak, dan cacat per unit, maupun ukuran eksternal rating seperti kepuasan pelanggan atau


(49)

penilaian frekuensi pemesanan ulang pelanggan. 3. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu menyangkut persentase pengiriman tepat waktu atau persentase pesanan dikapalkan sesuai dijanjikan. Pada dasarnya, ukuran ketepatan waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan.

4. Cycle Time

Cycle time menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari satu titik ke titik lain dalam proses. Pengukuran cycle time mengukur berapa lama sesuatu dilakukan.

5. Pemanfaatan Sumber Daya.

Merupakan sumber daya yang dipergunakan lawan sumber daya tersedia untuk dipergunakan. Pemanfaatan sumber daya dapat diterapkan untuk mesin, komputer, kendaraan, dan bahkan orang. Tingkat pemanfaatan sumber daya tenaga kerja 40% mengindikasikan bahwa sumber daya manusia baru dipergunakan secara produktif sebesar 40% dari waktu mereka yang tersedia untuk bekerja, hal ini berarti organisasi tidak memerlukan lebih banyak sumber daya.

6. Biaya.

Ukuran biaya terutama berguna apabila dilakukan kalkulasidalam dasar per unit. Namun, banyak perusahaan hanya mempunyai sedikit informasitentang biaya per unit. Pada umumnya dilakukan kalkulasi biaya secara menyeluruh.


(50)

2.3. Pengertian & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.3.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Husein Umar (2005:3) yaitu: “Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia, yang bertugas mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya”.

Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa manajemen secara garis besar menitikberatkan pada aspek manusia dalam hubungan kerja dengan tidak melupakan faktor lainnya. Sedangkan, Manajemen Sumber Daya Manusia menitikberatkan pada bagaimana mengelola pegawai sebagai aset utama organisasi instansi karena keberhasilan organisasi instansi tergantung dari kinerja efektif dari pegawai itu sendiri.

2.3.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam menjalankan pekerjaan seharusnya organisasi memperhatikan fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi operasional seperti yang dikemukakan oleh Flippo Edwin B. (Flippo, 1996:5-7). Menurutnya, fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia ada dua, yakni:

a. Fungsi manajemen Fungsi ini terdiri dari: 1. Perencanaan (Planning)


(51)

akan mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh instansi. 2. Pengorganisasian (Organizing)

Organisasi dibentuk dengan merancang struktur hubungan yang mengaitkan antara pekerjaan, pegawai, dan faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerjasama satu dengan yang lainnya.

3. Pengarahan (Directing)

Pengarahan terdiri dari fungsi staffing dan leading. Fungsi staffing adalah menempatkan orang-orang dalam struktur organisasi, sedangkan fungsi leading dilakukan pengarahan sdm agar pegawai bekerja sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

4. Pengawasan (Controlling)

Adanya fungsi manajerial yang mengatur aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, bila terjadi penyimpangan dapat diketahui dan segera dilakukan perbaikan.

b. Fungsi Operasional

Fungsi Operasional dalam sdm merupakan segala bentuk usaha/aktivitas dalam pengelolaan sdm guna pencapaian tujuan perusahaan.

Fungsi ini terdiri dari: 1. Pengadaan (Procurement)

Usaha untuk memperoleh sejumlah tenaga kerja yang dibutuhkan instansi, terutama yang berhubungan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja,


(52)

penarikan, seleksi, orientasi dan penempatan 2. Pengembangan (Development)

Usaha untuk meningkatkan keahlian pegawai melalui program pendidikan dan latihan yang tepat agar pegawai dapat melakukan tugasnya dengan baik.

3. Kompensasi (Compensation)

Fungsi kompensasi diartikan sebagai usaha untuk memberikan balas jasa atau imbalan yang memadai kepada pegawai sesuai dengan kontribusi yang telah disumbangkan kepada instansi atau organisasi.

4. Integrasi (Integration).

Merupakan usaha untuk menyelaraskan kepentingan individu, organisasi, instansi, maupun masyarakat. Oleh sebab itu harus dipahami sikap prinsip-prinsip pegawai. 5. Pemeliharaan (Maintenance)

Setelah keempat fungsi dijalankan dengan baik, maka diharapkan organisasi atau perusahaan mendapat pegawai yang baik. Maka fungsi pemeliharaan adalah dengan memelihara sikap-sikap pegawai yang menguntungkan instansi.

