golongan kepadatan penduduk sedang adalah Kelurahan Bubulak, Kelurahan Balumbang Jaya, Kelurahan Loji, Kelurahan Pasir Jaya, Kelurahan Pasir Kuda,
Kelurahan Curug, Kelurahan Menteng. Sementara itu enam kelurahan lainnya termasuk kelurahan dengan golongan kepadatan penduduk tinggi, enam kelurahan
tersebut adalah : Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Pasir Mulya, Kelurahan Semplak, Kelurahan Curug Mekar, Kelurahan Cilendek Barat, Kelurahan
Cilendek Timur. Sebagian besar penduduk Kecamatan Bogor Barat berprofesi sebagai
pegawai swasta dan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Keberadaan kantor-kantor pemerintah di sekitar Bogor Barat baik itu kantor pemerintah maupun penelitian
yang cukup banyak dapat menjelaskan jumlah yang cukup signifikan pada presentase ini. Mudahnya jalur menuju Jakarta membuat banyak pekerja di
kantor-kantor swasta yang berada di daerah Jakarta dan sekitarnya, memilih untuk tinggal di Bogor akan tetapi melakukan kegiatannya diluar Kota Bogor.
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden di Kecamatan Bogor Barat diperoleh dari hasil survey yang dilakukan terhadap 110 orang pengguna jalan yang ditemui
peneliti. Karakteristik responden ini dinilai dari beberapa variabel. Meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, usia, jenis kelamin dan
kategori pengguna jalan.
i. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden di Kecamatan Bogor Barat cukup beragam, mulai dari lulusan sekolah dasar hingga lulusan perguruan tinggi. Dari data yang
diperoleh memperlihatkan responden dengan tingkat pendidikan SMA memiliki
jumlah terbesar, yaitu sebesar 40 orang 36, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD memilki jumlah terkecil, yakni sebesar 11 orang 10.
Perbandingan persentase untuk tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 3. Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden ii.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden cukup bervariasi, mulai dari pelajar, PNS, sopir angkutan umum, hingga wiraswasta. Dalam penelitian ini, mayoritas pekerjaan
responden adalah sopir angkutan umum, yakni sebesar 30 orang 27,27. Sebanyak 26 responden atau 23,64 dari keseluruhan responden berprofesi
sebagai buruh pabrik, kuli, pengangguran, serta office boy atau cleaning service. Responden tersebut termasuk dalam kategori lainnya dalam jenis pekerjaan.
Sementara itu responden dengan pekerjaan PNS memiliki jumlah tekecil yakni sebesar 4 orang atau 3.64 dari jumlah keseluruhan. Perbandingan persentase
jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 4. Perbandingan Jenis Pekerjaan Responden iii.
Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan tertinggi responden berada pada selang Rp. 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 perbulan yaitu sebanyak 53 responden atau
53,48 dari keseluruhan responden. Responden dengan tingkat pendapatan melebihi level tertinggi yang diajukan Rp 5.000.000,00 merupakan para
pengusaha serta beberapa pegawai swasta, yaitu sebesar 8,7. Distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 5. Perbandingan Tingkat Pendapatan Responden
iv. Usia
Tingkat usia responden pengguna jalan di Kota Bogor khususnya di Kecamatan Bogor Barat cukup beragam, mulai dari anak sekolah hingga usia
lanjut. Jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran usia 36-45 tahun yaitu sebanyak 32 orang 29,09 dari jumlah responden keseluruhan. Responden yang
berusia 15-25 tahun dan 26-35 tahun memiliki jumlah yang sama yakni sebanyak 30 orang atau sebesar 27,27 dari total responden keseluruhan. Responden yang
berusia 46-55 tahun berjumlah 11 orang 10 dari total responden, responden yang berusia 56-65 tahun berjumlah tujuh orang 5,45 dari total responden,
responden yang berusia 66-75 tahun berjumlah satu orang 0,91 dari total responden. Perbandingan distribusi usia responden dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Data Data Primer, 2010
Gambar 6. Perbandingan Usia Responden v.
Jenis Kelamin
Sebagian besar responden yang ditemui saat survey adalah laki-laki, yaitu sebanyak 83 orang 75,45 dari total responden sedangkan responden dari jenis
kelamin perempuan sebanyak 27 orang 24,55 dari total responden. Perbandingan responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 7. Perbandingan Jenis Kelamin Responden vi.
Kategori Pengguna Jalan
Para responden yang merupakan pengguna jalan di Kota bogor khususnya di Kecamatan Bogor Barat menggunakan berbagai kendaraan untuk transportasi
mereka. Mulai dari menggunakan angkutan umum seperti angkot, sepeda motor, serta mobil pribadi. Pengguna jalan tertinggi dalam penelitian ini adalah
penumpang angkutan umum, yaitu sebesar 40,36 dari jumlah responden. Persentase jumlah pengguna jalan dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 8. Perbandingan Kategori Pengguna Jalan vii.
Lama Macet
Sebagian besar responden umumnya merasakan lama macet antara 0 – 30
menit atau sebesar 64 dari total keseluruhan responden. Sementara itu, lama
macet pada kisaran waktu antara 31 – 60 menit, 61 – 90 menit, dan 91 – 120 menit
berturut-turut yakni sebesar 23, 10, dan 3. Perbandingan lama macet yang dirasakan oleh responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 9. Perbandingan Lama Macet Responden viii.
Jarak Tempuh
Jarak tempuh responden tertinggi yakni berkisar antara 0 – 10 km atau
sebesar 77 dari total keseluruhan responden. Sementara itu, jarak tempuh pada kisaran 11
– 20 km dan 21 – 30 km berturut-turut yakni sebesar 22 dan 1. Perbandingan jarak tempuh antar responden dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 10. Perbandingan Jarak Tempuh Responden
VI. DAMPAK KEMACETAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN
6.1. Dampak Kemacetan Terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan
Kemacetan lalu lintas telah menjadi fenomena umum di daerah perkotaan. Beberapa faktor spesifik seperti jumlah penduduk, urbanisasi, penambahan
pemilikan kendaraan, dan penambahan jumlah perjalanan juga turut menambah masalah kemacetan lalu lintas. Penambahan jumlah penduduk dan urbanisasi
biasanya terjadi di negara yang sedang berkembang. Perkembangan Kota Bogor yang pesat menyebabkan lebih banyak
penduduk yang datang dan menetap. Hal ini bisa dilihat dengan berkembangnya jumlah pemukiman penduduk di berbagai wilayah di Kota Bogor. Penduduk ini
memerlukan tempat tinggal yang akan menyebabkan kota menjadi lebih padat. Mobilitas penduduk meningkatkan kebutuhan akan angkutan umum. Sesuai
dengan peningkatan pendapatan penduduk, pemilikan kendaraan, dan jumlah perjalanan juga akan meningkat sehingga menghasilkan lebih banyak kebutuhan
akan fasilitas dan pelayanan transportasi. Akan tetapi pertumbuhan ruas jalan tidak sebanding dengan kebutuhan akan fasilitas dan pelayanan transportasi,
sehingga frekuensi kemacetan di Kota Bogor meningkat. Kemacetan merupakan salah satu indikasi dari ketidakteraturan pemanfaatan atau
aturan atas suatu barang publik yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak, misalnya jalan raya. Keberadaan suatu barang publik dimana setiap orang berhak
untuk menggunakan atau mengambil manfaatnya tanpa bisa dilarang oleh pengguna lainnya. Akhirnya kondisi ini menyebabkan tragedy of common yaitu
penurunan manfaat dari suatu barang publik yang harus ditanggung oleh