2.2.1   Konsep Metode Valuasi Kontingensi
Pendekatan  CVM  pertama  kali  diperkenalkan  oleh  Davis  tahun  1963 dalam penelitian mengenai perilaku perburuan hunter di Miami. Pendekatan ini
disebut  contingent tergantung karena pada praktiknya  informasi  yang diperoleh sangat tergantung pada  hipotesis  yang dibangun.  Misalnya, seberapa  besar  biaya
yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya Fauzi, 2006. Pendekatan  CVM  ini  secara  teknis  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara.
Pertama,  dengan  teknik  eksperimental  melalui  simulasi  dan  permainan.  Kedua, dengan  teknik  survey.  Pendekatan  pertama  lebih  banyak  dilakukan  melalui
simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit. CVM  pada  hakikatnya  bertujuan  untuk  mengetahui  :  pertama,  keinginan
membayar  willingness  to  pay  atau  WTP  dari  masyarakat,  misalnya  terhadap perbaikan  kualitas  lingkungan  dan  kedua,  keinginan  menerima  willingness  to
accept atau WTA kerusakan suatu lingkungan Fauzi, 2006.. Teknik  CVM  ini  didasarkan  pada  asumsi  mendasar  mengenai  hak
pemilikan Garrod dan Willis, 1999, jika individu yang ditanya tidak mempunyai hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, pengukuran yang
relevan  adalah  keinginan  membayar  yang  maksimum  maximun  willingness  to pay untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya
memiliki hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima  willingness  to  accept  kompensasi  yang  paling  minimum  atas  hilang
atau rusaknya sumber daya alam yang dia miliki.
2.2.2  Kelebihan dan Kelemahan Dari Teknik CVM
Menurut Hanley dan Spash 1993 kelebihan dari penggunaan CVM yaitu: 1.  Sifatnya  yang  fleksibel  dan  dapat  diterapkan  pada  beragam  kekayaan
lingkungan,  tidak  hanya  terbatas  pada  benda  atau  kekayaan  alam  yang terukur secara nyata di pasar saja.
2.  Dapat  diaplikasikan  pada  semua  kondisi  dan  memiliki  dua  hal  yang penting,  yaitu:  seringkali  menjadi  hanya  satu-satunya  teknik  untuk
mengestimasi  manfaat,  dapat  diaplikasikan  pada  berbagai  konteks kebijakan lingkungan.
3.  Dapat  digunakan  dalam  berbagai  macam  penilaian  barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat.
4.  Dibandingkan  dengan  teknik  penilaian  yang  lain,  CVM  memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna.
5. Kapasitas CVM dapat menduga ”nilai non pengguna”
6.  Responden  dapat  dipisahkan  ke  dalam  kelompok  pengguna  dan  non pengguna  sesuai  dengan  informasi  yang  didapatkan  dari  kegiatan
wawancara. Adapun kelemahan dari teknik CVM adalah timbulnya bias. Bias tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1.  Bias  Strategi,  yaitu  bias  yang  terjadi  karena  barang  lingkungan  memiliki
sifat  ”non-excludability”  dalam  pemanfaatannya,  sehingga  akan mendorong terciptanya responden yang bersifat ”free rider” dan tidak jujur
dalam memberikan informasi.
2.  Bias Rancangan,  yaitu  mencakup cara  informasi  disajikan,  instruksi  yang diberikan,  format  pertanyaan,  dan  jumlah  serta  tipe  informasi  yang
disajikan kepada responden. 3.  Bias  yang  berhubungan  dengan  kondisi  kejiwaan  responden,  yang  terkait
dengan  langkah  proses  pembuatan  keputusan  seorang  individu  dalam memutuskan  seberapa  besar  pendapatan,  kekayaan  dan  waktunya
dihabiskan untuk barang lingkungan tertentu dalam periode waktu tertentu. 4.  Kesalahan  Pasar  Hipotetis,  terjadi  jika  fakta  yang  ditanyakan  kepada
responden  dalam  pasar  hipotetis  membuat  tangapan  responden  berbeda dengan konsep yang diinginkan.
2.3 Willingness to Accept WTA