6. Pemutusan Hubungan Kerja (Separation)

Usaha terakhir dari fungsi operasional ini adalah tanggung jawab instansi untuk mengembalikan pegawainya ke lingkungan masyarakat dalam keadaan sebaik mungkin, bila organisasi atau instansi mengadakan pemutusan hubungan kerja.


(53)

2.4. Hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai

Kotter dan Heskett (1997) mengatakan bahwa budaya yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu dan kinerja, bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut dapat lebih besar daripada faktor- faktor lain seperti struktur organisasi, alat analisis keuangan, kepemimpinan dan lain –lain. Budaya organisasi yang mudah menyesuaikan dengan perubahan jaman (adaptif) adalah yang dapat meningkatkan kinerja.

Budaya organisasi yang kuat akan membantu organisasi dalam memberikan kepastian kepada seluruh pegawai untuk berkembang bersama, tumbuh dan berkembangnya instansi. Pemahaman tentang budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini kepada pegawai. Bila pada waktu permulaan masuk kerja, mereka masuk ke instansi dengan berbagai karakteristik dan harapan yang berbeda – beda, maka melalui training, orientasi dan penyesuaian diri, pegawai akan menyerap budaya organisasi yang kemudian akan berkembang menjadi budaya kelompok, dan akhirnya diserap sebagai budaya pribadi. Bila proses internalisasi budaya organisasi menjadi budaya pribadi telah berhasil, maka pegawai akan merasa identik dengan instansinya, merasa menyatu dan tidak ada halangan untuk mencapai kinerja yang optimal. Ini adalah kondisi yang saling menguntungkan, baik bagi instansi maupun pegawai.

2.5. Landasan Teori

Budaya Organisasi meliputi inisiatif individu, toleransi terhadap tindakan beresiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem


(54)

imbalan, toleransi terhadap konflik, pola komunikasi. Dari variabel budaya organisasi, peneliti mengambil sepuluh variabel untuk diteliti lebih lanjut karena berdasarkan hasil survei pendahuluan peneliti diindikasikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan kantor PT. PLN (Persero) Wialyah Sumatera Utara.

Teori kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Wibowo (2012: 235), banyak faktor yang dapat dijadikan ukuran kinerja, namun ukuran kinerja harus relevan, signifikan, dan komprehensif. Keluarga ukuran berkaitan dengan tipe ukuran yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) produktivitas, merupakan hubungan antara jumlah output dibandingkan dengan sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi output, (2) kualitas, biasanya termasuk baik ukuran internal seperti susut, jumlah ditolak, dan cacat per unit, maupun ukuran eksternal

rating seperti kepuasan pelanggan atau penilaian frekuensi pemesanan ulang pelanggan, (3) ketepatan waktu, pada dasarnya ukuran ketepatan waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan, (4) cycle Time,

menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari satu titik ke titik lain dalam proses. Pengukuran cycle time mengukur berapa lama sesuatu dilakukan, (5) pemanfaatan sumber daya, merupakan sumber daya yang dipergunakan lawan sumber daya tersedia untuk dipergunakan. Pemanfaatan sumber daya dapat diterapkan untuk mesin, komputer, kendaraan, dan bahkan orang, (6) biaya, terutama berguna apabila dilakukan kalkulasi dalam dasar per unit., pada umumnya perusahaan melakukan kalkulasi biaya secara menyeluruh.


(55)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori kinerja dari Wibowo (2012: 235) sebagai teori utama yang digunakan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan kantor PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan.

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2002). Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian.

Budaya Organisasi : Inisiatif individual.

Toleransi terhadap tindakan beresiko. Pengarahan.

Integrasi.

Dukungan manajemen. Kontrol.

Identitas. Sistem imbalan.

Toleransi terhadap konflik. Pola komunikasi.


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik dengan pendekatan cross sectional (Arikunto, 2010). Desain penelitian dipilih dengan tujuan untuk mengeksplorasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Kantor PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan yang beralamat Jl.K.L. Yos Sudarso No. 284 Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai dengan November tahun 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yang berjumlah 221 orang.

3.3.2. Sampel

Dalam penentuan sampel, peneliti menggunakan rumus Taro Yamane yang dikutip oleh Rahkmat (1998), sebagai berikut:


(57)

N 221

n = = = 68,8 69 orang N.d² + 1 221 (0,1)² + 1

Dimana : N = Jumlah Populasi n = Jumlah sampel

d = Jumlah Presisi yang ditetapkan (10%)

Berdasarkan perhitungan di atas jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

Stratified Random Sampling yaitu sampel diambil dari setiap bidang secara proporsional. Jumlah sampel pada penelitian ini sesuai dan tidak ada perubahan.

Skema 3.1 Proporsi Pengambilan Sampel

Bidang Jumlah

Karyawan

Proporsi Jumlah

Sampel

Administrasi dan Umum Keuangan

Niaga dan Pelayanan Pelanggan Distribusi Perencanaan 65 43 34 55 24

65/221 x 69 = 20,2 43/221 x 69 = 13,4 34/221 x 69 = 10,6 55/221 x 69 = 17,1

24/221 x 69 = 7,5

20 13 11 17 8

Jumlah sampel 69

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan tiga kuesioner yaitu Kuesioner data demografi yang berisi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, bidang, masa kerja dari responden. Data demografi diperlukan untuk mengumpulkan data identitas responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Kuesioner budaya


(58)

organisasi yang terdiri dari sepuluh sub variabel yaitu inisiatif individual, toleransi terhadap tindakan beresiko, pengarahan, intergrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik, pola komunikasi. Kuesioner budaya organisasi yang antara lain berisi inisiatif, integrasi, identitas, sistem imbalan, dan pola komunikasi terdiri dari 50 item pertanyaan dengan skala likert. Dan kuesioner kinerja yang antara lain berisi produktifitas, kualitas, ketepatan waktu,

cycle time, pemanfaatan sumber daya, dan biaya, terdiri dari 20 item pertanyaan dengan menggunakan skala Likert.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kelayakan instrument yang digunakan untuk penelitian ini ditegakan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas instrument diperlukan untuk mendapatkan kesahihan dari insturment sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas dari instrumen dilakukan dengan menggunakan metode

corrected item dengan ketentuan a) jika nilai r alpha > r tabel maka dinyatakan valid dan b) jika nilai r alpha < r tabel maka dinyatakan tidak valid. Uji validitas sudah dilakukan di Kantor Cabang PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, yang mempunyai kriteria yang sama pada penelitian. Hasil uji validitas pada setiap item pertanyaan adalah valid oleh karena nilai r table = 0,361 lebih kecil dari nilai corrected item sebesar 0,871.

Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode


(59)

Cronbachh’s Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan: a) jika nilai r alpha > r tabel maka dinyatakan reliabel dan b) jika nilai r alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliabel (Polit & Hungler, 1999).

Uji reliabilitas sudah dilakukan di Kantor Cabang PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, yang mempunyai kriteria yang sama pada penelitian. Hasil uji reliabilitas pada setiap item pertanyaan adalah reliabel oleh karena nilai r table = 0,361 lebih kecil dari nilai croncbach`s sebesar 0,871.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

Dalam penelitian ini variabel-variabel budaya organisasi (X) yang digunakan antara lain:

1. Inisiatif individu adalah suatu ide yang dikemukakan oleh karyawan untuk meningkatkan produktifitas kerja.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu kebebasan yang diberikan oleh pihak manajemen terhadap karyawan dalam melakukan tindakan pekerjaannya.

3. Pengarahan yaitu penjelasan tentang suatu target dari manajemen yang harus dicapai oleh karyawan dalam memenuhi visi dan misi organisasi.

4. Integrasi yaitu peran manajemen dalam mendorong karyawan untuk bekerja secara terkoordinasi.


(60)

5. Dukungan manajemen yaitu peran serta dari manajemen dalam memberikan arahan dan dorongan kepada karyawan dalam hal pengembangan kemampuan. 6. Kontrol yaitu pengawasan yang dilakukan pihak manajemen terhadap

karyawan dalam bekerja.

7. Identitas yaitu kemampuan dari karyawan untuk menjadi bagian dari perusahaan ditempat kerjanya.

8. Sistem imbalan yaitu penghargaan yang diberikan oleh pihak manajemen kepada karyawan diluar yang telah ditentukan.

9. Toleransi terhadap konflik yaitu kebebasan karyawan dalam hal mengemukakan kritik untuk memajukan perusahaan.

10.Pola komunikasi yaitu proses penyampaian informasi dari manajemen kepada karyawan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

3.5.2. Variabel Terikat

Kinerja karyawan adalah tingkat keberhasilan karyawan didalam melaksanakan pekerjaannya, yang terdiri dari produktifitas, kualitas, ketepatan waktu,

cycle time, pemanfaatan sumber daya, biaya.

3.6. Metode Pengukuran

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan (kuesioner) untuk wawancara langsung dengan responden. Kuesioner yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari teori budaya organisasi menurut Robbins (2006) dan teori kinerja menurut Wibowo (2012). Skala pengukuran menggunakan skala Likert


(1)

tugas, dan tujuan organisasi akan menjadi pendorong bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya.

Dari hasil uraian diatas tergambarlah bahwasannya komunikasi merupakan hal paling berpengaruh dari aspek-aspek yang lain, karena semua hal, maksud dan tujuan dapat tercapai jika tercipta komunikasi yang baik. Pada pihak manajemen dan pimpinan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara tampaknya bisa meluangkan sedikit waktu untuk dapat berinteraksi langsung dengan anggotanya di bidang masing-masing agar dapat langsung mendengar keluh kesah guna perbaikan pola kepemimpinan yang sudah ada, apakah sudah cocok atau tidak dengan budaya yang terbentuk pada saat ini.

5.11. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square dan regresi logistik bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara adalah sistem imbalan dan pola komunikasi, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah inisitif individu, toleransi terhadap tindakan beresiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, toleransi terhadap konflik. Dari dua variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara, variabel pola komunikasi merupakan variabel yang paling dominan dengan nilai koefisien (β) sebesar 3,084.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Secara keseluruhan dari sepuluh variabel budaya organisasi ternyata variabel sistem imbalan dan pola komunikasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan. Dari dua variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara, variabel pola komunikasi merupakan yang paling dominan dan paling berpengaruh dengan nilai koefisien (β) sebesar 3,084.

Variabel yang tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan adalah inisiatif individu, toleransi terhadap tindakan beresiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas nilai, toleransi terhadap konflik.

6.2. Saran

1. Kepada pihak manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan disarankan untuk menerapkan pemberian sistem imbalan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai dan lebih transparan dalam pemberiannya sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.


(3)

2. Kepada pihak manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan disarankan untuk menerapkan pola komunikasi organisasi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan pimpinan tiap bagian melakukan pertemuan dengan karyawannya sehingga karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S., 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arep I & Tanjung H., 2003. Manajemen Motivasi, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Assagaf Y., 2012. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makasar. (Jurnal Elektronik) diakses

20 September 2013;

Budiarto E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.

Dahlan S.M., 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika.

Dalimunthe A.H., 2009. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada dinas informasi komunikasi dan pengolahan data elektronik kota medan). (Jurnal Elektronik) diakses tanggal 16 Februari 2013.

Dessler G., 2003. Human Resource Management, Tenth Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hair F.J., Anderson E.R., Tatham L.R & Black C.W., 1995. Multivariate data Analisys with Reading, Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Hasibuan P.S. M., 2007. Organisasi & Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta: Bumi Aksara.

Kurniadi H.D., 2012. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (Jurnal Elektronik) diakses 21 September 2013:

Kusdi, 2011. Budaya Organisasi: Teori, Penelitian, dan Praktik, Jakarta: Salemba Empat.

Mathis L.R. & Jackson H. J., 2004. Human Resource management, 10th edition, Singapore: Cengage learning.


(5)

Ndraha T., 2005. Teori Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta.

Nawawi H., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif, Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Notoatmojo S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Pabundu Tika, Moh. 2005. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara.

Pratama F., 2009. Pengaruh Karakteristik Budaya Terhadap Kinerja Akuntan Publik (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya). (Jurnal Elektronik)

diakses 21 September 2013:

Riani A.L., 2011. Budaya Organisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Riduwan, 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: ALFABETA.

Rudianti Y., 2011. Hubungan Komunikasi Organisasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Salah Satu Rumah Sakit Swasta Surabaya. (Jurnal Elektronik) diakses 23 September 2013:

Sastrohadiwiryo S.B., 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian P.S., 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta.

Sinaga, M., 2008. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Soelong Laoet Medan. (Jurnal Elektronik) diakses tanggal 16 Februari 2013. http://repository.usu.ac.id.

Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: CV. Andi Offset. Sutrisno E., 2011. Budaya Organisasi, Jakarta: Kencana.

Tika M.P., 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wibowo, 2012. Manajemen Kinerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winardi, 2001. Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


(6)

Yon Rizal, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja. (Jurnal Elektronik) diakses 4 Pebruari 2012: http://www.ppsub.ub.ac.id.